Friday, August 21, 2015

Riwayat Ummu Sulaim : Muslimah yang Teguh dan Romantis


Sudah jama’ bila orang mengagumi Aisyah ra. sebab kecerdasannya, sudah jama’ mereka mengagumi Khadijah ra., Fatimah ra. dan serentet yang lain. Tapi jiwa perempuanku terusik dengan sosok lain, sebuah sosok yang ehm.. romantis,cerdas dan teguh, setidaknya menurutku.

Nama aslinya dalam sejarah tidak banyak terungkap. Ada yang mengatakan al-Ghuamayda binti Milhan. Ummu Sulaim begitu saja kita sebut beliau.

1. Perempuan Teguh

Coba simak bagaimana perempuan ini meyakini kebenaran yang datang padanya. Ia ikuti dengan penuh kemantapan, meninggalkan suaminya yang saat itu kafir, Malik. Dibawanya serta anaknya anas bin Malik mengikuti manusia Agung bernama Muhammad, berhijrah. tidak mungkin bila ia seorang permpuan yang labil, penuh keraguan, diletakkannya kecintaannya pada manusia yang bersamanya ia mereguk cinta kemanusiaannya. Ditukarnya dengan cinta hakiki yang lebih membuatnya bergairah. Tidak mungkin bila ia sorang yang penuh dengan ketergantungan pada manusia. Ah, ummu sulaim. Bukan itu saja. Simak bagaimana ia masih tetap bertahan dengan keteguhannya tatkala seorang saudagar kaya namun kafir di Madinah, abu Thalhah melamarnya. Bukankah ia lagi-lagi tidak hendak menukar syahadatnya dengan tujuh kebun kurma milik Abu Thalhah? bukankah ia hanya berucap; cukuplah keislamanmu sebagai maharku, wahai Abu thalhah! ah, Ummu sulaim…….mungkinkah itu diucapkan seorang perempuan yang cinta dunia? padahal ummu sulaim seorang “single mother” saat itu. Bagaimana itu tidak menggetarkan seorang laki-laki ?dan keteguhan itulah yang menjadi perantara hidayah untuk Abu Thalhah.
Riwayat Ummu Sulaim : Muslimah yang Teguh dan Romantis
2. Perempuan Pendidik

Saat hijrah bersama putranya, diserahkannya Anas bin Malik pada Rasulullah, dididik oleh seorang yang dicintai Allah. Disuruhnya sang putra belajar dari manusia agung itu.dan setiap pulang ditanyainya putranya mengenai “pelajaran” yang didapatnya dari Rasulullah hari itu.

Diajarkannya pula pada Anas untuk menjaga rahasia Rasulullah sebaik-baiknya termasuk pada dirinya. Jadilah Anas bin Malik seorang yang paling banyak meriwayatkan hadits-hadits Rasulullah. Bagaimana itu dapat dilakukan kecuali oleh perempuan-perempuan yang berjiwa pendidik?

Bukan itu saja. Simak, kira-kira saat Abu Thalhah masuk Islam, bukankahUmmu Sulaim pasti “lebihfaham” mengenai dien? mungkin dalam konteks sekarang Abu Thalhah saat adalah seorang Mu’allaf. Dibimbingnya suaminya dengan keteguhan yang dia miliki. Dengan kehendak Allah, jadilah Abu Thalhah satu dari 10 orang yang dijamin masuk sorga, menjadi saudagar yang dermawan. Bagaimana hal itu dapat dilakukan kecuali oleh istri-istri yang teguh, cerdas,tidak materialis, dan penuh kesabaran? jadi, bukankah baik untuk belajar bahwa setiap perempuan muslim wajib siap menjadi ummu sulaim-ummu sulaim yang menjadi pendukung kebaikan dunia-akhirat keluarganya? Ah, Ummu sulaim….

3. Perempuan Cerdik Nan Romantis

Dalam bayanganku, Ummu sulaim pastilah seorang yang faham betul pada posisinya sebagai perempuan. Ia pendidik, ia seorang istri dan ibu yang pendidik. Pasti semua muslim pun tahu bagaimana kisahnya saat mengabarkan kematian putranya pada suaminya (Abu Thalhah). Lagi-lagi, pastilah Ummu Sulaim bukan seorang istri (perempuan) yang reaktif, mudah gugup, cengeng dan penakut. Ummu Sulaim (dalam konteks sekarang) mempunyai kecerdasan emosional tinggi, psikologisnya matang dan ia faham pula psikologis orang lain. Beliau mampu mengendalikan rasa sedih, mengendalikan ucapannya, tenang, mengambil keputusan yang tidak gegabah, dan beliau siap dengan resiko dari keputusan yang diambilnya (wajar bukan bila Abu Thalhah marah yang menganggap istrinya “terlambat” memberi tahu bahwa putranya meninggal?)

Lihat bagaimana Ummu Sulaim melakukan kewajibannya terlebih dahulu, memanage perasaannya dengan melayani suaminya dihari pertama pulang perang, melepaskan kepenatan suaminya. Ah, Ummu Sulaim yang romantis dan tenang…! Tidak mungkin perilaku-perilaku terpuji itu dilakukan perempuan-perempuan yang kurang “mengenal” Tuhannya, yang memaknai cobaan dari Tuhannya sebagai cinta!

Ia tidak langsung mengabarkan hal-hal jelek yang terjadi dirumah begitu suaminya pulang “kerja”, seperti yang sering dilakukan kebanyakan istri saat ini, mendamprat dan meraung-raung sebab marah pada suaminya ,bahkan sebelum suaminya sempat melepas sepatu! Waduh!

Dan Rasulullah membenarkan apa yang dilakukan Ummu Sulaim serta mendo’akan beliau dan suaminya agar memperoleh keturunan yang banyak dan sholeh setelah hari itu. Dan ? keturunan mereka selanjutnya adalah pejuang-pejuang Sholeh dijalan Allah. Subhanallah.

Ah!!! seandainya aku dan perempuan-perempuan Muslim bisa meneladaninya. Betapa rumah tangga-rumahtangga kami adalah surga. Betapa kami (jika mau belajar darinya) adalah perempuan-perempuan yang pendidik, pendidik yang teguh dan romantis. Perempuan yang paham betul perannya sebagai pribadi, istri, ibu.Dari rahim perempuan-perempuan seperti itulah lahir benih-benih peradaban. Ummu Sulaim perempuan yang hanif dan menghanifkan, teguh dan meneguhkan, cerdas dan mencerdaskan. Karakternya jelas, mempunyai visi dan misi hidup yang jelas sehingga hidupnya teratur dan yakin pada pertolongan Rabbnya Ini ia profil idola perempuan. Semoga ada Ummu Sulaim-Ummu Sulaim hari ini. Mari menjadikan kita salah satunya!

Wallahu a’lam bishshawwab
Sumber : http://www.kafemuslimah.com

Riwayat Pengorbanan Seorang Isteri dan Ibu : Ummu Imaroh


Pada setiap Bulan Dzulhijjah, umat Islam selalu diingatakan mengenai hakikat pengorbanan. Tentu saja, sebab pada bulan ini terdapat hari raya Idul Adha yang dilatarbelakangi oleh sikap pengorbanan Nabiyullah Ibrahim As. dan Ismail As. Kisah pengorbanan keduanya senantiasa abadi, hingga tidak satu pun jiwa orang-orang yang beriman kepada Allah SWT melewatkan peristiwa paling spektakuler di dunia itu.

Membicarakan kisah pengorbanan, khususnya untuk muslimah, tentu bisa digali dari berbagai peristiwa baik yang dialami para nabi, shahabat atau pun orang-orang shalih di masa lalu. Terlebih, kehidupan umat Islam di awal pertumbuhannya penuh dengan lika-liku yang tidak lepas dari pengorbanan kaum perempuan. Salah satu sosok pahlawan perempuan di masa Nabi Muhammad Saw. adalah Nusaibah Binti Ka’ab ra. Jiwa pengorbanannya menjadikan setiap orang yang menelurusuri sejarah peri kehidupannya, tertegun takjub, bahwa ternyata seorang perempuan mampu menjadi orang terkemuka di hadapan Nabi dan umat Islam pada masa itu. Tulisan berikut akan memaparkan bentuk pengorbanan salah seorang shahabiyat Nabi Saw. itu.

Keimanan yang Lurus

Kisah Pengorbanan Seorang Isteri dan Ibu : Ummu ImarohIa bernama Nusaibah Binti Ka’ab bin Amru bin ‘Auf al shohabiyyah al Fadhillah al Mujahidah al Anshoriyyah al Khazrajiyyah. Ummu Imaroh adalah julukan untuk wanita mulia ini. Beriman di kala kebanyakan orang mengingkari ajaran Nabi Muhammad Saw. adalah perkara yang tidak mudah. Namun, demikianlah yang dilakukan Ummu Imaroh kala itu. Suatu saat beliau menyimak paparan yang disampaikan suaminya, Zaid Bin Ashim yang baru saja menerima dakwah Islam dari Mush’ab Bin Umair. Zaid menceritakan mengenai seorang Rasul yang diutus dari kalangan Quraisy dan menyeru kepada manusia untuk beriman kepada Allah SWT. Dakwah sang Rasul yang begitu tegar dan berani walaupun mendapatkan tantangan yang luar biasa pun disampaikan Zaid dengan penuh keyakinan. Dia pun menceritakan betapa yang disampaikan Mush’ab Bin Umair itu telah membuat dirinya takjub hingga mengimani ajaran Rasulullah Saw.

Saat itulah hati Ummu Imaroh bergetar. Beliau tidak dapat menyembunyikan bisikan hati kecilnya untuk turut mengimani apa yang dibawa Rasul itu. Tak ada alasan untuk menolak, tidak ada keberatan untuk meningggalkan, maka Ummu Imaroh selanjutnya menyatakan, “Saya beriman kepada Allah sebagai ilah (Tuhan) dan Muhammad sebagai Nabi”. Dengan demikian Ummu Imaroh telah membuat keputusan awal yang paling baik dan menentukan sejarah kehidupannya kelak. Beliau mulia sebab memilih Islam.

Itulah pengorbanan pertama Ummu Imaroh. Beliau rela mengubur kesombongan yang biasanya ada pada manusia tatkala diseru untuk meninggalkan keyakinan lamanya. Kondisi seperti ini tentu jarang dijumpai saat ini. Bahkan tidak sedikit dijumpai muslim yang tidak rela meningalkan keyakinan yang bertentangan dengan aqidah Islam. Mereka bersyahadat namun mengemban sekulerisme, pluralisme dan liberalisme. Dan itu terjadi sebab mereka tidak mau menanggalkan kesombongan dirinya; merasa mempunyai kehidupan atau merasa mampu membuat ketentuan yang adil untuk manusia. Padahal semua itu hanya omong kosong. Tidakkah Ummu Imaroh telah memberikan pelajaran mendasar untuk kita?

Teguh dalam Janji di Hadapan Rasul

Tak cukup sekedar beriman, Ummu Imaroh yang telah membulatkan keimanan itu pun hendak menunjukkan kesetiaannya kepada Rasulullah Saw. Bersama suami dan kedua putranya, yaitu Hubaib dan Abdullah, Ummu Imaroh ikut dalam rombongan yang berjalan ke bukit Aqobah untuk menyatakan baiat atau janji kesetiaan kepada Rasulullah Saw. sebagai pemimpin dan kepala negara untuk kaum muslim. Peristiwa itu lebih dikenal dengan Baiat Aqobah kedua yang terjadi pada malam ke 13 bulan Dzulhijjah tahun ke 13 kenabian.

Inilah bentuk pengorbanan yang kedua dari sang politisi muslimah itu. Keikutsertaannya ini tentu layak diperhitungkan sebagai bentuk pengorbanan beliau dalam bidang politik. Beliau tidak ingin ketinggalan mendapat kebaikan dari peristiwa baiat Aqobah kedua yang adalah salah satu pilar bersejarah berdirinya daulah (negara) Islam di Madinah. Tak lama setelah peristiwa itu Rasulullah Saw. memerintahkan kaum muslimin di Mekkah untuk berhijrah ke Madinah dan menegakkan masyarakat di sana.

Ummu Imaroh bukanlah orang yang tidak peduli dengan nasib agama Islam yang terus memperoleh hinaan dan tantangan dari penduduk kafir Quraisy. Beliau juga menyadari bahwa dirinya adalah bagian dari orang-orang yang siap membantu dakwah Nabi Saw. di Madinah. Meski beliau seorang perempuan, kesadaran politik yang dimilikinya begitu tinggi, tidak kalah oleh mereka yang laki-laki. Beliau adalah salah satu dari dua orang yang terlibat dalam Baiat Aqobah kedua itu.

Inilah yang seharusnya disadari setiap muslimah abad ini. Kehidupan sekuler yang materialitsik telah melupakan tugas politik mereka. Kepedulian pada kondisi umat dan agama ini seharusnya menjadi bagian dalam kehidupan mereka. Sayangnya, masih banyak yang cuek alias tidak peduli. Tak hanya itu, kesadaran atas kondisi umat yang memprihatinkan saat ini seharusnya juga diikuti oleh semangat untuk memperbaiki dengan berdakwah beramar makruf nahi munkar, menentang semua bentuk kedholiman dan berperan aktif dalam dakwah menegakkan negara Islam. Ummu Imaroh sebenarnya telah memberikan inspirasi untuk muslimah untuk tidak ragu mengambil posisi terdepan dalam perjuangan dakwah Islam melalui kesadaran politik Islam yang dimilikinya.

Bertempur di Bukit Uhud

Janji setia yang beliau ikrarkan di Bukit Aqobah itu pun ternyata bukan omong kosong. Sungguh beliau telah mewujudkannya melalui sepak terjangnya membantu dakwah Islam di Madinah dan terlibat secara aktif dalam setiap peristiwa besar yang dialami kaum muslim.

Ummu Imaroh memang layak memperoleh julukan pahlawan perempuan Anshar. Kepahlawanannya sangat menonjol terutama dari aktivitas beliau yang mengikuti berbagai peperangan melawan orang-orang kafir. Beliau turut serta dalam Perang Uhud, Perjanjian Hudaibiyah, Umrah Qadha’, Perang Hunain dan Perang Yamamah di mana tangannya terpotong . Dapatkah kita membayangkan bagaimana jiwa seorang perempuan yang terlibat dalam berbagai medan pertempuran? Jika dia seorang pengecut, tentu tidak akan hadir di medan laga. Jika dia bukan orang yang yakin akan pahala dan kebaikan yang besar di sisi Allah SWT tentu dia lari dan bersembunyi. Namun itulah Ummu Imaroh. Beliau telah meyakinkan diri menjadi bagian yang bisa berarti dalam setiap kesempatan.

Dalam Perang Uhud, Ummu Imaroh ikut bersama suami dan kedua anaknya. Pada saat itu beliau membawa tempat yang berisi air. Beliau mendapati Rasulullah Saw. bersama para shahabatnya. Namun tatkala pasukan Islam mulai mengalami kekalahan, Ummu Imaroh pun maju ke medan perang untuk ikut bertempur menggunakan pedang dan panah.

Ketika ada salah seorang musuh yang datang hendak menyerang Rasulullah Saw. Ummu Imaroh dan beberapa shahabat membentuk tameng pertahanan untuk melindungi Rasulullah Saw. hingga orang yang hendak menyerang Rasulullah itu sempat memukul Ummu Imaroh . Kegigihan Ummu Imaroh dalam melindungi Rasulullah Saw. ini terlihat dari sabda beliau, “Aku tidak menoleh ke kiri dan ke kanan melainkan melihat Ummu Imarah”. Dan benar saja, pengorbanan Ummu Imaroh dalam perang Uhud ini tampak dari 12 bekas luka di tubuhnya.

Ummu Imaroh memang perempuan pemberani. Dia rela mengorbankan jiwa dan raganya. Tatkala Rasulullah Saw. melihat lukanya, Beliau Saw. bersabda kepada anak Ummu Imaroh, yaitu Abdullah, ” Ibumu, ibumu…balutlah lukanya. Ya Allah, jadikanlah mereka sahabat saya di surga “.

Mendengar doa yang disampaikan Rasulullah Saw. itu Ummu Imaroh pun berkata :“Aku tidak menghiraukan lagi apa yang menimpaku dari urusan dunia ini “. Kalimat seperti ini tentu tidak akan keluar dari mulut manusia yang lebih mencintai dunia. Cukuplah hal ini menjadi bukti bahwa Ummu Imaroh adalah orang yang telah menjual apa yang dimilikinya di dunia ini dengan surga. Inilah bentuk pengorbanan yang paling tinggi dari seorang manusia untuk Rabbnya.

Namun, bagaimana dengan kebanyakan muslimah kini. Kata-kata surga bak nyanyian merdu yang biasa menghiasi telinga mereka namun tidak berbekas dalam jiwa dan amalan. Kerinduan pada keridloan Allah SWT seakan jauh dari harapan, apalagi jika wajib dibayar dengan dunia dan isinya. Kenikmatan dunia telah banyak melalaikan visi dan misi yang seharusnya dimiliki muslimah. Jangankan terluka oleh goresan pedang dan anak panah -sebagaimana Ummu Imaroh- kebanyakan perempuan kini malah berlomba-lomba mempercantik diri, memoles dan memuluskan tubuh bahkan tidak sedikit yang wajib operasi plastik. Sesudah itu, mereka jajakan kecantikannya itu di hadapan laki-laki demi segenggam uang yang pasti akan habis dalam waktu cepat, bukan balasan surga yang pasti kekalnya seperti yang bakal diperoleh Ummu Imaroh. Tidakah kita malu, mengapa masih saja tertipu oleh silaunya dunia?

Isteri dan Ibu Teladan

Ummu Imaroh memang bukan perempuan biasa. Ketangguhan di medan juang, tidak mengurangi rasa tanggung jawabnya sebagai muslimah. Dia tetap mampu mengemban kewajibannya sebagai isteri untuk suaminya dan ibu untuk anak-anaknya. Pengorbanannya sebagai isteri nampak dari sikapnya pada kedua suaminya. Dengan suami yang pertama, Dia mampu menjadi pendamping dan teman perjuangan saat suami isteri ini menyatakan baiat di bukit Aqobah dan bersungguh-sungguh dalam membantu dakwah Rasulullah Saw di Madinah.

Adapun setelah hidup dengan suaminya yang kedua, Ummu Imaroh pun tidak pernah tertinggal untuk mendampingi suaminya dan memberikan berbagai pertolongan di medan pertempuran. Keduanya nampak dalam Perang Uhud, peristiwa Hudaibiyah, Perang Khaibar, Perang Hunain dan Perang Yamamah. Inilah pengorbanannya sebagai isteri seorang pejuang yang siap berjuang kapan pun, di mana pun dan dengan resiko apapun. Ummu Imaroh telah memerankannya dengan sangat baik.

Tidakkah seharusnya hal ini menjadi inspirasi untuk para istri di jaman modern kini. Tak seharusnya para isteri lebih mementingkan karirnya di luar rumah, jauh dari suami atau bahkan mempunyai dunia sendiri yang lebih mereka cintai dari pada kehidupan rumah bersama suami dan keluarga. Kemandirian perempuan yang dipropagandakan kaum feminis dan penggiat gender berhasil menipu sebagian perempuan, sehingga mereka lebih rela meninggalkan suaminya, tidak hanya dalam aktivitas bahkan ikatan penikahan. Perceraian meningkat sebab isteri merasa lebih mandiri secara ekonomi, mempunyai kebebasan mengatur urusannya sendiri tanpa campur tangan suami, atau semata-mata sebab tidak qonaah (menerima) apa yang diberikan suami. Sementara godaan pria lain terus mengintai, akibatnya perselingkuhan pun tidak terhindarkan. Dan akhirnya ikatan pernikahan mudah lepas oleh ganasnya kehidupan sekuler. Inilah penyakit yang banyak menghinggapi para isteri saat ini. Kesetiaan Ummu Imaroh pada sang suami selayaknya memberikan pengaruh, bahwa ikatan pernikahan sesungguhnya adalah jalan menuju ketaqwaan, jalan menuju diraihnya berbagai kebaikan sebagai suami isteri.

Ummu Imaroh juga layak menjadi ibu teladan. Beliau telah mampu mengantarkan putra putrinya sebagai generasi pembela Islam. Tak sedikit pun muncul keraguan dalam hantinya untuk melepas kedua putranya (Habib dan Abdullah) di setiap medan pertempuran dan tugas dakwah lainnya. Keteguhan kedua putranya mengemban amanah dakwah Islam cukup menjadi bukti bahwa mereka hidup dalam suasana pembinaan ruhiyyah baik di dalam keluarga yang tentu tidak lepas dari pengaruh Ummu Imaroh, sang ibu.

Saat perang Badar, anaknya -Abdullah- dengan gagah berani ikut berjuang menegakkan panji-panji Islam sehingga Islam mendapat kemenangan. Adapun kiprah Habib nampak saat dia memegang amanat sebagai utusan Khalifah Abu Bakar untuk menyampaikan surat kepada Musailamah al Kadzdzab. Ummu Imaroh pun mendorong agar anaknya mampu mengemban amanat itu dengan baik. Namun rupanya Habib wajib syahid tatkala membela Islam di hadapan kekufuran itu.

Mendengar kematian anaknya itu, Ummu Imaroh bukannya kecewa. Dia malah menerimanya dengan penuh keyakinan bahwa putranya mendapatkan kedudukan tinggi di sisi Allah SWT. Dia menerima khabar kematian itu dengan penuh kemuliaan serta kebanggaan sebab telah mempersembahkan yang terbaik untuk Islam dan kaum muslim.

Pengorbanan hakiki seorang ibu pada sang anak sepertinya menjadi barang langka saat ini. Terlebih saat ibu lebih senang menjadikan anaknya sebagai mesin uang, penghias rumah dan penyanjung harga diri alias prestise. Jangankan menanamkan ruh jihad pada anak, mereka malah antipati pada pemahaman Islam yang dianggap radikal. Berapa banyak pula ibu yang justru lebih memilihkan lembaga pendidikan yang berorientasi keilmuan dan pekerjaan saja untuk anaknya. Sementara pendidikan yang lebih menekankan pembentukan kepribadian Islam dianggap kuno, ketinggalan jaman, dan tidak bermutu. Itu semua tentu tidak mencerminkan sosok ibu baik. Keteladan Ummu Imaroh dalam mengarahkan buah hatinya selayaknya menginspirasi setiap ibu untuk mencetak generasi yang siap mengemban tanggung jawab masa depan Islam dan kaum muslim.

Pengorbanan Sepanjang Hayat

Ummu Imaroh memang telah dimuliakan Allah SWT melalui pengorbanannya di sepanjang hayat. Perang Yamamah yang memiliki tujuan untuk menumpas gerakan Musailamah telah membawanya pada puncak pengorbanan. Saat itu Ummu Imaroh dan anaknya -Abdullah- ikut serta dalam perang Yamamah. Musailamah yang sebelumnya telah membunuh Habib terbunuh oleh Abdullah -anak Ummu Imaroh yang lain. Inilah pengorbanan terakhirnya. Beberapa tahun setelah peristiwa Perang Yamamah itu, Ummu Imaroh meninggal dunia. Beliau pulang dengan dua belas bekas tusukan dan kehilangan satu tangan serta satu anaknya, semua diperolehnya dari medan pertempuran.

Itulah pengorbanan yang ikhlas semata-mata sebab Allah SWT. Beliau tidak mengenal kesal, mengeluh, mengadu, apalagi bersedih walaupun tubuhnya terluka sekalipun, walaupun belahan jiwanya hilang sekalipun. Karena sesungguhnya obat dari berbagai tantangan itu adalah harapan yang begitu tinggi untuk meraih ridhwanullah.

Seandainya kaum muslimah saat ini mempunyai himmah dan cita-cita semulia Ummu Imaroh, niscaya mereka tidak mudah melupakan Allah SWT dan berputus asa dari rahmat-Nya. Sungguh, menapaki kehidupan ini memang penuh cobaan. Tantangan perjuangan pun akan datang silih berganti. Namun, janji Allah SWT pasti ditepati. Ia akan menolong orang-orang yang menolong agama-Nya. Artinya, jika kaum muslim saat ini kembali kepada agama Alllah SWT, menjunjung tinggi syariat Islam sebagai satu-satu pengatur kehidupan mereka, niscaya umat Islam bisa keluar dari keterpurukan, kehinaan dan ancaman musuh-musuh Islam. Semua itu telah dibuktikan sendiri oleh Ummu Imaroh, dia telah mendapat kemenangan hakiki, saat segala daya upaya telah diberikan untuk menolong agama Allah SWT walaupun harus menjalani berbagai kesulitan dan kesakitan.

Penutup

Pengorbanan Ummu Imaroh memang tidak dapat disetarakan dengan pengorbanan Nabi Ibrahim as.dan Nabi Ismail as. Meski kedua kisah pengorbanan ini ada yang terjadi pada Bulan Dzulhijjah, masing-masing memang mempunyai dimensi yang berbeda. Namun, sebagai sosok perempuan yang rela mengorbankan apa yang dimilikinya di tengah kesulitan hidup pada zamannya, Ummu Imaroh layak menjadi teladan kaum ibu dan perempuan pada biasanya di masa kini.

Berkaca pada keteladanan itu, kaum muslimah saat ini wajib memiliki kesadaran politik Islam walaupun mereka sebagai seorang ibu dan isteri. Peran aktifnya sangat diperlukan untuk membangun masyarakat Islam. Muslimah manapun juga berhak mendapatkan surga sebagaimana Ummu Imaroh jika mereka mampu mempersembahkan jiwa dan raganya untuk Allah SWT semata-mata. Dunia ini terlalu kecil dan tidak layak ditukar oleh surga yang luasnya tidak dapat diperhitungkan manusia. Semoga akan terlahir Ummu Imaroh lain di sepanjang perjalanan umat Muhammad Saw ini. Aamiin. [] Noor Afeefa

Rujukan
Dr. Ahmad Sudirman Abbas, M.A, Mukjizat Doa dan Air Mata Ibu, Qultum Media, 2009.
Muhammad Ali Quthb, Perempuan Agung di Sekitar Rasulullah Saw, PT Mizan Publika
Sumber : http://hizbut-tahrir.or.id/2011/11/05/belajar-dari-pengorbanan-ummu-imaroh/

Kiat Menambah Penghasilan Keluarga Secara Islami


Allah Swt. berfirman dalam AlQuran :
وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ
"Orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain." (QS at-Taubah [9]: 71).
Krisis keuangan dapat dialami keluarga manapun, termasuk keluarga Muslim. Apalagi dengan kezaliman penguasa saat ini yang menaikkan harga BBM, yang telah memukul masyarakat, tak terkecuali keluarga Muslim. Akibatnya, kebutuhan keluarga baik kebutuhan primer, sekunder apalagi tersier sangat sulit untuk dapat dipenuhi. Namun demikian, kepala keluarga dari keluarga-keluarga Muslim menyadari betul, bahwa Allah Swt. telah membebani mereka untuk bertanggung jawab mencari nafkah (QS al-Baqarah [2]: 233). Nabi saw. bahkan bersabda:
«كَفَى بِالْمَرْءِ إِثْمًا أَنْ يَحْبِسَ عَمَّنْ يَمْلِكُ قُوتَهُ»
"Cukuplah seorang Muslim berdosa jika tidak mencurahkan upayanya untuk menafkahi orang-orang yang menjadi tanggungannya". (HR Muslim).
Hanya saja, saat kepala keluarga telah mengerahkan segala upaya untuk mencari nafkah, namun kebutuhan keluarga belum terpenuhi, maka istri/ibu sebagai sahabat di dalam kehidupan pernikahan akan segera terlibat untuk memberikan solusi-solusi yang membantu penyelesaian masalah ini. Ada beberapa kiat yang dapat dilakukan istri/Ibu:

Mengatur pengeluaran keluarga secara efektif dengan menerapkan prinsip prioritas.

Para istri/ibu saat ini dihadapkan pada berbagai kesulitan, di antaranya dalam mengatur anggaran belanja rumahtangga. Harga-harga kebutuhan pokok melangit hingga memaksa istri/ibu wajib berhitung konsentrasi antara kecukupan gizi keluarga dan anggaran yang tersedia. Belum lagi dihadapkan pada harga pakaian anak-anak yang mahal, pemilikan rumah layak huni yang tidak terjangkau, pendidikan anak-anak dan biaya kesehatan yang tidak murah, dll. Semua itu membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Pada saat yang sama, penghasilan suami tidak bertambah. Tentu, para istri/ibu Muslimah dituntut mempunyai prioritas yang jelas dalam mengelola keuangan dengan mengikuti prioritas dalam tuntunan syariah: pembelanjaan yang wajib didahulukan, lalu yang sunnah, baru lalu yang mubah. Istri/Ibu juga sangat diharapkan bisa kreatif dalam mengelola pendapatan keluarga, termasuk mengolah makanan. Ibu dapat mengolah bahan makanan yang sederhana menjadi makanan yang lezat dan mengundang selera makan anggota keluarga. Begitu juga untuk pekerjaan rumah. Saat suami/kepala keluarga tidak mampu menyediakan pembantu, seorang istri/ibu dengan ringan tangan dan cekatan mengatur waktu dalam melaksanakan pekerjaan rumahtangga tanpa menuntut secara berlebihan kepada suami. Dorongan akidahlah yang mendominasi ibu/istri dalam merawat rumah (rabb al-bayt) agar senantiasa bersih dan tertata dengan baik sehingga membuat anggota keluarga merasa nyaman dan betah di dalam rumah. Cukuplah Fatimah ra. sebagai suri teladan untuk para istri/ibu dalam hal kesabaran dan keuletannya mengurus rumah tangga, dalam keadaan mempunyai kekurangan finansial.

Sikap istri/ibu Muslimah saat keluarga mengalami kekurangan finansial adalah sabar dan ikhlas, tidak menuntut suami sebab dorongan seleranya atau selera tetangga sekalipun mereka selalu memprovokasi untuk membeli ini-itu yang tidak sejalan dengan tuntunan syariah. Kecerdasan seorang istri/ibu sangat diperlukan untuk memberi penjelasan kepada tetangga dan anak-anak, bahwa hidup ini memiliki tujuan untuk menaati Allah Swt. secara keseluruhan. Karena itu, segala keperluan yang mengarah pada tegaknya kewajiban untuk taat kepada-Nya wajib didahulukan. Misal: membeli buku-buku yang relevan untuk memahami Islam, membeli peralatan belajar atau pakaian syar‘i, membiayai transportasi untuk menjalani dakwah, wajib lebih didahulukan daripada membeli perlengkapan bermain (yang tidak mendidik) dan hiburan.

Mencarikan berbagai informasi mengenai berbagai alternatif pekerjaan/pekerjaan sampingan untuk suami.

Istri/ibu dapat juga berperan mencarikan berbagai informasi mengenai alternatif pekerjaan yang dapat dilakukan suami/kepala keluarga tanpa wajib mengorbankan waktu untuk akivitas penting lainnya. Hal ini sangat memungkinkan untuk dilakukan, sebab istri/ibu yang mempunyai interaksi tinggi dengan ibu-ibu yang lain (apakah dalam aktivitas dakwah, menuntut ilmu atau kegiatan-kegiatan sosial) dapat mencari info tentang berbagai peluang yang dapat dilakukan suami tanpa wajib merasa malu. Istri/ibu yang dapat mengakses internet dapat mencarikan berbagai informasi lowongan pekerjaan melalui situs internet. Dia juga bisa mencarikan lowongan pekerjaan untuk suami melalui jalur kekerabatan dalam keluarga besar.

Membantu menambah penghasilan keluarga.

Pada saat alternatif-alternatif di atas belum memberikan solusi yang tepat dalam mengatasi krisis keuangan keluarga, maka istri/Ibu dapat membantu secara langsung (bekerja). Hanya saja, ada beberapa hal yang wajib diperhatikan.

Pertama: kewajiban mencari nafkah tetap pada suami, bukan pada istri; istri sekadar membantu (Lihat: QS an-Nisa’ : 34).

Kedua: wajib disadari bahwa bekerja untuk perempuan hukumnya mubah saja, bukan wajib. Artinya, bekerja untuk istri/ibu hanyalah pilihan; bisa dilakukan atau tidak. Suami/kepala keluarga tidak berhak memaksa istri untuk bekerja. Jika ini terjadi berarti suami telah telah menzalimi istrinya.

Ketiga: Saat istri/ibu memilih bekerja demi menambah penghasilan keluarga tidak berarti kewajiban sebagai Ibu/manager rumahtangga (ummu wa rabb al-bayt) terbebaskan; tidak dibenarkan dia meminta keringanan untuk meninggalkan kewajiban-kewajiban yang lainnya. Misal: sebab ia bekerja, urusan mendidik anak diserahkan kepada pembantu; sebab alasan bekerja, dia meminta kelonggaran untuk tidak berdakwah. Karena itulah, istri/ibu sangat diharapkan cerdas dalam memilih jenis pekerjaan; tidak menyita waktu dan energi yang banyak. Misal: bekerja paruh waktu, bekerja dengan pekerjaan yang dapat dilakukan di rumah, membuka usaha bersama suami; dll. Dalam kondisi istri ikut bekerja, akan sangat arif sekali jika suami pun membantu pekerjaan istri di rumah jika mungkin untuk dilakukan. Misal: bapak dapat mempersiapkan perlengkapan pakaian sendiri untuk ke kantor, membantu memandikan anak, bergantian bersama istri menemani anak belajar, dan lain-lain.

Keempat: memilih pekerjaan yang tidak melanggar syariah. Dalam hal ini, jangan sampai demi membantu suami, seorang istri bekerja dengan melanggar syariah. Suami juga wajib harus memastikan apakah pekerjaan yang dipilih istrinya dibenarkan oleh syariah. Sebelum menerima suatu pekerjaan, pastikan kejelasan akad dalam hal jenis pekerjaan, jumlah jam kerja perhari, berapa hari perminggu, kesesuaian jumlah gaji, pekerjaan itu tidak mengandung riba, dll. Islam telah memberikan alternatif untuk Muslimah untuk bekerja terkait dengan bidang pendidikan dan kesehatan. Kedua bidang ini adalah yang terdekat dengan kodrat kewanitaan. Selain itu, Muslimah yang bekerja juga wajib memperhatikan suasana dan tempat bekerja. Misal: tempat bekerjanya tidak menyuburkan terjadinya percampuran antara laki-laki dan perempuan (ikhtilat) serta khalwat (bersepi-sepi dengan lawan jenis yang bukan mahram); wajib menutup aurat; tidak ber-tabarruj; tidak melaksanakan safar tanpa ditemani mahram; dll.

Kelima: Senantiasa menjalani seluruh aktivitas dengan motivasi ruhiah (dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWt.), bukan sebab materi semata. Seorang istri/ibu yang bekerja demi membantu suami tak akan terjebak dalam suasana konsumtif dan hedonis (hura-hura dalam menghamburkan uang). Dia tetap menyadari bahwa bekerja hanyalah aktivitas sementara yang dilakukan dalam rangka membantu tercukupinya kebutuhan-kebutuhan dalam standar yang dibenarkan oleh syariah. [Ir. Rezkiana Rahmayanti ; Penulis adalah pemerhati masalah keluarga] (www.baitijannati.wordpress.com)

sumber : http://www.hizbut-tahrir.or.id/al-waie/index.php/2007/07/02/kiat-menambah-penghasilan-keluarga/

Indahnya Ta’aruf Secara Islami


Ustzh Zahrina N menuliskan artikel ini dalam FB beliau (dikutip dari baitijannati.wordpress.com) :

Sengaja kugoreskan tulisan ini, kado untuk teman-teman FB ku yang sedang ta’aruf, atau yang akan melaksanakan ta’aruf secara Islami. Juga untuk pasangan yang sudah pernah melaksanakan ta’aruf Islami, kado tulisan ini kupersembahkan sebagai kenang-kenangan yang terindah yang pernah dilalui dahulu. Kudoakan semoga Allah SWT selalu memudahkan dan melancarkan ta’aruf Islami yang sedang atau akan berlangsung. Bagi pasangan yang sudah melaksanakan ta’aruf Islami, semoga langgeng pernikahannya, hingga kematianlah yang memisahkan kita dari pasangan kita. Aamiin

Bagi setiap aktivis da’wah, yang sudah memilih da’wah sebagai jalan hidupnya, tentunya wajib memiliki kepribadian Islamiyyah yang berbeda dengan orang-orang yang belum tarbiyah tentunya. Salah satu akhlak (kepribadian Islami) yang wajib dimiliki setiap ikhwan atau akhwat adalah saat memilih menikah tanpa pacaran. Karena memang dalam Islam tidak ada konsep pacaran, dengan dalih apapun. Misalnya, ditemani orang tualah, ditemani kakak atau adiklah sehingga tidak berdua-duan. Semua sudah sangat jelas dalam Alqur’an surat Al Isra ayat 32 yang artinya ”Dan janganlah kamu mendekati zina ; (zina) itu sungguh perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk.”. Apalagi sudah menjadi fihtrah untuk setiap pria pasti mempunyai rasa ketertarikan pada wanita begitu pula sebaliknya. Namun Islam memberikan panduan yang sangat jelas demi kebaikan ummatnya. Mampukah tiap diri kita menata semua, ya perasaan cinta, kasih sayang benar-benar sesuai dengan syari’ah? Dalam buku Manajemen Cinta karya Abdullah Nasih Ulwan, juga disebutkan, cinta juga wajib dimanage dengan baik, terutama cinta pada Allah SWT, Rasulullah SAW, cinta pada orang-orang shalih dan beriman. Jadi tidak mengumbar cinta secara murahan atau bahkan melanggar syariat Allah SWT.

Lalu bagaimanakah kiat-kita ta’aruf Islami yang benar agar nantinya tercipta rumah tangga sakinah mawaddah warohmah, berikut pengalaman penulis 14 tahun lalu yaitu :

1.Melakukan Istikharoh dengan sekhusyu-khusyunya
Setelah ikhwan mendapatkan data dan foto, lakukanlah istikharoh dengan sebaik-baiknya, agar Allah SWT memberikan jawaban yang terbaik. Dalam melaksanakan istikharoh ini, jangan ada kecenderungan dulu pada calon yang diberikan kepada kita. Tapi ikhlaskanlah semua hasilnya pada Allah SWT. Luruskan niat kita, bahwa kita menikah memang ingin benar-benar membentuk rumah tangga yang sakinah mawaddah warohmah. Seseorang biasanya mendapatkan sesuatu sesuai dengan apa yang diniatkannya.

2.Menentukan Jadwal Pertemuan (ta’aruf Islami)
Setelah Ikhwan melaksanakan istikharoh dan adanya kemantapan hati, maka segerlah melaporkan pada Ustadz, lalu Ustadz pun memberikan data dan foto kepada Ustadzah (guru akhwat), dan memberikan data dan foto ikhwan itu kepada Akhwat. Biasanya akhwat yang memang sudah siap, Insya Allah setelah istikharoh juga segera melaporkan kepada Ustadzahnya. Lalu segeralah atur jadwal pertemuan ta’aruf itu. Bisa dilakukan di rumah Ustadzah akhwatnya. Memang idealnya kedua pembimbing juga hadir, sebagai tanda kasih sayang dan perhatian pada mutarabbi (murid-murid). Hendaknya jadwal pertemuan disesuaikan waktunya, agar semua bisa hadir, pilihlah hari Ahad, sebab hari libur.

3.Gali pertanyaan sedalam-dalamnya
Setelah bertemu, hendaknya didampingi Ustadz dan Ustadzah, lalu saling bertanyalah sedalam-dalamnya, ya bisa mulai dari data pribadi, keluarga, hobi, penyakit yang diderita, visi dan misi mengenai rumah tangga. Biasanya pada tahap ini, baik ikhwan atau akhwat agak malu-malu dan grogi, maklum tidak mengenal sebelumnya. Tapi dengan berjalannya waktu, semua akan menjadi cair. Peran pembimbing juga sangat dibutuhkan untuk mencairkan suasana. Jadi tidak terlihat kaku dan terlalu serius. Dibutuhkan jiwa humoris, santai namun tetap serius.
Silakan baik ikhwan atau akhwat saling bertanya sedalam-dalamnya, jangan sungkan-sungkan, pada tahap ini. Biasanya pertanyaan-pertanyaan pun akan mengalir.

4.Menentukan waktu ta’aruf dengan keluarga akhwat
Setelah melaksanakan ta’aruf dan menggali pertanyaan-pertanyaan sedalam-dalamnya, dan pihak ikhwan merasakan adanya kecocokan visi dan misi dengan sang akhwat, maka ikhwan pun segera memutuskan untuk melaksanakan ta’aruf ke rumah akhwat, untuk berkenalan dengan keluarga besarnya. Ini pun sudah diketahui oleh Ustadz atau Ustadzah dari kedua belah pihak. Jadi memang semua wajib selalu dikomunikasikan, agar nantinya hasilnya juga baik. Jangan berjalan sendiri. Sebaiknya saat datang bersilaturahim ke rumah akhwat, Ustadz pun mendampingi ikhwan sebagai rasa sayang seorang guru pada muridnya. Tetapi jika memang Ustadz sangat sibuk dan ada da’wah yang tidak bisa ditinggalkan, bisa saja ikhwan didampingi oleh teman pengajian lainnya. Namun ingat,ikhwan jangan datang seorang diri, untuk menghindarkan fitnah dan untuk membedakan dengan orang lain yang terkenal di masyarakat dengan istilah ’ngapel’ (pacaran).
Hendaknya saat ideal untuk silaturahim ke rumah akhwat pada sore hari, biasanya lebih santai. Tapi bisa saja diatur oleh kedua pihak, kapan waktu yang paling tepat untuk silaturahim itu.

5.Keluarga Ikhwan pun boleh mengundang silaturahim akhwat ke rumahnya
Dalam hal menikah tanpa pacaran, adalah wajar jika orang tua ikhwan ingin mengenal calon menantunya (akhwat). Maka sah-sah saja, jika orang tua ikhwan ingin berkenalan dengan akhwat (calon menantunya). Sebaiknya saat datang ke rumah ikhwan, akhwat pun tidak sendirian, untuk menghindari terjadinya fitnah. Dalam hal ini bisa saja akhwat ditemani Ustadzahnya ataupun teman pengajiannya sebagai tanda perhatian dan kasih sayang pada mutarabbi.

6.Menentukan Waktu Khitbah
Setelah terjadinya silaturahim kedua belah pihak, dan sudah ada kecocokan visi dan misi dari ikhwan dan akhwat juga dengan keluarga besanya, maka jangalah berlama-lama. Segeralah tentukan kapan waktu untuk mengkhitbah akhwat. Jarak waktu antara ta’aruf dengan khitbah, sebaiknya tidak terlalu lama, sebab takut menimbulkan fitnah.

7.Tentukan waktu dan tempat pernikahan
Pada prinsipnya semua hari dan bulan dalam Islam adalah baik. Jadi hindarkanlah mencari tanggal dan bulan baik, sebab takut jatuh ke arah syirik. Lakukan pernikahan sesuai yang dicontohkan Rasulullah SAW, yaitu sederhana, mengundang anak yatim, memisahkan antara tamu pria dan wanita, pengantin wanita tidak bertabarruj (berdandan),makanan dan minuman tidak juga berlebihan.

Semoga dengan menjalankan kiat-kiat ta’aruf secara Islami di atas, Insya Allah akan terbentuk rumah tangga yang sakinah mawaddah warohmah…yang menjadi dambaan setiap keluarga muslim baik di dunia atau di akhirat.

Teriring doaku yang tulus kepada ikhwah dan akhwat fillah yang akan melangsungkan pernikahan kuucapkan ”Baarokallahu laka wa baaroka ’alaika wajama’a bainakumaa fii khoirin..

Dan untuk sahabat-sahabatku yang belum menikah, teriring doa yang tulus dari hatiku, semoga Allah SWT memberikan jodoh yang terbaik untuk semua baik di dunia atau di akhirat..Aamiin ya Robbal ’alamiin.

Sumber : FB Ustzh Zahrina N

Menjaga Aurat di Depan Kamera

Pesatnya perkembangan teknologi di era digital membawa perubahan perilaku pada manusia, tidak terkecuali remaja dan kaum Muslimah umumnya. Sifat narsis misalnya, begitu menggejala. Mereka penuh percaya diri tampil gaya dan centil di depan kamera.

Remaja hingga ibu-ibu muda, hobi berpose di depan kamera dengan aneka desain busana Muslimah yang heboh oleh aksesoris di sana-sini. Ada komunitas para fashion bloger yang sengaja mengekspose kecantikan cara berbusana Muslimahnya di dunia maya.

Ada pula panduan buku-buku tutorial cara pemakaian busana Muslimah dengan foto-foto Muslimah modis dan stylish. Itu masih tidak seberapa, sebab yang paling memprihatinkan adalah hobi remaja buka-bukaan aurat di depan kamera.

Ya, kenakalan remaja di era digital ini agaknya semakin menjadi. Selain hobi main games yang menghabiskan waktu, bermedia-sosial yang menyebabkan mereka ‘setengah autis’ alias sibuk dengan dunianya sendiri,chatting tidak kenal waktu, pacaran dan mesum di dunia maya, pose seksi, hingga bergaya (maaf) tanpa busana di depan kamera.

Yang terakhir ini, mungkin hanya iseng, sekadar untuk seru-seruan. Toh hanya dilihat sendiri, disimpan di HP pribadi. Itu alasan mereka. Mereka tidak sadar bahwa hal itu berisiko tinggi. Sungguh bahaya jika gambar tidak layak itu akhirnya jatuh ke tangan yang tidak berhak.

Menjaga Aurat di Depan KameraPasalnya, tidak ada jaminan, gagdet yang menjadi media berfoto ria itu tak akan berpindah tangan. Bukankah sudah biasa di antara kita saling meminjam handphone saat kehabisan pulsa, misalnya? Atau pinjam kamera digital atau handycam untuk keperluan dokumentasi. Saling meminjam tablet untuk sekadar ikut memainkan aplikasi, meminjam notebook atau laptop. Bagaimana jika memory card dalam perangkat HP, kamera atau handycam itu tersimpan foto-foto tidak senonoh dan disalahgunakan oleh yang meminjam?

Demikian pula jika suatu saat terjadi keteledoran atas perangkat digital itu. Seperti tertinggal di kendaraan umum, jatuh di jalan, hilang sebab dicuri, dirampas atau dirampok, dsb. Bukan tidak mungkin pose-pose di perangkat itu akan tersebar luas. Kalau sudah begitu, yang ada hanyalah rasa malu luar biasa. Bahkan, seketika nama baik pun hancur berantakan.

Sungguh sangat disesalkan jika peningkatan kecanggihan teknologi, malah ditandai dengan hilangnya urat malu manusia. Padahal perangkat itu diciptakan untuk memudahkan aktivitas manusia dan mendongkrak kualitas hidup.

Karena itu, kita wajib bijak memanfaatkan perangkat digital itu hanya untuk yang memiliki manfaat semata. Untuk hal-hal positif. Bukan tidak boleh berfoto-ria, sebab memang itu fungsi ditemukannya kamera. Bahkan, foto-foto menjadi bagian penting dari dokumentasi sejarah. Foto atau rekaman video bahkan bisa bercerita banyak hal.

Namun, satu poin penting dalam pemanfaatan perangkat digital ini adalah: jaga aurat di depan kamera. Laki-laki atau perempuan. Bukan hanya tidak bugil, tapi tidak juga berfoto seksi atau membuka aurat sekalipun bukan bagian tubuh yang paling vital. Ya, jika aurat perempuan adalah seluruh tubuhnya kecuali muka dan telapan tangan, maka cukup itu pula yang kita tampilkan di depan kamera. Ini untuk menjaga hal-hal yang tidak diinginkan. Dunia ini penuh orang jahat. Apalagi kejahatan di dunia maya, tidak kalah kekejamannya.

Nah, mulai saat ini, menjaga aurat bukan hanya di hadapan lawan jenis yang bukan mahram di dunia nyata. Juga, menjaga aurat saat di depan kamera. Jadikan ‘kamera’ ibarat lawan jenis yang membentuk rasa malu pada diri kita sehingga tidak bermain buka-bukaan.

Para orang tua, khususnya ibu-ibu (muda) wajib memberi contoh dan mengawasi putra-putrinya dalam pemakaian perangkat digital ini. Jangan sampai moral anak-anak dan remaja semakin merosot di tengah gegap gempita kemajuan teknologi.

Sekalipun pemanfaatan perangkat digital mubah hukumnya, namun perlu dicamkan agar jangan sampai menjadi lumbung dosa. Ya, jangan sampai perangkat digital yang kita beli mahal-mahal sebagai kebanggaan di dunia ini, menjadi kehinaan di akhirat kelak. Naúzubillahiminzalik.

Sumber : Tabloid MU edisi 115

Menjaga Aurat

Bagi anda yang masih suka membuka-buka aurat di depan umum mungkin anda belum tahu betapa banyak manfaat yang bisa anda dapatkan dengan menutup aurat anda. Menutup aurat baik adalah dengan menggunakan pakaian yang tidak memperlihatkan kulit bagian aurat, tidak memperlihatkan betuk tubuh yang menarik untuk lawan jenis, tidak tembus pandang.

Tidak bisa dipungkiri bahwa sebagian besar kaum wanita menyangka jika tidak memakai jilbab “hanyalah” dosa kecil yang tertutup dengan pahala yang banyak dari shalat, puasa, zakat dan haji yang mereka lakukan. Ini adalah cara berpikir yang salah wajib diluruskan. Kaum wanita yang tidak memakai jilbab, tidak saja telah berdosa besar kepada Allah, tetapi telah hapus seluruh pahala amal ibadahnya sebagai bunyi surat Al-Maidah ayat 5 baris terakhir yang artinya: “Barang siapa yang mengingkari hukum-hukum syariat Islam sesudah beriman, maka hapuslah pahala amalnya bahkan di akhirat ia termasuk orang-orang yang merugi.”

Sebagaimana kita ketahui, memakai jilbab untuk kaum wanita adalah hukum syariat Islam yang digariskan Allah dalam surat An-Nur ayat 59. Jadi kaum wanita yang tidak memakainya, mereka telah mengingkari hukum syariat Islam dan untuk mereka berlaku ketentuan Allah yang tidak bisa ditawar lagi, yaitu hapus pahala shalat, puasa, zakat dan haji mereka.

Sikap Allah di atas ini sama dengan sikap manusia dalam kehidupan sehari-hari sebagai terlambang dari peribahasa seperti: “Rusak susu sebelanga, sebab nila setitik”. Contohnya, segelas susu adalah enak diminum. Tetapi jika dalam susu itu ada setetes kotoran manusia, kita tidak membuang kotoran itu lalu meminum susu itu, tetapi kita membuang seluruh susu itu.

Begitulah sikap manusia jika ada barang yang kotor mencampuri barang yang bersih. Kalau manusia tidak mau meminum susu yang bercampur sedikit kotoran, begitu juga Allah tidak mau menerima amal ibadah manusia kalau satu saja perintah-Nya diingkari.

Di dalam surat Al A’raaf ayat 147, Allah menegaskan lagi sikapNya pada wanita yang tidak mau memakai jilbab, yang berbunyi, “Orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, juga mendustakan akhirat, hapuslah seluruh pahala amal kebaikan. Bukankah mereka tak akan diberi balasan selain dari apa yang telah mereka kerjakan?”

Kaum wanita yang tidak memakai jilbab didalam hidupnya, mereka telah sesuai dengan bunyi ayat Allah diatas ini, hapuslah pahala shalat, puasa, zakat, haji.

Tuesday, August 11, 2015

Lebih Dekat dengan Allah SWT yang Sangat Indah Nama-Nya

Allah Swt. berfirman: “Dan Allah memiliki al-Asmau-al-Husna (nama-nama yang terbaik), maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebutnya al-Asmau-al-Husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyalahartikan nama-nama-Nya.) Mereka kelak akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (Q.S. al-A’raf/7:180)

Ayat ini diturunkan saat ada seorang sahabat Nabi Muhammad saw. sedang berdoa seraya membaca, “Ya Rahman, Ya Rahim" (Wahai aat Yang Maha Pengasih, Wahai zat Yang Maha Penyayang). Ketika mendengar itu, orang-orang musyrik langsung menyebarkan tuduhan dan fitnah bahwa Nabi Muhammad saw. dan para sahabatnya menyembah dua Tuhan, yaitu Ya Rahman dan Ya Rahim.

Sebagai jawaban atas tuduhan orang kafir itu, maka turunlah ayat tadi (Q.S. al- A‘raf/7:180). Dengan jelas dan tegas ayat ini menyatakan bahwa Allah Maha Esa, namun Allah Swt. mempunyai sebutan lain berupa nama-nama yang indah. Indah untuk didengar, diucapkan, diterapkan, dan diteladani oleh hamba-Nya. Allah Swt. mempunyai al-Asmau-al-Husna (nama-nama yang indah), seperti al-‘Alim, al-Khabir, as-Sami’, al-Basir. Berdoalah kepada-Nya seraya menyebut al-Asmau-al-Husna, seperti ya 'Alim, ya Khabir, ya Sami’, ya Basir dan seterusnya sebab doa yang demikian akan lebih dikabulkan Allah Swt. Doa yang demikian juga bisa menginspirasi kita agar menjadi manusia yang ‘alim (berilmu), khabir (mau meneliti), sami (menjadi pendengar baik), dan Basir (pandai melihat kenyataan hidup).

Iman kepada Allah Swt.

Pernahkah kalian merasa dekat dengan Allah Swt. sehingga perasaanmu merasa begitu tenang? Pernahkah kalian merasa jauh dengan-Nya sehingga jiwamu terasa hampa? Melalui uraian berikut ini, mari kita belajar untuk lebih mengenal nama-nama Allah Swt. yang indah dan berusaha menjadi lebih dekat dengan-Nya. Allah Swt. mempunyai kasih dan sayang yang begitu besar pada hamba-Nya. Kita boleh bermohon apa saja kepada-Nya. Syaratnya, tentu kita wajib yakin akan keberadaan-Nya. Kalau kita belum yakin bahwa Allah Swt. itu ada, sudah barang tentu doa kita juga sia-sia.
Lebih Dekat dengan Allah SWT yang Sangat Indah Nama-Nya

Jadi, sebelum berdoa kepada Allah Swt., kita wajib yakin terlebih dulu bahwa Allah Swt. dapat memberikan apa yang kita butuhkan. Itu artinya kita wajib beriman kepada-Nya. Apakah iman itu? Kata iman berasal dari bahasa Arab yang berarti percaya. Makna iman dalam pengertian ini adalah percaya dengan sepenuh hati, diucapkan dengan lisan dan diamalkan dalam perbuatan sehari-hari.

Menjadi orang yang beriman bukan persoalan yang ringan atau mudah. Sebagai manusia yang mempunyai pertanggungjawaban kepada Allah Swt., iman menjadi sangat penting. Allah Swt. sendiri yang memerintahkan kita untuk beriman, sebagaimana firman Allah Swt yang artinya :
Wahai orang-orang yang beriman! Tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul- Nya (Muhammad) dan kepada Kitab (al-Qur’an) yang diturunkan kepada Rasul- Nya, serta kitab yang diturunkan sebelumnya. Barangsiapa ingkar kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sungguh, orang itu telah tersesat sangat jauh.”(Q.S. an-Nisa’/4:136)

Keimanan seseorang itu bisa tebal dan bisa tipis, bisa bertambah atau berkurang. Salah satu cara untuk meningkatkan keimanan kita kepada Allah Swt. adalah dengan memahami nama-nama-Nya yang baik dan indah. Kita sering mendengar nama-nama indah itu dengan sebutan al-Asmau al-Husna.

Makna al-Asmau al-Husna

Al-Asmau-al-Husna artinya nama-nama Allah Swt. baik. Allah Swt. mengenalkan dirinya dengan nama-nama-Nya baik, sesuai dengan firman Allah Swt.  yang artinya :
Dan Allah memiliki al-Asmau-al-Husna (nama-nama yang terbaik), maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebutnya al-Asmau-al-Husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyalahartikan nama-nama-Nya.) Mereka kelak akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (Q.S. al-A’raf/7:180)

Rasulullah saw. menjelaskan bahwa nama-nama Allah Swt. baik (al- Asmau-al-Husna) itu berjumlah 99. Barang siapa yang menghafalnya maka Allah Swt. akan memasukkan ke dalam surga-Nya.

Aktivitas Kelompok :
  1. Masing-masing kelompok mencari musik lagu "al-Asmau-al-Husna" lalu mendengarkan dan menyanyikan kembali lagu itu bersama dengan kelompoknya ! 
  2. Menuliskan al-Asmau-al-Husna selain yang empat di atas di kertas folio dan tempelkan di dinding kelasmu agar mudah di hafal !


1. Al-‘Alim

Pada artikel ini hanya empat al-Asmau-al-Husna yang akan kalian pelajari, yaitu: al-‘Alim, al-Khabir, as-Sami’, al-Basir. Setelah mempelajari topik ini, kalian diharapkan dapat menjelaskan makna keempat al-Asmau-al-Husna itu, dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Al-‘Alim artinya Maha Mengetahui. Allah Swt. Maha Mengetahui yang tampak atau yang gaib. Pe­ngetahuan Allah Swt. tidak terbatas oleh ruang dan waktu. Segala aktivitas yang dilakukan makhluk diketahui oleh Allah Swt. Bahkan, peristiwa yang akan terjadi pun sudah diketahui oleh Allah Swt. Dengan kata lain, pengetahuan Allah Swt. itu tanpa batas. Luar biasa, bukan? Agar lebih yakin perhatikan firman-Nya berikut ini.

Dan pada sisi Allahlah kunci-kunci semua yang gaib. Tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri. dan Dia mengetahui apa yang ada di darat dan di laut. Tidak ada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula). dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak pula sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfus).” (Q.S. al-An’am/6:59)

Subhanallah, luar biasa! Perlu kalian ketahui bahwa Allah Swt. menyuruh kita untuk menggali ilmu sebanyak-banyaknya, agar kalian dapat mengetahui ciptaan-Nya, baik yang ada di langit atau yang ada di bumi. Sesungguhnya, Allah Swt. sangat menyukai orang yang rajin mencari ilmu pengetahuan dan mengamalkannya. Perilaku yang dapat diwujudkan dalam meyakini sifat Allah al-‘Alim adalah kita wajib terus-menerus mencari ilmu-ilmunya Allah Swt. dengan cara belajar dan merenungi ciptaan-Nya. Tapi ingat! Penting juga untuk diperhatikan bahwa kita tidak boleh merasa paling pandai. Orang berilmu itu wajib tetap rendah hati. Seperti pohon padi, semakin berisi semakin merunduk.

Aktivitas Siswa :
1. Perhatikan Q.S. al-An’am/6:59 pada pembahasan al-Asmau-al-Husna mengenai al-‘Alim !
2. Jelaskan pesan-pesan yang ada pada Q.S. al-An’am/6:59 itu !

2. Al- Khabir

Al-Khabir artinya Mahateliti. Allah Mahateliti pada semua ciptaan-Nya. Allah Swt. menciptakan berjuta-juta makhluk, semuanya berfungsi sesuai dengan apa yang Ia kehendaki. Tidak ada satupun ciptaan Allah Swt. yang salah sasaran. Ini menandakan bahwa Allah Maha teliti dalam menciptakan makhluk-Nya.

Demikian pula Allah dapat mengetahui secara detail apa yang dikerjakan makhluknnya. Dalam Q.S. at-Taubah/9:16 Allah Swt. berfirman: “... dan Allah Mahateliti pada apa yang kalian kerjakan.” (Q.S. at-Taubah/9: 16) Perilaku yang dapat diwujudkan untuk orang yang percaya bahwa Allah Swt. Mahateliti adalah hendaklah kita wajib waspada dan teliti betul apa yang kita lakukan atau yang akan kita lakukan. Kita wajib teliti dan cermat dalam melakukan kegiatan, baik di sekolah, di rumah, atau di tempat lainnya. Orang yang teliti akan mendapatkan hasil maksimal, dan tak akan menyesal di lalu hari.

Aktivitas Siswa :
1. Perhatikan Q.S. at-Taubah/9: 16 pada pembahasan al-Asmau-al-Husna mengenai al- Khabir !
2. Jelaskan pesan-pesan yang ada pada Q.S. at-Taubah/9: 16) !

3. As-Sami’

As-Sami’ artinya Maha Mendengar. Allah Swt. Maha Mendengar semua suara apapun yang ada di alam semesta ini. Pendengaran Allah Swt. tidak terbatas, tidak ada satu pun suara yang lepas dari pendengaran-Nya, walaupun suara itu sangat pelan. Hal ini sesuai dengan firman-Nya:

... dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. al-Baqarah/2:256)

Perilaku yang mencerminkan keimanan kepada Allah Swt. yang mempunyai sifat Maha Mendengar adalah kita wajib mau mendengarkan orang lain yang sedang berbicara. Terlebih lagi jika yang sedang berbicara adalah guru atau orang tua kita. Lalu, bagaimana sikap kita jika tidak senang pada apa yang disampaikannya? Tentu kita wajib sampaikan hal itu kepada lawan bicara kita dengan sikap dan bahasa yang santun.

As-Sami’ juga bisa diteladani dengan cara menjadi orang yang peka pada informasi. Sebagai generasi muslim kalian tidak boleh ketinggalan informasi. Di samping itu kalian wajib terus berlatih untuk dapat memilah informasi baik dan buruk, yang hak dan yang batil.

Aktivitas Siswa :
1. Perhatikan (Q.S. al-Baqarah/2:256) pada pembahasan al-Asmau-al-Husna mengenai as-Sami’ !
2. Jelaskan pesan-pesan yang ada pada (Q.S. al-Baqarah/2:256)

4. Al-Basir

Al-Basir artinya Maha Melihat. Allah Maha Melihat segala sesuatu meskipun lembut dan kecil. Allah Swt. melihat apa saja yang ada di langit dan di bumi, bahkan seluruh alam semesta ini dapat dipantau. Hal ini sesuai dengan

firman-Nya: “Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang gaib di langit dan di bumi. dan Allah Maha Melihat apa yang kalian kerjakan.” (Q.S. al-Hujurat/49:18) Perilaku yang mencerminkan keyakinan bahwa Allah Maha Melihat adalah hendaklah kita berusaha semaksimal mungkin untuk dapat melihat peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam ini sebagai bahan renungan akan kebesaran Allah Swt. Kita diajarkan untuk pandai dan cermat dalam memandang berbagai persoalan di sekeliling kita. Namun jangan lupa, kita juga wajib selalu introspeksi diri untuk melihat kelebihan dan kekurangan kita sendiri agar hidup menjadi lebih terarah. Sungguh hal ini sangat indah untuk diamalkan.

Aktivitas Siswa :
1. Perhatikan Q.S. al-Hujurat/49: 18 pada pembahasan al-Asmau al-Husna mengenai al-Basir !
2. Jelaskan pesan-pesan yang ada pada Q.S. al-Hujurat/49: 18 !

Hikmah Beriman kepada Allah Swt.


Orang yang beriman tentu merasa dekat dengan Allah Swt. Oleh sebab merasa dekat, ia berusaha taat, menjalankan perintah dan menjauhi segala larangan-Nya. Sungguh bahagia dan beruntung manusia yang bisa seperti ini. Jadi, orang yang beriman akan medapatkan berbagai keuntungan, antara lain sebagai berikut.

  1. Selalu memperoleh pertolongan dari Allah Swt. Hal ini sesuai dengan firman-Nya: ”Sesungguhnya Kami menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari kiamat).”(Q.S. al-Mμ’min/40: 51).
  2. Hati menjadi tenang dan tidak gelisah. Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt.: ”(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah hanya dengan mengingat Allahlah hati menjadi tenteram.”(Q.S. ar-Ra’d/13: 28).
  3. Sepanjang masa hidupnya tak akan pernah merasa rugi. Sebaliknya, tanpa dibekali iman sepanjang usianya diliputi kerugian, sebagaimana firman Allah Swt. berikut ini. ”Demi masa, sungguh, manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran.”(Q.S. al-Asr/103:1-3) Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti


1. Perhatikan (Q.S. al-Asr/103:1-3) di atas dan jelaskan pesan-pesan yang terkandung di dalamnya !
2. Sebutkan cara- cara untuk memberikan nasihat kepada orang lain !

Bacalah cerita berikut!
Kisah Si Penggembala Kambing
Abdullah bin Dinar berjalan bersama Khalifah Umar bin Khattab dari Madinah menuju Mekah. Di tengah perjalanan, bertemulah mereka berdua dengan anak gembala. Khalifah hendak mencoba menguji si gembala itu. "Wahai anak gembala, juallah kepadaku seekor anak kambing dari ternakmu itu!" ujar Amirul Mukminin. "Aku hanya seorang budak," jawab si gembala. Khalifah pun membujuk: "Kambing itu amat banyak. Apakah majikanmu tahu?". "Tidak, majikanku tidak tahu berapa ekor jumlah kambingnya. Ia tidak tahu berapa kambing yang mati dan berapa yang lahir. Ia tidak pernah memeriksa dan menghitungnya."
Khalifah terus mencoba membujuk: "Kalau begitu hilang satu ekor kambing, majikanmu tak akan tahu. Atau katakan saja nanti pada tuanmu, anak kambing itu dimakan serigala. Ini uangnya, terimalah! Ambil saja buat kalian untuk membeli busana atau roti." Anak gembala tetap tidak terbujuk dan mengabaikan uang yang disodorkan oleh Umar.
Si pengembala diam sejenak. Ditatapnya wajah Amirul Mukminin. Dari bibirnya terucaplah kata-kata yang menggetarkan hati Khalifah Umar, ‘’Jika Tuan menyuruh saya berbohong, lalu di mana Allah? Bukankah Allah Maha Melihat? Apakah Tuan tidak yakin bahwa Allah pasti mengetahui siapa yang berdusta?’’ Umar bin Khattab gemetar mendengar ucapan si gembala itu. Rasa takut menjalari seluruh tubuhnya, persendian tulangnya terasa lemah. Ia menangis. Mendengar kalimat tauhid itu yang mengingatkannya kepada keagungan Allah Swt. dan tanggung jawabnya di hadapan-Nya kelak. Lalu dibawanya anak gembala yang berstatus budak itu kepada tuannya, Khalifah menebusnya, dan telah berkata kepadanya: ‘’Telah kumerdekakan kamu, Nak.”

Rangkuman "Lebih Dekat dengan Allah SWT yang Sangat Indah Nama-Nya"
  1. Iman kepada Allah Swt. adalah percaya dengan sepenuh hati bahwa Ia itu ada, diucapkan dengan lisan dan diamalkan dalam perbuatan sehari-hari.
  2. Al-Asmau-al-Husna adalah nama-nama Allah Swt. baik. Di antara al-Asmau al-Husna itu adalah : al-‘Alim (Maha Mengetahui), al- Khabir (Mahateliti), as-Sami’(Maha Mendengar) dan, al-Basir (Maha Melihat).
  3. Cara meneladani asmaul husna dalam kehidupan sehari-hari adalah, mencintai ilmu pengetahuan, selalu gigih dalam mencari ilmu, dalam melaksanakan pekerjaan ingin selalu yang sempurna, teliti dalam berbuat, mau mendengarkan apa yang dikatakan orang lain sebagai masukan, dan selalu melihat dan mengamati akibat apa yang akan terjadi dan mampu mengatasinya.
  4. Hikmah beriman kepada Allah Swt. adalah: akan selalu ditolong oleh Allah Swt. hati menjadi tenang dan tidak gelisah, dan medatangkan keuntungan dunia akhirat.


Jawablah apa yang dinyatakan-pernyataan berikut ini sesuai dengan perilaku kalian! (Ya/Tidak)
  1. Saya meyakini bahwa Allah Swt. mengetahui semua yang ada di langit dan di bumi.
  2. Saya meyakini bahwa ilmu yang saya dapatkan adalah hasil jerih payah semata.
  3. Saya wajib berbaik sangka kepada Allah Swt. dan orang lain sebab tidak mengetahui apa yang terjadi pada orang itu.
  4. Saya meyakini bahwa saya boleh berkata semaunya sebab tidak ada yang mendengarnya.
  5. Saya meyakini bahwa kita boleh berbuat sesuka hati selama tidak ada orang yang melihat.
  6. Saya meyakini bahwa penglihatan Allah Swt. juga ada batasnya.
  7. Saya meyakini bahwa paranormal pasti dapat mengetahui sesuatu baik yang tersembunyi atau tidak, sebab ia memiliki indera keenam.
  8. Saya meyakini bahwa Allah Swt. kadang-kadang melihat perilaku dan perbuatan saya.
  9. Saya meyakini bahwa saya wajib selalu memuji Allah Swt. atas ilmu pengetahuan yang dimiliki-Nya.

Sumber : Buku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti Kelas VII SMP/MTs Depdikbud

Sunday, August 2, 2015

Ayat-ayat dan Hadis Nabi tentang Larangan Mencuri dan Hukumannya

Pada sekarang ini banyak manusia yang telah melupakan kewajiban dan larangan dalam agama Islam khusunya larangan mencuri. Dikota besar ataupun di pedesaan sering kali terjadi tindakan kriminalisme, umunya mereka mencuri ataupun merampok dengan alasan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehingga mereka berani untuk melakukan tindakan haram tersebut.
Mencuri ataupun merampok dalam islam dapat diartikan sebagai tindakan mengambil hak harta orang lain tanpa sepengetahuan atau tidak dari sang pemilik. Dalam agama Islam mencuri dan menyamun adalah perbuatan yang dilarang. Kebanyakan orang hanya mengerti dasar hukum mencuri dan menyamun secara mendasar. Dan tanpa ada pemikiran untuk dapat memahami lebih mendalam mengenai hukum tindakan tersebut dalam kajian islam yang sesunguhnya.
Untuk dapat memahami larangan mencuri dan hukumnya, berikut ini ayat-ayat dan hadis nabi tentang hal tersebut.

Firman Allah SWT :
وَ السَّارِقُ وَ السَّارِقَةُ فَاقْطَعُوْآ اَيْدِيَمُهَا جَزَآءً بِمَا كَسَبَا نَكَالاً مّنَ اللهِ، وَ اللهُ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ. فَمَنْ تَابَ مِنْ بَعْدِ ظُلْمِه وَ اَصْلَحَ فَاِنَّ اللهَ يَتُوْبُ عَلَيْهِ، اِنَّ اللهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ. المائدة:38-39
Ayat-ayat dan Hadis Nabi tentang Larangan Mencuri dan HukumannyaLaki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksa dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Maka barangsiapa bertaubat (diantara pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. [QS. Al-Maidah : 38-39]

Hadits-hadits Nabi SAW :
عَنْ عَائِشَةَ رض اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص قَالَ: اَتَشْفَعُ فِى حَدٍّ مِنْ حُدُوْدِ اللهِ، ثُمَّ قَامَ فَخَطَبَ فَقَالَ: اَيُّهَا النَّاسُ، اِنَّمَا اَهْلَكَ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ اَنَّهُمْ كَانُوْا اِذَا سَرَقَ فِيْهِمُ الشَّرِيْفُ تَرَكُوْهُ، وَ اِذَا سَرَقَ فِيْهُمُ الضَّعِيْفُ اَقَامُوْا عَلَيْهِ اْلحَدَّ. متفق عليه و اللفظ لمسلم
Dari ‘Aisyah RA bahwasanya Rasulullah SAW bersabda (kepada Usamah bin Zaid), “Apakah kamu akan membela orang yang melanggar hukum dari hukum-hukum Allah ?”. Kemudian beliau berdiri dan berkhutbah, lalu bersabda, “Hai manusia, sesungguhnya orang-orang yang sebelum kalian telah binasa karena mereka itu apabila orang terhormat di kalangan mereka yang mencuri, mereka membiarkannya. Tetapi jika - orang lemah diantara mereka yang mencuri, mereka menghukumnya”. [HR. Muttafaq ‘alaih, dan ini adalah lafadh Muslim].

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: كَانَتِ امْرَاةٌ مَخْزُوْمِيَّةٌ تَسْتَعِيْرُ اْلمَتَاعَ وَ تَجْحَدُهُ فَاَمَرَ النَّبِيَّ ص بِقَطْعِ يَدِهَا. فَاَتَى اَهْلُهَا اُسَامَةَ بْنَ زَيْدٍ فَكَلَّمُوْهُ، فَكَلَّمَ النَّبِيَّ ص فِيْهَا. فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ ص: يَا اُسَامَةُ لاَ اَرَاكَ تَشْفَعُ فِى حَدٍّ مِنْ حُدُوْدِ اللهِ عَزَّ وَ جَلَّ. ثُمَّ قَامَ النَّبِيُّ ص خَطِيْبًا فَقَالَ: اِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بِاَنَّهُ اِذَا سَرَقَ فِيْهِمُ الشَّرِيْفُ تَرَكُوْهُ وَ اِذَا سَرَقَ فِيْهِمُ الضَّعِيْفُ قَطَعُوْهُ. وَ الَّذِىْ نَفْسِىْ بِيَدِهِ لَوْ كَانَتْ فَاطِمَةُ بِنْتُ مُحَمَّدٍ لَقَطَعْتُ يَدَهَا. فَقَطَعَ يَدَ اْلمَخْزُوْمِيَّةِ. احمد و مسلم و النسائى
Dari ‘Aisyah ia berkata : Dahulu ada seorang wanita Makhzumiyah meminjam barang (perhiasan), kemudian dia mengingkarinya. Lalu Nabi SAW memerintahkan supaya dipotong tangannya. Lalu keluarga wanita itu datang kepada Usamah bin Zaid, lalu menceritakan masalah itu kepadanya. Kemudian Usamah bin Zaid menyampaikan kepada Nabi SAW tentang hal itu. Maka Nabi SAW menjawab, “Hai Usamah, aku tidak menganggapmu bisa memberikan pertolongan (membebaskan) hukuman dari hukuman-hukuman Allah ‘Azza wa Jalla”. Kemudian Nabi SAW berdiri dan berkhutbah, beliau bersabda dalam khutbahnya, “Sesungguhnya telah hancur ummat-ummat sebelum kalian, karena apabila ada orang terhormat di kalangan mereka itu yang mencuri, mereka membiarkannya. Tetapi apabila orang lemah di kalangan mereka yang mencuri, mereka potong tangannya. Demi Allah yang jiwaku di tangannya, seandainya Fathimah (putri Muhammad) mencuri, tentu aku potong tangannya”. Lalu beliau SAW memotong tangan wanita Makhzumiyah itu. [HR. Ahmad, Muslim dan Nasai]

عَنْ اَبِى اُمَيَّةَ اْلمَخْزُوْمِيِّ رض قَالَ: اُتِيَ رَسُوْلُ اللهِ ص بِلِصٍّ قَدِ اعْتَرَفَ اِعْتِرَافًا وَ لَمْ يُوْجَدْ مَعَهُ مَتَاعٌ، فَقَالَ لَهُ رَسُوْلُ اللهِ ص: مَا إِخَالُكَ سَرَقْتَ ؟ قَالَ: بَلَى. فَاَعَادَ عَلَيْهِ مَرَّتَيْنِ اَوْ ثَلاَثًا، فَاَمَرَ بِهِ فَقُطِعَ وَ جِيْءَ بِهِ، فَقَالَ: اِسْتَغْفِرِ اللهَ وَ تُبْ اِلَيْهِ. فَقَالَ: اَسْتَغْفِرُ اللهَ وَ اَتُوْبُ اِلَيْهِ. فَقَالَ: اَللّهُمَّ تُبْ عَلَيْهِ ثَلاَثًا. اخرجه ابو داود و اللفظ له و احمد و النسائى و رجاله ثقات. و اخرجه الحاكم من حديث ابى هريرة رض: فَسَاقَهُ بِمَعْنَاهُ. وَ قَالَ فِيْهِ: اِذْهَبُوْا بِهِ فَاقْطَعُوْهُ ثُمَّ احْسِمُوْهُ. و اخرجه البزار و قال لا بأس باسناده
Dari Abu Umayyah Al-Makhzumiy RA, ia berkata : Telah dihadapkan kepada Rasulullah SAW seorang pencuri yang telah mengaku sedangkan barangnya sudah tidak ada, maka Rasulullah SAW bersabda, “Aku tidak menyangka kamu telah mencuri”. Ia berkata, “Betul, saya telah mencuri, ya Rasulullah”. Dia mengulangi pengakuannya itu dua atau tiga kali. Kemudian beliau memerintahkan (supaya orang itu dipotong tangannya), lalu orang itu pun dipotong tangannya. Kemudian orang itu dihadapkan lagi pada beliau, maka beliau bersabda, “Mohon ampunlah pada Allah dan bertaubatlah pada-Nya”. Ia berkata, “Saya mohon ampun pada Allah dan bertaubat pada-Nya”. Lalu beliau berdoa, “Ya Allah, terimalah taubatnya”. Beliau mengulangi doanya itu hingga tiga kali. [HR. Abu Dawud, dan ini adalah lafadhnya, Ahmad dan Nasai juga meriwayatkan, dan rawi-rawinya tsiqat. Dan Hakim pun meriwayatkan pula dari hadits Abu Hurairah RA dan menyebutkan yang semakna dengan itu. Pada hadits itu beliau bersabda], “Bawalah dia dan potonglah tangannya, kemudian obatilah bekas potongan itu”. [HR Al-Bazzar, ia berkata, “Sanadnya tidak mengapa”]

عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص اُتِيَ بِسَارِقٍ قَدْ سَرَقَ شَمْلَةً فَقَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ، اِنَّ هذَا قَدْ سَرَقَ. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: مَا اِخَالُهُ سَرَقَ؟ فَقَالَ السَّارِقُ: بَلَى يَا رَسُوْلَ اللهِ. قَالَ: اِذْهَبُوْا بِهِ فَاقْطَعُوْهُ ثُمَّ احْسِمُوْهُ ثُمَّ ائْتُوْنِى بِهِ فَقُطِعَ فَاُتِيَ بِهِ. فَقَالَ: تُبْ اِلَى اللهِ. قَالَ: قَدْ تُبْتُ اِلَى اللهِ. فَقَالَ: تَابَ اللهُ عَلَيْكَ. الدارقطنى
Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa pernah dihadapkan kepada Rasulullah SAW seorang pencuri yang mencuri jubah, lalu mereka (para shahabat) berkata, “Ya Rasulullah, sesungguhnya orang ini telah mencuri”. Kemudian Rasulullah SAW bersabda, “Aku tidak menyangka bahwa dia mencuri”. Si pencuri itu menjawab, “Betul ya Rasulullah, saua telah mencuri”. Maka Rasulullah SAW bersabda, “(Jika begitu) bawalah dia pergi, dan potonglah tangannya, lalu obatilah dia, setelah itu bawalah dia kemari”. Kemudian ia dipotong (tangannya), lalu dibawa kepada Rasulullah SAW. Maka Rasulullah SAW bersabda, “Bertaubatlah kamu kepada Allah”. Pencuri itupun lalu menyatakan, “Sungguh aku telah bertaubat kepada Allah”. Lalu Rasulullah SAW berdoa, “Semoga Allah menerima taubatmu”. [HR Daruquthni]

Besarnya nilai barang curian yang menyebabkan potong tangan
عَنْ عَائِشَةَ رض قَالَتْ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: لاَ تُقْطَعُ يَدُ سَارِقٍ فِى رُبُعِ دِيْنَارٍ فَصَاعِدًا. متفق عليه و اللفظ لمسلم، و لفظ البخارى: تُقْطَعُ يَدُ السَّارِقِ فِى رُبُعِ دِيْنَارٍ فَصَاعِدًا. و فى رواية لاحمد: اِقْطَعُوْا فِى رُبُعِ دِيْنَارٍ، وَ لاَ تَقْطَعُوْا فِيْمَا هُوَ اَدْنَى مِنْ ذلِكَ. وَ كَانَ رُبُعُ الدِّيْنَارِ يَوْمَئِذٍ ثَلاَثَةَ دَرَاهِمَ، وَ الدِّيْنَارُ اِثْنَى عَشَرَ دِرْهَمًا.
Dari ‘Aisyah RA ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Tidak dipotong tangan pencuri kecuali pada pencurian seperempat dinar atau lebih”. [HR. Muttafaq ‘alaih, lafadh ini bagi Muslim, adapun lafadh Bukhari], “Tangan pencuri dipotong karena mencuri seperempat dinar atau lebih”. [Dalam satu riwayat oleh Ahmad], “Potonglah tangan pencuri karena mencuri seperempat dinar, dan janganlah kalian potong dalam pencurian yang kurang dari itu. Dan seperempat dinar pada waktu itu sama dengan tiga dirham, jadi satu dinar sama dengan dua belas dirham”.

عَنِ ابْنِ عُمَرَ رض اَنَّ النَّبِيَّ ص قَطَعَ فِى مِجَنٍّ ثَمَنُهُ ثَلاَثَةُ دَرَاهِمَ. متفق عليه
Dari Ibnu ‘Umar RA, bahwasanya Nabi SAW memotong tangan pencuri perisai yang harganya tiga dirham. [HR. Muttafaq ‘alaih]

عَنِ اْلاَعْمَشِ عَنْ اَبِى صَالِحٍ عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رض قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: لَعَنَ اللهُ السَّارِقَ يَسْرِقُ اْلبَيْضَةَ فَتُقْطَعُ يَدُهُ، وَ يَسْرِقُ اْلحَبْلَ فَتُقْطَعُ يَدُهُ. قَالَ اْلاَعْمَشُ: كَانُوْا يَرَوْنَ اَنَّهُ بَيْضُ اْلحَدِيْدِ وَ اْلحَبْلُ كَانُوْا يَرَوْنَ اَنَّ مِنْهَا مَا يُسَاوِى دَرَاهِمَ. متفق عليه وليس لمسلم فيه زيادة قول الاعمش
Dari Al-A’masy dari Abu Shalih dari Abu Hurairah RA, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Allah melaknat pencuri yang mencuri al-baidlah lalu dipotong tangannya, dan pencuri yang mencuri tali, lalu dipotong tangannya”. Al-A’masy berkata, ”Para shahabat memahami bahwa yang dimaksud al-baidlah adalah topi baja, dan yang dimaksud tali adalah tali yang senilai beberapa dirham. [HR. Muttafaq ‘alaih, dan dalam riwayat Muslim tidak ada tambahan perkataan Al-A’masy tsb.]

عَنِ ابْنِ عُمَرَ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص قَطَعَ يَدَ سَارِقٍ سَرَقَ بُرْنُسًا مِنْ صُفَّةِ النِّسَاءِ ثَمَنُهُ ثَلاَثَةُ دَرَاهِمَ. احمد و ابو داود و النسائى
Dari Ibnu ‘Umar bahwa Rasulullah SAW pernah memotong pencuri yang mencuri topi dari tempat jama’ah wanita (di masjid) yang senilai tiga dirham. [HR. Ahmad, Abu Dawud dan Nasai]

عَنْ رَافِعِ بْنِ خَدِيْجٍ رض قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ ص يَقُوْلُ: لاَ قَطْعَ فِى ثَمَرٍ وَ لاَ كَثَرٍ. احمد و الاربعة و صححه الترمذى و ابن حبان
Dari Rafi’ bin Khadij RA, ia berkata : Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Tidak ada hukuman potong tangan dalam pencurian buah dan mayang pohon kurma”. [HR. Ahmad dan Arba’ah dan dishahihkan oleh Tirmidzi dan Ibnu Hibban]

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ اْلعَاصِ رض عَنْ رَسُوْلِ اللهِ ص اَنَّهُ سُئِلَ عَنِ التَّمْرِ اْلمُعَلَّقِ فَقَالَ: مَنْ اَصَابَ بِفِيْهِ مِنْ ذِى حَاجَةٍ غَيْرَ مُتَّخِذٍ خُبْنَةً فَلاَ شَيْءَ عَلَيْهِ. وَ مَنْ خَرَجَ بِشَيْءٍ مِنْهُ فَعَلَيْهِ اْلغَرَامَةُ وَ اْلعُقُوْبَةُ، وَ مَنْ خَرَجَ بِشَيْءٍ مِنْهُ بَعْدَ اَنْ يُؤْوِيَهُ اْلجَرِيْنُ  فَبَلَغَ ثَمَنَ اْلمِجَنِّ فَعَلَيْهِ اْلقَطْعُ. ابو داود و النسائى و صححه الحاكم
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-’Ash RA dari Rasulullah SAW bahwasanya beliah ditanya tentang kurma yang masih tergantung di pohonnya, beliau bersabda, “Jika dia mengambilnya dengan mulutnya (dimakan di situ) karena perlu makan dan tidak mengambilnya dengan kain (dibawa pulang), maka dia tidak dikenakan hukuman. Tetapi barangsiapa mengambilnya (untuk dibawa pulang), maka dia didenda dan dihukum. Dan barangsiapa mengambil yang sudah ada di tempat penjemuran dan senilai harga perisai, maka dia dikenakan potong tangan”. [HR. Abu Dawud, Nasai, dan dishahihkan oleh Hakim]

عَنْ عَمْرَةَ بِنْتِ عَبْدِ الرَّجْمنِ قَالَتْ: اَنَّ سَارِقًا سَرَقَ اُتْرُجَّةً فِى زَمَنِ عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ، فَاَمَرَ بِهَا عُثْمَانُ اَنْ تُقَوَّمَ فَقُوِّمَتْ ثَلاَثَةَ دَرَاهِمَ مِنْ صَرْفِ اثْنَى عَشَرَ بِدِيْنَارٍ فَقَطَعَ عُثْمَانُ يَدَهُ. مالك فى الموطأ
Dari ‘Amrah binti ‘Abdurrahman, ia berkata, “Sesungguhnya ada seorang pencuri mencuri buah jeruk di zaman pemerintahan ‘Utsman bin ‘Affan. Lalu oleh ‘Utsman diperintahkan supaya dinilai, maka buah tersebut dinilai seharga tiga dirham dengan kurs 12 dirham sama dengan satu dinar. Kemudian ‘Utsman memotong tangan pencuri itu”. [HR. Malik, dalam Muwaththa’]

Apabila pencuri telah dimaafkan sebelum sampai pada hakim, hukuman tidak dilaksanakan.
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص قَالَ: تَعَافَوُا اْلحُدُوْدَ فِيْمَا بَيْنَكُمْ. فَمَا بَلَغَنِى مِنْ حَدٍّ فَقَدْ وَجَبَ. النسائى و ابو داود
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda, “Saling memaafkanlah kalian tentang masalah hukuman yang terjadi di kalanganmu. Tetapi kalau kasus pelanggaran telah sampai kepadaku, maka hukuman itu pasti akan dilaksanakan”. [HR. Nasai dan Abu Dawud]

عَنْ صَفْوَانَ بْنِ اُمَيَّةَ قَالَ: كُنْتُ نَائِمًا فِى اْلمَسْجِدِ عَلَىخَمِيْصَةٍ لِى فَسُرِقَتْ، فَاَخَذْنَا السَّارِقَ فَرَفَعْنَاهُ اِلَى رَسُوْلِ اللهِ ص. فَاَمَرَ بِقَطْعِهِ. فَقُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، اَ فِى خَمِيْصَةٍ ثَمَنِ ثَلاَثِيْنَ دِرْهَمًا؟ اَنَا اَهَبُهَا لَهُ اَوْ اَبِيْعُهَا لَهُ. قَالَ: فَهَلاَّ كَانَ قَبْلَ اَنْ تَاْتِيَنِى بِهِ؟. الخمسة الا الترمذى و فى رواية لاحمد و النسائى: فَقَطَعَهُ رَسُوْلُ اللهِ ص.
Dari Shafwan bin Umayyah, ia berkata : Aku pernah tidur di masjid dengan membawa baju lurik hitam-merah milikku sendiri. Kemudian baju itu dicuri, maka kami tangkap pencuri itu dan kami hadapkan pada Rasulullah SAW. Kemudian oleh Rasulullah SAW diperintahkan supaya dipotong tangannya. Lalu aku bertanya, “Ya Rasulullah, apakah (dia akan dipotong tangannya), hanya karena mencuri baju lurik yang senilai tiga puluh dirham itu ? Baiklah, biar aku berikan saja baju itu padanya, atau aku jual padanya”. Nabi SAW bersabda, “Mengapa tidak kamu lakukan sebelum kamu bawa dia kemari ?”. [HR. Khamsah, kecuali Tirmidzi] Dan dalam satu riwayat dikatakan, “Lalu Rasulullah SAW memotongnya”. [HR. Ahmad dan Nasai]

عَنْ صَفْوَانَ بْنِ اُمَيَّةَ رض اَنَّ النَّبِيَّ ص قَالَ: لَمَّا اَمَرَ بِقَطْعِ الَّذِى سَرَقَ رِدَاءَهُ فَشَفَعَ فِيْهِ: هَلاَّ كَانَ ذلِكَ قَبْلَ اَنْ تَأْتِيَنِى بِهِ. احمد و الاربعة و صححه ابن الجارود و الحاكم
Dari Shafwan bin Umayyah RA, bahwasanya Nabi SAW setelah beliau memerintah supaya memotong tangan pencuri selendangnya, lalu Shafwan memaafkan untuknya (dan minta supaya pencuri tidak dihukum), maka beliau bersabda, “Mengapa kamu tidak berbuat begitu sebelum dia dibawa kepadaku ?”. [HR. Ahmad dan Arba’ah, dan dishahihkan oleh Ibnul Jarud dan Hakim]