Salah satu diantara banyak cara untuk lebih dekat kepada Allah Swt. adalah dengan Mengamalkan Shalat Sunnah. Marilah kita mengintrospeksi diri kita sendiri, sudahkah kita melaksanakan Shalat wajib dengan benar dan sempurna? Apakah kita juga sudah mendirikan Shalat fardhu dan tidak pernah meninggalkannya? Marilah kita bertanya pada diri kita sendiri, apakah Shalat yang kita kerjakan sudah betul atau belum? sudah khusyuk atau belum?
Sepertinya di dunia ini yang Shalatnya sudah benar-benar khusyuk dan tuma’ninah adalah Shalatnya Nabi Muhammad saja. Mampukah kita meniru Shalat beliau?
Bagaimana kelak kalau ternyata di hadapan Allah Swt. Shalat kita itu belum dianggap sempurna? Rasulullah mengajarkan kepada kita cara untuk menutupi kekurangan dalam Shalat kita. Maksudnya, kita disuruh mengganti kekurangan-kekurangan Shalat fardhu kita dengan melaksanakan Shalat sunnah sebagaimana yang Rasulullah ajarkan kepada kita. Dengan melaksanakan Shalat sunnah, kita dapat lebih mendekatkan diri kepada Allah serta menyempurnakan ibadah kita.
Pelaksanaan Shalat sunnah merupakan cerminan tingkat ketaqwaan dan ketawakalan seorang hamba kepada Allah Swt. Dalam melaksanakan Shalat sunnah, kita diharapkan semata-mata mengharapkan rida dari Allah Swt. Shalat ini menuntut kesungguhan dan tekad yang kuat karena kita harus merelakan waktu, tenaga, dan harta untuk melaksanakan Shalat tersebut. Jadi, sudah jelas bahwa Shalat sunnah itu dilaksanakan semata-mata untuk mengharapkan kedekatan dan ridha dari Allah yang akan dijadikan bekal pada masa yang akan datang. Apalagi, kita menghayati bahwa dengan melaksanakan Shalat bukan sekadar melaksanakan kewajiban. Allah Swt. tidak membutuhkan ibadah kita tetapi kitalah yang membutuhkannya. Kita berharap agar Allah menerima ibadah kita sehingga kita akan memperoleh kebahagiaan dan ketenangan di dunia dan akhirat.
Shalat sunnah adalah Shalat yang dianjurkan Allah Swt. untuk kita kerjakan. Orang yang melaksanakan Shalat sunnah akan mendapatkan pahala dan keutamaan dari Allah Swt. Namun, jika seseorang tidak melaksanakan Shalat sunnah, dia tidak berdosa. Dalam hal melaksanakan Shalat Sunnah, Rasulullah memberi teladan yang penuh dengan kemuliaan. Beliau selalu mengerjakan shalat sunnah, seperti Shalat-shalat rawatib, Shalat dhuha, Shalat witir, dan sebagainya. Di antara sekian banyak Shalat sunnah, ada yang ditekankan untuk dikerjakan dengan berjamaah, ada juga yang dikerjakan secara munfarid (sendirian), dan ada yang bisa dikerjakan secara berjamaah atau sendirian.
Pernahkah kalian melaksanakan Shalat sunnah secara berjama’ah? Tentunya kalian sudah sering melaksanakannya. Misalnya pada saat kalian melaksanakan Shalat hari raya Idul Fitri maupun hari raya Idul Adha (Shalat idain). Kalian tentu tidak pernah melaksanakan Shalat Idul Fitri atau Idul Adha secara munfarid (sendirian) bukan? Kedua Shalat ini pasti dilakukan secara berjamaah. Secara lebih rinci Shalat-Shalat sunnah yang dilaksanakan secara laki-laki (Amri dan salim) berjama’ah sebagai berikut :
a. Shalat Idul Fitri
b. Shalat Idul Adha
c. Shalat Kusuf (gerhana matahari)
d. Shalat Khusuf (gerhana bulan)
e. Shalat Istisqa (meminta hujan)
a. Shalat Idul Fitri
Shalat Idul Fitri merupakan Shalat sunnah dua rakaat yang dilaksanakan pada hari raya Idul Fitri setiap tanggal 1 Syawal setelah melaksanakan puasa Ramadhan satu bulan lamanya. Hukum melaksanakan Shalat sunnah ini adalah sunnah mu’akkad (sunnah yang sangat dianjurkan). “Id” artinya kembali yaitu dengan hari raya Idul Fitri ini kita kembali ke fitrah. Seorang muslim yang telah melaksanakan ibadah puasa selama bulan Ramadhan Insya Allah akan dihapus segala dosa-dosanya, ia kembali ke fitrah, seperti bayi yang baru dilahirkan dari rahim ibunya, tanpa memiliki dosa sedikitpun. Waktu untuk melaksanakan Shalat Idul Fitri itu adalah setelah terbit matahari sampai tergelincirnya matahari pada tanggal 1 Syawal tersebut.
b. Shalat Idul Adha
Shalat Idul Adha adalah Shalat yang dilaksanakan pada hari raya Qurban (hari raya Idul Adha). Shalat ini dilaksanakan pada pagi hari tanggal 10 Zulhijjah bertepatan dengan pelaksanaan rangkaian ibadah haji di tanah suci. Dengan demikian orang yang sedang berhaji tidak disunnahkan melaksanakan Shalat Idul Adha. Bagi orang yang tidak sedang melaksanakan ibadah haji, hukum melaksanakan Shalat Idul Adha adalah sunnah muakkad (sangat dianjurkan).
c. Shalat Kusuf (Gerhana Matahari)
Shalat Sunnah kusuf (kusufus syamsi) adalah Shalat sunnah yang dilaksanakan saat terjadi gerhana matahari. Hukum melaksanakan Shalat ini adalah sunnah muakkad.
Waktu pelaksanaan Shalat kusuf adalah mulai terjadinya gerhana matahari sampai matahari kembali tampak utuh seperti semula. Ketika gerhana sudah terjadi, jama’ah berkumpul di masjid. Salah satu dari jamaah tersebut menjadi muazin untuk menyerukan panggilan Shalat. Shalat gerhana ini dilaksanakan dengan berjamaah. Hal yang membedakan Shalat kusuf dengan Shalat pada umumnya adalah dalam Shalat kusuf setiap rakaat terdapat dua kali membaca surah al-Fatihah dan dua kali rukuk. Sehingga dalam dua rakaat Shalat kusuf terdapat empat kali membaca surah al-Fatihah, empat kali rukuk, dan empat kali sujud.
d. Shalat Khusuf (Gerhana Bulan)
Shalat sunnah khusuf (khusuful qamari) adalah Shalat sunnah yang dilaksanakan ketika terjadi peristiwa gerhana bulan. Hukum melaksanakan Shalat Khusuf adalah sunnah muakkad. Sedangkan waktu Shalat gerhana bulan mulai terjadinya gerhana bulan sampai bulan tampak utuh kembali. Adapun tata cara peksanaannya hampir sama dengan pelaksanaan Shalat Kusuf, yang membedakan adalah bunyi niatnya. Niat Shalat harus dilakukan dengan ikhlas di dalam hati.
e. Shalat Istisqa (Memohon Hujan)
Shalat sunnah istisqa adalah Shalat sunnah dua rakaat yang dilaksanakan untuk memohon kepada Allah Swt. agar diturunkan hujan. Pada saat terjadi kemarau yang berkepanjangan sehingga sulit memperoleh air, umat Islam disunnahkan melaksanakan Shalat istisqa untuk mendekatkan diri kepada Allah, memohon ampun, seraya berdoa agar segera diturunkan hujan di daerahnya.
Salah satu sebab terjadinya kekeringan adalah perilaku manusia yang tak mau peduli dan tidak ramah pada lingkungan. Padahal air merupakan komponen yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Kurangnya sumber air dan curah hujan mengakibatkan masalah yang serius dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu, kita harus menjaga kelestarian alam dengan rajin menanam pohon dan merawatnya, selain itu kita harus menghemat penggunaan air. Pelaksanaan Shalat istisqa pada saat terjadi kekeringan sangatlah tepat. Ajaran ini membuat melakukan terhadap introspeksi dirinya sendiri.
Sebelum melaksanakan Shalat istisqa diharapkan untuk berpuasa selama empat hari berturut-turut. Selanjutnya bertaubat kepada Allah Swt. dari segala kesalahan dan dosa yang telah diperbuat, serta menghentikan segala bentuk perbuatan maksiat, serakah, dan merusak lingkungan. Pada hari keempat semua anggota masyarakat muslim berkumpul ke tanah lapang yang akan dipakai untuk melaksanakan Shalat istisqa. Mereka dianjurkan berpakaian sederhana serta disunnahkan untuk membawa binatang peliharaan ke tanah lapang tersebut. Di sepanjang jalan masyarakat dianjurkan juga untuk banyak beristigfar. Sesampai ke tanah lapang sambil menunggu pelaksanaan Shalat dianjurkan untuk berdzikir kepada Allah Swt.
Sepertinya di dunia ini yang Shalatnya sudah benar-benar khusyuk dan tuma’ninah adalah Shalatnya Nabi Muhammad saja. Mampukah kita meniru Shalat beliau?
Bagaimana kelak kalau ternyata di hadapan Allah Swt. Shalat kita itu belum dianggap sempurna? Rasulullah mengajarkan kepada kita cara untuk menutupi kekurangan dalam Shalat kita. Maksudnya, kita disuruh mengganti kekurangan-kekurangan Shalat fardhu kita dengan melaksanakan Shalat sunnah sebagaimana yang Rasulullah ajarkan kepada kita. Dengan melaksanakan Shalat sunnah, kita dapat lebih mendekatkan diri kepada Allah serta menyempurnakan ibadah kita.
Pelaksanaan Shalat sunnah merupakan cerminan tingkat ketaqwaan dan ketawakalan seorang hamba kepada Allah Swt. Dalam melaksanakan Shalat sunnah, kita diharapkan semata-mata mengharapkan rida dari Allah Swt. Shalat ini menuntut kesungguhan dan tekad yang kuat karena kita harus merelakan waktu, tenaga, dan harta untuk melaksanakan Shalat tersebut. Jadi, sudah jelas bahwa Shalat sunnah itu dilaksanakan semata-mata untuk mengharapkan kedekatan dan ridha dari Allah yang akan dijadikan bekal pada masa yang akan datang. Apalagi, kita menghayati bahwa dengan melaksanakan Shalat bukan sekadar melaksanakan kewajiban. Allah Swt. tidak membutuhkan ibadah kita tetapi kitalah yang membutuhkannya. Kita berharap agar Allah menerima ibadah kita sehingga kita akan memperoleh kebahagiaan dan ketenangan di dunia dan akhirat.
Shalat sunnah adalah Shalat yang dianjurkan Allah Swt. untuk kita kerjakan. Orang yang melaksanakan Shalat sunnah akan mendapatkan pahala dan keutamaan dari Allah Swt. Namun, jika seseorang tidak melaksanakan Shalat sunnah, dia tidak berdosa. Dalam hal melaksanakan Shalat Sunnah, Rasulullah memberi teladan yang penuh dengan kemuliaan. Beliau selalu mengerjakan shalat sunnah, seperti Shalat-shalat rawatib, Shalat dhuha, Shalat witir, dan sebagainya. Di antara sekian banyak Shalat sunnah, ada yang ditekankan untuk dikerjakan dengan berjamaah, ada juga yang dikerjakan secara munfarid (sendirian), dan ada yang bisa dikerjakan secara berjamaah atau sendirian.
Pernahkah kalian melaksanakan Shalat sunnah secara berjama’ah? Tentunya kalian sudah sering melaksanakannya. Misalnya pada saat kalian melaksanakan Shalat hari raya Idul Fitri maupun hari raya Idul Adha (Shalat idain). Kalian tentu tidak pernah melaksanakan Shalat Idul Fitri atau Idul Adha secara munfarid (sendirian) bukan? Kedua Shalat ini pasti dilakukan secara berjamaah. Secara lebih rinci Shalat-Shalat sunnah yang dilaksanakan secara laki-laki (Amri dan salim) berjama’ah sebagai berikut :
a. Shalat Idul Fitri
b. Shalat Idul Adha
c. Shalat Kusuf (gerhana matahari)
d. Shalat Khusuf (gerhana bulan)
e. Shalat Istisqa (meminta hujan)
a. Shalat Idul Fitri
Shalat Idul Fitri merupakan Shalat sunnah dua rakaat yang dilaksanakan pada hari raya Idul Fitri setiap tanggal 1 Syawal setelah melaksanakan puasa Ramadhan satu bulan lamanya. Hukum melaksanakan Shalat sunnah ini adalah sunnah mu’akkad (sunnah yang sangat dianjurkan). “Id” artinya kembali yaitu dengan hari raya Idul Fitri ini kita kembali ke fitrah. Seorang muslim yang telah melaksanakan ibadah puasa selama bulan Ramadhan Insya Allah akan dihapus segala dosa-dosanya, ia kembali ke fitrah, seperti bayi yang baru dilahirkan dari rahim ibunya, tanpa memiliki dosa sedikitpun. Waktu untuk melaksanakan Shalat Idul Fitri itu adalah setelah terbit matahari sampai tergelincirnya matahari pada tanggal 1 Syawal tersebut.
b. Shalat Idul Adha
Shalat Idul Adha adalah Shalat yang dilaksanakan pada hari raya Qurban (hari raya Idul Adha). Shalat ini dilaksanakan pada pagi hari tanggal 10 Zulhijjah bertepatan dengan pelaksanaan rangkaian ibadah haji di tanah suci. Dengan demikian orang yang sedang berhaji tidak disunnahkan melaksanakan Shalat Idul Adha. Bagi orang yang tidak sedang melaksanakan ibadah haji, hukum melaksanakan Shalat Idul Adha adalah sunnah muakkad (sangat dianjurkan).
c. Shalat Kusuf (Gerhana Matahari)
Shalat Sunnah kusuf (kusufus syamsi) adalah Shalat sunnah yang dilaksanakan saat terjadi gerhana matahari. Hukum melaksanakan Shalat ini adalah sunnah muakkad.
Waktu pelaksanaan Shalat kusuf adalah mulai terjadinya gerhana matahari sampai matahari kembali tampak utuh seperti semula. Ketika gerhana sudah terjadi, jama’ah berkumpul di masjid. Salah satu dari jamaah tersebut menjadi muazin untuk menyerukan panggilan Shalat. Shalat gerhana ini dilaksanakan dengan berjamaah. Hal yang membedakan Shalat kusuf dengan Shalat pada umumnya adalah dalam Shalat kusuf setiap rakaat terdapat dua kali membaca surah al-Fatihah dan dua kali rukuk. Sehingga dalam dua rakaat Shalat kusuf terdapat empat kali membaca surah al-Fatihah, empat kali rukuk, dan empat kali sujud.
d. Shalat Khusuf (Gerhana Bulan)
Shalat sunnah khusuf (khusuful qamari) adalah Shalat sunnah yang dilaksanakan ketika terjadi peristiwa gerhana bulan. Hukum melaksanakan Shalat Khusuf adalah sunnah muakkad. Sedangkan waktu Shalat gerhana bulan mulai terjadinya gerhana bulan sampai bulan tampak utuh kembali. Adapun tata cara peksanaannya hampir sama dengan pelaksanaan Shalat Kusuf, yang membedakan adalah bunyi niatnya. Niat Shalat harus dilakukan dengan ikhlas di dalam hati.
e. Shalat Istisqa (Memohon Hujan)
Shalat sunnah istisqa adalah Shalat sunnah dua rakaat yang dilaksanakan untuk memohon kepada Allah Swt. agar diturunkan hujan. Pada saat terjadi kemarau yang berkepanjangan sehingga sulit memperoleh air, umat Islam disunnahkan melaksanakan Shalat istisqa untuk mendekatkan diri kepada Allah, memohon ampun, seraya berdoa agar segera diturunkan hujan di daerahnya.
Salah satu sebab terjadinya kekeringan adalah perilaku manusia yang tak mau peduli dan tidak ramah pada lingkungan. Padahal air merupakan komponen yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Kurangnya sumber air dan curah hujan mengakibatkan masalah yang serius dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu, kita harus menjaga kelestarian alam dengan rajin menanam pohon dan merawatnya, selain itu kita harus menghemat penggunaan air. Pelaksanaan Shalat istisqa pada saat terjadi kekeringan sangatlah tepat. Ajaran ini membuat melakukan terhadap introspeksi dirinya sendiri.
Sebelum melaksanakan Shalat istisqa diharapkan untuk berpuasa selama empat hari berturut-turut. Selanjutnya bertaubat kepada Allah Swt. dari segala kesalahan dan dosa yang telah diperbuat, serta menghentikan segala bentuk perbuatan maksiat, serakah, dan merusak lingkungan. Pada hari keempat semua anggota masyarakat muslim berkumpul ke tanah lapang yang akan dipakai untuk melaksanakan Shalat istisqa. Mereka dianjurkan berpakaian sederhana serta disunnahkan untuk membawa binatang peliharaan ke tanah lapang tersebut. Di sepanjang jalan masyarakat dianjurkan juga untuk banyak beristigfar. Sesampai ke tanah lapang sambil menunggu pelaksanaan Shalat dianjurkan untuk berdzikir kepada Allah Swt.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.