Cermati gambar dan wacana berikut!
Kisah berikut ini mungkin dapat menginspirasi dan memotivasi kita agar selalu mempertahankan kejujuran dalam segala kondisi. Suatu ketika, Wasilah ibn Iqsa, salah seorang sahabat Rasulullah saw. sedang berada di pasar ternak. Saat itu ia sedang menyaksikan seseorang akan membeli seekor unta dan sedang melakukan tawar-menawar. Akhirnya unta itu dibeli dengan harga 300 dirham, dan si pembeli menuntun unta yang telah dibelinya.
Wasilah bergegas menghampiri si pembeli tersebut seraya bertanya, “Apakah unta yang engkau beli itu untuk disembelih atau sebagai tunggangan?” Si pembeli menjawab, “Unta ini untuk dikendarai.” Lalu Wasilah memberikan nasihat bahwa unta itu tidak akan tahan lama kalau ditunggangi karena di kakinya ada lubang karena cacat. Pembeli itu pun bergegas kembali menemui si penjual dan menggugatnya hingga akhirnya terjadi pengurangan harga 100 dirham.
Si penjual merasa jengkel kepada Wasilah seraya mengatakan, “Semoga engkau dikasihi Allah Swt., dan jual-beliku telah engkau rusak.” Mendengar ucapan tersebut, Wasilah berkata, “Kami sudah berbai’at kepada Rasulullah saw. untuk berlaku jujur kepada setiap muslim, sebagaimana Rasulullah saw. bersabda, ‘Tiada halal bagi siapa pun yang menjual barangnya kecuali dengan menjelaskan cacatnya, dan tiada halal bagi yang mengetahui itu kecuali menjelaskannya.’ (H.R. Hakim, Baihaki, dan Muslim dari Wasilah).” Itulah nilai-nilai dari kejujuran, walaupun berisiko, namun tetap harus dijunjung tinggi dalam kehidupan sehari-hari. Kejujuran sangat mudah diucapkan oleh setiap orang, tetapi sedikit sekali yang dapat menerapkannya.
Berbagai cara dilakukan orang untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan hidupnya. Ada yang melakukan cara-cara yang memang seharusnya ditempuh dengan memotivasi diri dengan bekerja keras dan menaati aturan yang ada. Akan tetapi, tidak sedikit orang yang menempuh cara-cara yang bertentangan dengan hukum dan aturan yang berlaku, baik itu hukum agama maupun peraturan yang berlaku yang dibuat oleh pemerintah. Mereka jauh dari nilai-nilai kejujuran. Bagi mereka, cara apa pun boleh dilakukan, yang penting tujuannya tercapai.
Berani jujur itu hebat! adalah sebuah slogan yang saat ini marak disuarakan oleh para aktivis penggiat antikorupsi untuk mendukung kerja Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) dalam menjalankan tugasnya “menangkap” para koruptor. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa, semenjak dibentuknya KPK, sudah banyak penjahat “kerah putih” yang menggerogoti uang rakyat tertangkap oleh KPK. Mereka sudah memperoleh jabatan yang tinggi dengan segenap fasilitas yang diberikan oleh negara, tetapi masih saja melakukan praktik-praktik kotor dengan cara memanipulasi, menggelembungkan harga belanja barang, laporan keuangan fiktif dan sebagainya. Namun demikian, memang tidak semua pejabat berperilaku seperti itu. Banyak juga di antara pejabat di negeri ini yang masih memiliki hati nurani dengan berperilaku jujur dan amanah. Mereka hidup bersahaja dengan penghasilan yang cukup dan sah diberikan oleh negara.
Korupsi dimulai dari perilaku yang tidak jujur yang mungkin sudah sering dilakukan sejak kecil, baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Analisislah apa saja perbuatan yang sering dilakukan sebagai perbuatan tidak jujur, baik di lingkungan keluarga, kerja, sekolah, maupun masyarakat! Apa saja upaya yang harus dilakukan untuk menghindari hal tersebut?
Mulai saat ini marilah kita coba untuk mempertahankan kejujuran sebagai cermin kepribadian kita.
Kisah berikut ini mungkin dapat menginspirasi dan memotivasi kita agar selalu mempertahankan kejujuran dalam segala kondisi. Suatu ketika, Wasilah ibn Iqsa, salah seorang sahabat Rasulullah saw. sedang berada di pasar ternak. Saat itu ia sedang menyaksikan seseorang akan membeli seekor unta dan sedang melakukan tawar-menawar. Akhirnya unta itu dibeli dengan harga 300 dirham, dan si pembeli menuntun unta yang telah dibelinya.
Wasilah bergegas menghampiri si pembeli tersebut seraya bertanya, “Apakah unta yang engkau beli itu untuk disembelih atau sebagai tunggangan?” Si pembeli menjawab, “Unta ini untuk dikendarai.” Lalu Wasilah memberikan nasihat bahwa unta itu tidak akan tahan lama kalau ditunggangi karena di kakinya ada lubang karena cacat. Pembeli itu pun bergegas kembali menemui si penjual dan menggugatnya hingga akhirnya terjadi pengurangan harga 100 dirham.
Si penjual merasa jengkel kepada Wasilah seraya mengatakan, “Semoga engkau dikasihi Allah Swt., dan jual-beliku telah engkau rusak.” Mendengar ucapan tersebut, Wasilah berkata, “Kami sudah berbai’at kepada Rasulullah saw. untuk berlaku jujur kepada setiap muslim, sebagaimana Rasulullah saw. bersabda, ‘Tiada halal bagi siapa pun yang menjual barangnya kecuali dengan menjelaskan cacatnya, dan tiada halal bagi yang mengetahui itu kecuali menjelaskannya.’ (H.R. Hakim, Baihaki, dan Muslim dari Wasilah).” Itulah nilai-nilai dari kejujuran, walaupun berisiko, namun tetap harus dijunjung tinggi dalam kehidupan sehari-hari. Kejujuran sangat mudah diucapkan oleh setiap orang, tetapi sedikit sekali yang dapat menerapkannya.
Mempertahankan Kejujuran sebagai Cermin Kepribadian
Berbagai cara dilakukan orang untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan hidupnya. Ada yang melakukan cara-cara yang memang seharusnya ditempuh dengan memotivasi diri dengan bekerja keras dan menaati aturan yang ada. Akan tetapi, tidak sedikit orang yang menempuh cara-cara yang bertentangan dengan hukum dan aturan yang berlaku, baik itu hukum agama maupun peraturan yang berlaku yang dibuat oleh pemerintah. Mereka jauh dari nilai-nilai kejujuran. Bagi mereka, cara apa pun boleh dilakukan, yang penting tujuannya tercapai.
Berani jujur itu hebat! adalah sebuah slogan yang saat ini marak disuarakan oleh para aktivis penggiat antikorupsi untuk mendukung kerja Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) dalam menjalankan tugasnya “menangkap” para koruptor. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa, semenjak dibentuknya KPK, sudah banyak penjahat “kerah putih” yang menggerogoti uang rakyat tertangkap oleh KPK. Mereka sudah memperoleh jabatan yang tinggi dengan segenap fasilitas yang diberikan oleh negara, tetapi masih saja melakukan praktik-praktik kotor dengan cara memanipulasi, menggelembungkan harga belanja barang, laporan keuangan fiktif dan sebagainya. Namun demikian, memang tidak semua pejabat berperilaku seperti itu. Banyak juga di antara pejabat di negeri ini yang masih memiliki hati nurani dengan berperilaku jujur dan amanah. Mereka hidup bersahaja dengan penghasilan yang cukup dan sah diberikan oleh negara.
Korupsi dimulai dari perilaku yang tidak jujur yang mungkin sudah sering dilakukan sejak kecil, baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Analisislah apa saja perbuatan yang sering dilakukan sebagai perbuatan tidak jujur, baik di lingkungan keluarga, kerja, sekolah, maupun masyarakat! Apa saja upaya yang harus dilakukan untuk menghindari hal tersebut?
Mulai saat ini marilah kita coba untuk mempertahankan kejujuran sebagai cermin kepribadian kita.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.