1. Pengertian Hadis atau Sunnah
Hadis berarti perkataan atau ucapan secara bahasa. Sedangkan menurut istilah, hadis adalah segala perkataan, perbuatan, dan ketetapan (taqrir) yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw. Hadis juga dinamakan sunnah. Namun demikian, ulama hadis membedakan antara hadis dengan sunnah. Hadis adalah ucapan atau perkataan Rasulullah saw., sedangkan sunnah merupakan segala apa yang dilakukan oleh Rasulullah saw. yang menjadi sumber hukum Islam. Hadis dalam arti perkataan atau ucapan Rasulullah saw. terdiri atas beberapa bagian yang satu sama lainnya saling terkait. Bagian-bagian hadis tersebut antara lain adalah sebagai berikut.- Sanad, yaitu seseorang atau sekelompok orang yang menyampaikan hadis dari Rasulullah saw. sampai kepada kita sekarang.
- Matan, yaitu isi atau materi hadis yang disampaikan oleh Baginda Rasulullah saw.
- Rawi, adalah orang yang meriwayatkan hadis dari Baginda Rasulullah saw.
2. Kedudukan Hadis atau Sunnah sebagai Sumber Hukum Islam
Sebagai sumber hukum Islam, hadis berada satu tingkat di bawah al-Qur’an. Artinya, jika terjadi sebuah perkara hukumnya tidak terdapat di dalam al-Qur’an, yang harus dijadikan sumber berikutnya adalah hadis. Hal ini sebagaimana firman Allah Swt: Artinya : “... dan apa-apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah ia. Dan apa-apa yang dilarangnya, maka tinggalkanlah.” (Q.S. al-Hasyr/59:7). Selain itu, firman Allah Swt. dalam Al-Qur'an yang Artinya: “Barangsiapa mentaati Rasul (Muhammad), maka sesungguhnya ia telah mentaati Allah Swt. Dan barangsiapa berpaling (darinya), maka (ketahuilah) Kami tidak mengutusmu (Muhammad) untuk menjadi pemelihara mereka.” (Q.S. an-Nisa’/4:80)Kalian sudah paham bukan? tentang peran penting hadis sebagai sumber hukum Islam kedua setelah al-Qur’an? Sekarang mari kita bahas kedudukan hadis terhadap sumber hukum Islam pertama yaitu al-Qur’an.
3. Fungsi Hadis terhadap al-Qur’an
Rasulullah saw. sebagai pembawa risalah dari Allah Swt. bertugas menjelaskan ajaran yang diturunkan Allah Swt. melalui al-Qur’an kepada umat manusia. Oleh sebab itu, hadis berfungsi untuk menjelaskan (bayan) serta menguatkan hukum-hukum yang terdapat di dalam al-Qur’anul Karim.Fungsi hadis terhadap al-Qur’an dapat dikelompokkan sebagai berikut.
a. Menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an yang masih bersifat umum
Contohnya adalah ayat al-Qur’an yang memerintahkan Shalat. Perintah Shalat di dalam al-Qur’an masih bersifat umum sehingga diperjelas dengan hadis-hadis Rasulullah saw. tentang Shalat, baik tentang tata cara maupun jumlah bilangan raka’at-nya. Misalnya untuk menjelaskan perintah Shalat tersebut keluarlah sebuah hadis Rasulullah Saw. yang berbunyi, “Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku Shalat”. (H.R. Bukhari)
b. Memperkuat pernyataan yang ada dalam al-Qur’an
Seperti sebuah ayat dalam al-Qur’an yang menyatakan, “Barangsiapa di antara kalian melihat bulan, maka berpuasalah!” Maka ayat tersebut diperkuat oleh sebuah hadis dari Rasulullah Saw. yang berbunyi, “... berpuasalah karena melihat bulan dan berbukalah karena melihatnya ...” (H.R. Bukhari dan Muslim)
c. Menerangkan maksud dan tujuan ayat
Sebagai contoh, dalam Q.S. at-Taubah/9:34 dikatakan, “Orang-orang yang menyimpan emas dan perak, kemudian tidak membelanjakannya di jalan Allah Swt., gembirakanlah mereka dengan azab yang pedih!” Ayat ini kemudian dijelaskan oleh hadis yang berbunyi, “Allah Swt. tidak mewajibkan zakat kecuali supaya menjadi baik harta-hartamu yang sudah dizakati.” (H.R. Baihaqi)
d. Menetapkan hukum baru yang tidak terdapat dalam al-Qur’an
Maksudnya adalah bahwa jika suatu masalah tidak terdapat hukumnya dalam al-Qur’an, maka diambil dari hadis yang sesuai. Misalnya, bagaimana hukumnya seorang laki-laki yang menikahi saudara perempuan istrinya. Maka hal tersebut dijelaskan dalam sebuah hadis Rasulullah saw yang Artinya: “Dari Abi Hurairah ra. Rasulullah saw. bersabda: “Dilarang seseorang mengumpulkan (mengawini secara bersama) seorang perempuan dengan saudara dari ayahnya serta seorang perempuan dengan saudara perempuan dari ibunya.” (H.R. Bukhari)
4. Macam-Macam Hadis
Ditinjau dari segi perawinya, hadis terbagi ke dalam tiga bagian, yaitu seperti berikut.a. Hadis Mutawattir
Hadis mutawattir adalah hadis yang diriwayatkan oleh beberapa orang perawi, baik dari kalangan para sahabat maupun generasi sesudahnya dan dipastikan di antara mereka tidak bersepakat dusta. Contohnya adalah hadis yang artinya:
“Dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda: Barangsiapa berdusta atas namaku dengan sengaja, maka tempatnya adalah neraka.” (H.R. Bukhari, Muslim)
b. Hadis Masyhur
Hadis masyhur adalah hadis yang diriwayatkan oleh dua orang sahabat atau lebih yang tidak mencapai derajat mutawattir namun setelah itu tersebar dan diriwayatkan oleh sekian banyak tabi’in sehingga tidak mungkin bersepakat dusta. Contoh hadis jenis ini adalah hadis yang artinya, “Orang Islam adalah orang-orang yang tidak mengganggu orang lain dengan lidah dan tangannya.” (H.R. Bukhari, Muslim dan Tirmizi)
c.Hadis Ahad
Hadis ahad adalah hadis yang hanya diriwayatkan oleh satu atau dua orang perawi sehingga tidak mencapai derajat mutawattir. Dilihat dari segi kualitas perawi hadis (orang yang meriwayatkannya), hadis dibagi ke dalam empat bagian berikut.
- Hadis Shahih adalah hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang adil, kuat hafalannya, tajam penelitiannya, dan sanadnya bersambung kepada Rasulullah saw., tidak tercela, dan tidak bertentangan dengan riwayat orang yang lebih terpercaya. Hadis ini dijadikan sebagai sumber hukum dalam beribadah (hujjah).
- Hadis Hasan, adalah hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang adil, tetapi kurang kuat hafalannya, sanadnya bersambung, tidak cacat, dan tidak bertentangan. Sama seperti hadis Shahih, hadis ini juga dijadikan sebagai landasan mengerjakan amal ibadah.
- Hadis Da'if, yaitu hadis yang tidak memenuhi kualitas hadis Shahih dan hadis hasan. Para ulama mengatakan bahwa hadis ini tidak bisa dijadikan sebagai hujjah, tetapi dapat dijadikan sebagai motivasi umat dalam beribadah.
- Hadis Maudu’, yaitu hadis yang bukan bersumber kepada Rasulullah saw. atau hadis palsu. Dikatakan hadis padahal sama sekali bukan hadis. Hadis ini jelas tidak dapat dijadikan landasan hukum, hadis ini adalah hadis tertolak.