Friday, July 18, 2014

Kisah Abunawas : Mahkota dari Surga


Baginda Harun Al Rasyid punya kebiasaan menyamar menjadi rakyat biasa. Beliau ingin melihat langsung kehidupan rakyatnya di luar istana tanpa sepengetahuan siapa pun agar lebih leluasa bergerak.

Suatu hari, Baginda pergi keluar istana dengan pakaian yang sederhana layaknya seperti rakyat jelata. Di sebuah perkampungan Raja melihat beberapa orang sedang berkumpul. Setelah didekati, ternyata ada seorang ulama sedang menyampaikan tausiah mengenai alam barzah. Tiba-tiba ada seorang pria yang datang dan bergabung di situ bertanya kepada sang ulama.

"Suatu waktu kami pernah mengintip kuburan orang kafir, tetapi kami sama sekali tidak mendengar mereka berteriak, apalagi mengalami penyiksaan-penyiksaan. Bagaimana cara kita membenarkan sesuatu yang tidak sesuai dengan yang dilihat mata?" Ulama itu berpikir sejenak, lalu berkata, "Untuk mengetahuinya harus dengan panca indra yang lain. Lihatlah orang yang sedang tidur, ia kadangkala bermimpi seram dalam tidurnya, misalnya digigit ular, diganggu dan sebagainya. ia juga merasa sakit dan takut saat itu bahkan berteriak dan berkeringat. Dia merasakan hal semacam itu seperti saat tidak tidur. Sedangkan kita yang menyaksikan keadaannya seolah-olah tidak ada apa-apa. Padahal apa yang dilihat dan dialaminya adalah dikelilingi ular-ular. Maka jika masalah mimpi saja sudah tidak bisa dilihat oleh mata lahir, mana mungkin engkau bisa melihat apa yang terjadi di alam barzah".

Baginda Raja yang ikut mendengar terkesan dengan penjelasan ulama itu. Baginda masih ikut mendengarkan kuliah itu. Kini ulama itu melanjutkan kuliahnya mengenai alam akhirat. Ulama itu berkata bahwa di surga banyak sekali tersedia hal-hal yang disukai oleh nafsu, termasuk benda-benda. Salah satu benda-benda itu adalah mahkota yang amat luar biasa indahnya. Tak ada yang lebih indah dari barang-barang di surga sebab barang-barang itu tercipta dari cahaya. Saking indahnya, maka satu mahkota jauh lebih bagus dari dunia dan isinya. Baginda makin terkesan dengan cerita ulama itu. Beliau pulang kembali ke istana.

Setibanya di istana, Baginda sudah tidak sabar ingin menguji kemampuan Abu Nawas. Abu Nawas dipanggil menhadap Raja.

"Aku ingin engkau sekarang juga berangkat ke surga, lalu bawakan aku sebuah mahkota surga yang katanya tercipta dari cahaya itu. Sanggupkah engkau wahai Abu Nawas?"

"Sanggup Paduka yang mulia." kata Abu Nawas langsung menyanggupi tugas mustahil itu. "Tetapi Baginda harus menyanggupi pula satu syarat yang akan hamba ajukan."

"Apa syarat itu." tanya Baginda Raja.

"Hamba mohon Baginda menyediakan pintunya supaya hamba bisa memasukinya."

"Pintu apa?" tanya Baginda belum mengerti. Pintu alam akhirat." jawab Abu Nawas.

"Apa itu?" tanya Baginda ingin tahu.

"Kiamat, wahai Paduka yang mulia. Masing-masing alam mempunyai pintu. Pintu alam dunia adalah liang peranakan ibu. Pintu alam barzah adalah kematian. dan pintu alam akhirat adalah kiamat. Surga berada di alam akhirat. Bila Baginda masih menghendaki hamba mengambilkan mahkota di surga, maka dunia harus kiamat teriebih dahulu."

Mendengar penjelasan Abu Nawas Baginda Raja terdiam.

Di sela-sela kebingungan Baginda Raja Harun Al Rasyid, Abu Nawas bertanya lagi, "Masihkah Baginda menginginkan mahkota itu?" Baginda Raja terdiam seribu bahasa, tidak menjawab. Sejenak lalu Abu Nawas langsung memohon diri sebab Abu Nawas sudah tahu jawabnya.


No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.