Berkompetisi Dalam Kebaikan Menurut Agama Islam
Lalu, bagaimanakah selayaknya kompetisi dalam kebaikan menurut ajaran Islam ? Allah Swt. telah memberikan pengarahan dengan jelas, bahkan penekanan kepada orang-orang beriman untuk berkompetisi dalam kebaikan sebagaimana firman-Nya dalam Al-Qur'an yang artinya :
“Dan Kami telah menurunkan Kitab (al-Qur’an) kepadamu (Muhammad) dengan membawa kebenaran, yang membenarkan kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya dan menjaganya maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang diturunkan Allah dan janganlah engkau mengikuti keinginan mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk setiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Kalau Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap karunia yang telah diberikan-Nya kepadamu, maka berlomba- lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah kamu semua kembali, lalu diberitahukan-Nya kepadamu terhadap apa yang dahulu kamu perselisihkan.” (Q.S. al-Maidah/5: 48)
Pada Q.S. al-Maidah/5:48 Allah Swt. menjelaskan bahwa setiap kaum diberikan aturan atau syariat. Syariat untuk setiap kaum berbeda-beda sesuai dengan waktu dan keadaan hidupnya. Meskipun mereka berbeda-beda, pada prinsipnya adalah semuanya beribadah dalam rangka mencari ridha Allah Swt., atau berlomba-lomba dalam kebaikan.
Allah Swt. mengutus para rasul dan menurunkan syariat kepadanya untuk memberi petunjuk kepada manusia agar berjalan pada rel yang benar dan lurus. Hanya sayangnya, sebagian dari ajaran-ajaran mereka disembunyikan atau diselewengkan. Sebagai ganti ajaran para rasul, manusia membuat ajaran sendiri yang bersifat khurafat dan takhayul.
Ayat ini membicarakan bahwa al-Qur’an memiliki kedudukan yang sangat tinggi; al-Qur’an sebagai pembenar kitab-kitab sebelumnya; sekaligus sebagai penjaga kitab-kitab tersebut. Dengan menekankan terhadap dasar-dasar ajaran para nabi terdahulu, al-Qur’an juga sepenuhnya memelihara keaslian ajaran itu dan menyempurnakannya.
Akhir ayat ini juga mengatakan bahwa perbedaan syariat tersebut seperti layaknya perbedaan manusia dalam penciptaannya, bersuku-suku dan berbangsa-bangsa. Semua perbedaan itu adalah rahmat dan untuk ajang saling mengenal. Ayat ini juga mendorong pengembangan berbagai macam kemampuan yang dimiliki manusia, bukan malah menjadi ajang perdebatan. Semua orang dengan potensi dan kadar kemampuan masing-masing, harus berkompetisi dan berlomba-lomba dalam melaksanakan kebaikan. Allah Swt. senantiasa melihat dan memantau perbuatan manusia dan bagi-Nya tidak ada sesuatupun yang tersembunyi.
Ada beberapa alasan mengapa kita diperintahkan untuk berkompetisi dalam kebaikan, antara lain sebagai berikut. Pertama, bahwa melakukan kebaikan tidak seharusnya ditunda-tunda, melainkan harus segera dikerjakan. Sebab kesempatan hidup sangat terbatas, begitu juga kesempatan berbuat baik belum tentu setiap saat kita dapatkan.
Kematian bisa datang secara tiba-tiba tanpa diketahui sebabnya. Oleh karena itu, begitu ada kesempatan untuk berbuat baik, janganlah kita tunda-tunda lagi, tetapi harus segera kita kerjakan. Kedua, bahwa hendaknya saling memotivasi dan saling tolong-menolang untuk berbuat baik, di sinilah perlunya kolaborasi atau kerja sama. Tanda-tanda lingkungan yang baik adalah lingkungan yang membuat kita terdorong untuk berbuat baik. Tidak sedikit seorang yang tadinya baik menjadi rusak karena lingkungan. Lingkungan yang saling mendukung kebaikan akan tercipta kebiasaan berbuat baik secara istiqamah (konsisten). Ketiga, bahwa kesigapan melakukan kebaikan haruslah didukung dengan kesungguhan. Allah Swt. bersabda dalam Al-Qur'an yang artinya :
“...Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan...” (Q.S. al-Maidah/5: 2)
Langkah awal untuk menciptakan suatu lingkungan yang baik adalah dengan memulai dari diri sendiri, dari yang terkecil, dan dari sekarang. Mengapa? sebab inilah jalan terbaik dan praktis untuk memperbaiki sebuah bangsa. Kita harus segera memulai dari diri sendiri dan keluarga. Sebuah bangsa, apa pun hebatnya secara teknologi, tidak akan bisa pernah tegak dengan kokoh jika pribadi dan keluarga yang ada di dalamnya sangat rapuh.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.