Monday, September 22, 2014

Kedudukan dan Martabat Manusia Menurut Ajaran Islam

Kita akan membahas masalah kedudukan dan martabat manusia menurut ajaran Islam. Dalam rangka menyelaraskan falsafah Yunani yang mereka pelajari dengan ajaran Islam, para filosof Muslim seperti Ibn Tufayl, al-Ghazali al-Kindi, al-Farabi, Ibn Sina, dan lain-lain telah berusaha merubah pemahaman para filosof Yunani tentang manusia dengan memberinya dimensi-dimensi spiritual yang lebih luas dan lebih mendasar. Ini tampak dalam perkataan "al-hayawan al-nathiq" sebuah kata-kata Arab yang diterjemahkan dari perkataan Yunani "animal rational". Di sini manusia diberi definisi formal sebagai "binatang yang berpikir” (animal rational).

Definisi ini mengandung gagasan tentang arti ‘rasional’ seperti yang dipahami secara umum, yaitu nalar. Dalam sejarah intelektual di Barat, dalam perkembangannya konsep tentang ‘rasio’ telah mengalami perubahan sedemikian rupa, bahkan menjadi penuh dengan kontroversi dan problematic. Seacara bertahap 'rasio' dipisahkan dari ‘intelek’ (intelectus), kemampuan tertinggi manusia untuk membedakan yang benar dan salah, serta untuk mengenal kebenaran tertinggi.

Para filosof Muslim tidak memahami keterpisahan rasio dari apa yang disebut intellectus atau al-aql. Bagi mereka `aql merupakan kesatuan organik dari rasio dan intelectus (al-Attas 1980:37). Dengan cara seperti itulah filosof Muslim mendefinisikan manusia sebagai al-hayawan al-nathiq. Di sini kata al-nathiq menunjuk pada fakulti bati manusia berkenaan dengan nalar atau kemampuan berfikir manusia secara rasional dan intelektual, yaitu "merumuskan makna-makna" (dzu-nuthuq).


martabat manusia menurut ajaran Islam


Selengkapnya dapat dibaca di sumber : syahsoza.blogspot.com/2012/04/manusia-dalam-perspektif-islam.html

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.