Tuesday, March 31, 2015

Syariah dalam Agama Islam

Islam (Arab: al-islām, الإسلام : "berserah diri kepada Tuhan") adalah agama yang mengimani satu Tuhan, yaitu Allah. Dengan lebih dari satu seperempat miliar orang pengikut di seluruh dunia, menjadikan Islam sebagai agama terbesar kedua di dunia setelah agama Kristen. Islam mempunyai arti "penyerahan", atau penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan (Arab: الله, Allāh). Pengikut ajaran Islam dikenal dengan sebutan Muslim yang berarti "seorang yang tunduk kepada Tuhan", atau lebih lengkapnya adalah Muslimin bagi laki-laki dan Muslimat bagi perempuan. Islam mengajarkan bahwa Allah menurunkan firman-Nya kepada manusia melalui para nabi dan rasul utusan-Nya, dan meyakini dengan sungguh-sungguh bahwa Muhammad adalah nabi dan rasul terakhir yang diutus ke dunia oleh Allah.

Al-Qur’an sebagai petunjuk hidup biasanya mengandung 3 ajaran pokok:
  1. Ajaran-ajaran yang berhubungan dengan kaidah (keimanan) yang membicarakan mengenai hal-hal yang wajib diyakini, seperti masalah tauhid, masalah kenabian, tentang kitab-Nya, Malaikat, hari Kemudian dan sebagainya yang berhubungan dengan doktrin ‘akidah.
  2. Ajaran-ajaran yang berhubungan dengan akhlak, yaitu hal-hal yang harus dijadikan perhiasan diri oleh setiap mukallaf berupa sifat-sifat keutamaan dan menghindarkan diri dari hal-hal yang membawa kepada kehinaan.
  3. Hukum-hukum amaliyah, yaitu ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan amal perbuatan mukalaf. Dari hukum-hukum amaliyah inilah timbul dan berkembangnya ilmu fikih, hukum-hukum amaliyah dalam Al-Qur’an terdiri dari dua cabang, yaitu hokum-hukum badah yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, dan hokum-hukum mu’amalat yang mengatur hubungan manusia dengan sesamanya.

Abdul Wahhab Khallaf merinci macam hukum-hukum bidang mu’amalat dan jumlah ayatnya seperti berikut ini:
  1. Hukum keluarga, mulai dari terbentuknya pernikahan sampai masalah talak, rujuk, ‘iddah, dan sampai msalah warisan. Ayat-ayat yang mengatur masalah ini tercatat sekitar 70 ayat. Surat al-Baqarah ayat 234
  2. Hukum mu’amalat (perdata), yaitu hukum-hukum yang  mengatur hubungan seseorang dengan sesamanya, seperti jual beli, sewa menyewa, gadai menggadai, utang piutang, dan hokum perjanjian. Hokum-hukum jenis ini mengatur hubungan perorang, masyarakat, hal-hal yang berhubungan dengan harta kekayaan, dan memelihara hak dan kewajiban masing-masing. Ayat-ayat yang mengatur hal ini terdiri dari 70 ayat. Contoh: surat an-Nisa’ ayat 29
  3. Hukum jinayat (pidana), yaitu hokum-hukum yang menyangkut dengan tindakan kejahatan. Hukum-hukum seperti ini bermaksud untuk memelihara stabilitas masyarakat, seperti larangan membunuh serta sanksi hukumnya, larangan menganiaya orang lain, berzina, mencuri, serta ancaman hokum atas pelakunya. Ayat-ayat yang mengatur hal ini sekitar 30 ayat. Surat al-Maidah ayat 90
  4. Hukum al-murafa’at (acara), yaitu hokum-hukum yang berkaitan dengan peradilan, kesaksian, dan sumpah. Hokum-hukum seperti ini dimaksudkan agar putusan hakim dapat seobjektif mungkin, dan untuk itu diatur hal-hal yang memungkinkan untuk menyingkap mana pihak yang benar dan mana yang salah. Ayat-ayat yang mengatur hal ini berjumlah sekitar 13 ayat.
  5. Hukum ketatanegaraan, yatiu ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan pemerintahan. Hukum-hukum seperti ini dimaksudkan untuk mengatur hubungan penguasa dengan rakyat, dan mengatur hak-hak pribadi dan masyarakat. Ayat ayat yang berhubungan dengan masalah ini sekitar 10 ayat. An-Nahl ayat 90
  6. Hukum antara bangsa (internasional), yaitu hukum-hukum yang mengatur hubungan antara Negara islam dengan non islam, dan tata cara pergaulan dengan non muslim yang berada di Negara islam. Ayat-ayat yang mengatur hal ini sekitar 25 ayat. QS Al-Hujarat ayat 13
  7. Hukum ekonomi dan keuangan, yaitu hukum-hukum yang mengatur hak-hak fakir miskin dari harta rang-orang kaya. Hukum-hukum semacam ini dimaksudkan untuk mengatur hubungan keuangan antara orang yang berupaya dan orang-orang yang tidak berupaya, dan antara Negara dan perorangan. Ayat-ayat yang mnegatur bidang ini sekitar 10 ayat.

Syariah dalam Agama Islam

SYARIAH ISLAM

Syariah Islam (fikih) adalah kumpulan aturan yang berdasar pada Quran, hadits Nabi, pendapat ulama salaf, dan hasil ijtihad pakar agama atau ulama fiqih. Syariah Islam memberi tuntunan cara berhubungan antara manusia dengan Allah, dengan individu, dan dengan masyarakat dan alam. Syariah juga memberi tuntunan atas apa yang boleh dikerjakan (halal) dan apa yang tidak boleh dilakukan (haram). Hal terpenting dari syariah Islam adalah rukun Islam yang lima.


SYARIAH ISLAM ADA TIGA: AQIDAH, TAHDZIB, AMALIYAH

Hukum-hukum yang terkandung dalam syariah Islam terbagi menjadi tiga bagian utama yaitu aqidah, tahdzib dan amaliyah.

Hukum aqidah: yaitu hukum-hukum yang terkait dengan dzat Allah dan sifat-sifatnya dan iman pada-Nya. Ini disebut dengan ilahiyah. Dari hukum ini terkait hukum-hukum yang lain yang berkaitan dengan para Rasul dan beriman pada mereka; dengan kitab-kitab suci yang diturunkan pada mereka yang dikenal dengan nubuwwah (kenabian). Dari hukum akidah ini terkait juga perkara ghaib yaitu yang dikenal dengan samaiyat (berdasarkan pendengaran). Hukum-hukum akidah ini terkumpul dalam satu bidang ilmu yang disebut Ilmu Tauhid atau Ilmu Kalam.

Hukum Tahdzib (penyucian diri): yaitu hukum yang mendorong untuk melakukan nilai-nilai utama dengan menjauhkan diri dari nilai dan perilaku yang hina. Oleh sebab itu, terdapat juga hukum-hukum yang terkait dengan perilaku dan nilai keburukan yang wajib dijauhi seperti dusta, khianat, menyalahi janji, dan lain-lain. Hukum tahdzib ini disebut Ilmu Akhlak atau Ilmu Tasawuf.

Hukum Amaliyah: yaitu hukum-hukum yang berkaitan dengan perilaku atau perbuatan manusia. Hukum-hukum ini masuk dalam kategori Ilmu Fiqih Islam.

sumber: wikipedia.com

Sunday, March 22, 2015

Cara menghilangkan sifat egois dalam Islam

"Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, sebab telah datang seorang buta kepadanya, tahukah kalian barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa).... (Qs. ‘Abasa  : 1-4)"

Dalam serapan asing dan bahasa Indonesia, kata egois berarti orang yang mementingkan diri sendiri, tidak peduli akan orang lain atau masyarakat. Dalam kamus bahasa Indonesia online,  egois berarti tingkah laku yang didasarkan atas dorongan untuk keuntungan diri sendiri dari pada untuk kesejahteraan orang lain atau segala perbuatan dan tindakan selalu disebabkan oleh keinginan untuk menguntungkan diri sendiri.

Ketika ada orang yang lebih mementingkan kepentingan dirinya sendiri ketimbang orang lain, maka kita sebut ia adalah orang egois. Begitu juga, saat ada orang yang selalu ingin menang sendiri, kita sebut orang itu dengan sebutan yang sama, yaitu egois. Pernahkah kita melalukan tindakan yang menurut orang lain itu egois? Padahal dalam diri kita sendiri, tindakan itu sama sekali bukan egois.

Cara menghilangkan sifat egois dalam IslamTak jarang keegoisan seseorang membuat orang lain menjadi benci pada dirinya, bahkan tidak sedikit pula yang memusuhinya. Ketika awal mula berteman, sifat keegoisannya belum kelihatan, tetapi setelah lama-kelamaan akhirnya tahu juga bahwa sang teman mempunyai sifat egois. Tentu yang dilakukan adalah menjaga jarak dari sang teman atau memilih tidak menjadi temannya lagi.

Coba kita bayangkan jika keegoisan tumbuh dalam sebuah keluarga. Biasanya, saat masih  menjadi suami-istri baru, sifat egois tidak kelihatan, tetapi seiring berjalannya waktu akhirnya kelihatan juga. Jika tidak pintar dalam menyikapinya bisa dipastikan hubungannya tidak bertahan lama, dan berakhir dengan perceraian.

Nabi Pernah Egois
Semua manusia pernah egois, tetapi kadang secara sadar atau pun tidak sadar tidak merasa melakukannya. Menurut sebuah riwayat yang disampaikan oleh Ibnu Jarir Ath-Thabari, demikian juga riwayat dari Ibnu Abi Hatim, yang diterima dari Ibnu Abbas : “Sedang Rasûlullâh menghadapi beberapa orang terkemuka Quraisy, yaitu Utbah bin Rabi’ah, Abu Jahal dan Abbas bin Abdul Muthalib dengan maksud memberi keterangan kepada mereka tentang hakikat Islam agar mereka sudi beriman. Pada waktu yang sama, masuklah seoranglaki -laki buta, yang dikenal namanya dengan Abdullah bin Ummi Maktum”.

Dia masuk ke dalam majelis dengan tangan meraba-raba. Sejenak Rasûlullâh terhenti bicara, Ibnu Ummi Maktum memohon kepada Nabi agar diajarkan padanya beberapa ayat al-Qur’an. Beliau merasa terganggu sebab sedang menghadapi pemuka-pemuka Quraisy, kelihatanlah wajah beliau masam menerima permintaan Ibnu Ummi Maktum, sehingga perkataannya itu seakan-akan tidak beliau dengarkan. Beliau terus juga menghadapi pemuka-pemuka Quraisy itu. Akhirnya Allâh menurunkan surat ‘Abasa  yang artinya : Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, sebab telah datang seorang buta kepadanya, tahukah kalian barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa).... (Qs. ‘Abasa  : 1-4)

Setelah ayat itu turun, sadarlah Rasûlullâh saw akan kekhilafannya itu. Lalu segera beliau hadapilah Ibnu Ummi Maktum dan beliau perkenankan apa yang ia minta. Ibnu Ummi Maktum pun menjadi seorang yang sangat disayangi oleh Rasûlullâh saw. Allâh swt begitu halus mengingatkan Rasûlullâh saat beliau sedikit saja melakukan kesalahan, sebab menurut Rasûlullâh melobi para pembesar Quraisy lebih penting dibandingkan dengan melayani Ibnu Ummi Maktum.

Tipe Egois
Sikap egois bisa kita temukan dimana pun, lebih tepatnya adalah dalam kehidupan kita sehari-hari. Salah satu ciri orang yang egois; Mendustakan ayat-ayat Allâh, ingin menang sendiri, suka mengatur tapi tidak mau diatur, dan keras kepala.

Pertama, mendustakan ayat-ayat Allâh swt. Dalam hal ini cakupannya sangat luas sekali. Orang kafir bisa dikategorikan orang yang egois, sebab mereka enggan memeluk islam. Padahal agama Islam adalah agama penyempurna bagi agama sebelumnya. Sehingga jelaslah bahwa mereka adalah orang-orang yang bisa dikatakan orang yang super egois.

Orang yang mengaku muslim (orang Islam) tetapi tidak melaksanakan perintah-perintah Allâh maka termasuk ke dalam orang-orang egois. Misalnya saja tidak melaksanakan sholat lima waktu, dan amalan-amalan yang lain yang Allâh perintahkan, serta tidak meninggalkan apa yang Allâh larang, misalnya mabuk-mabukan, berfoya-foya, dan lain sebagainya.

Pengertian egois yang dimaksud di sini, yaitu mereka egois pada dirinya sendiri dan seolah tidak peduli dengan pahala dan ancaman Allâh swt. Padahal akibat ke-egois-an merekalah Allâh swt memberikan sebuah peringatan melalui tentara-tentaranya. Misalnya saja Allâh mengirimkan tentara air, tanah, angin, dan sebagainya. Sehingga timbullah banjir, angin puting beliung, longsor, gempa bumi dan lainnya.

Kedua, ingin menang sendiri. Menang dan kalah dalam sebuah pertandingan adalah hal yang lumrah. Menjadi bermasalah saat ada orang yang ingin menang sendiri, tidak mau kalah. Untuk apa menang kalau tidak sportif, menang seperti ini sama saja kalah. Tentu, kemenangan sesungguhnya adalah menang yang diperoleh dengan secara sportif, tentu cara seperti ini lebih terhormat. Akibat sifatnya inilah biasanya seseorang dijauhi serta di musuhi teman-temannya.

Orang yang ingin menang sendiri biasanya tidak peduli dengan apa yang ia lakukan, walaupun itu sebetulnya salah. Untuk itu berhati-hatilah bila mempunyai teman yang seperti ini. Sedini mungkin untuk diingatkan sebelum hal-hal yang tidak diinginkan terjadi. Jika bukan anda sebagai sahabatnya, maka siapa lagi.

Ketiga, suka mengatur tapi tidak mau diatur. Seorang pemimpin dituntut untuk mampu memimpin bawahannya. Tetapi masa menjadi seorang pemimpin itu ada batas dan jangka waktunya. Ketika menjadi seorang pemimpin ia bisa mengatur anggotanya seperti apa yang diinginkan. Tetapi saat masa jabatannya habis, ia kembali menjadi anggota, maka harus siap diatur pemimpin yang baru. Sama seperti dirinya mengatur saat menjadi pimpinan.

Saat ini, banyak sekali kita temukan orang-orang yang siap memimpin tetapi tidak siap dipimpin. Ketika ia sudah tidak lagi memegang jabatan sebagai pemimpin, ia memilih keluar. Inilah potret yang saat ini terjadi dan sudah membudaya. Akhirnya bermusuhan dan saling menjatuhkan satu sama lain, sehingga perseteruan ini tanpa akhir alias jadi “musuh bebuyutan”.

Keempat, keras kepala. Keras kepala identik dengan sebutan kepala batu, artinya isi kepalanya sangat keras sehingga sangat sulit untuk dihancurkan. Orang berkepala batu yaitu orang yang tidak bisa menerima masukan dari orang lain. Orang yang berkepala batu biasanya berpasangan dengan muka tembok dan keras hati. Jika tiga unsur ini sudah menyatu, maka sangat sulit untuk mengubahnya apa lagi untuk diingatkan.

Orang yang keras kepala pada masa Nabi Musa as adalah Fir’aun, dan akhirnya Allâh swt tenggelamkan Fir’aun dan tentaranya di tengah lautan. Tak hanya itu, pada masa Nabi Nuh as. umatnya juga sangat keras kepala. Sehingga Allâh swt mengirimkan banjir bandang yang sangat dahsyat, sehingga tidak ada yang selamat dari umatnya Nabi Nuh walaupun pun mereka lari ke atas gunung. Kecuali yang ikut naik kapal dengan Nabi Nuh as mereka selamat.

Cara menghilangkan sifat egois dalam Islam


Pribadi egois adalah pribadi yang melihat segala sesuatu dari kacamatanya. Dia tidak bisa memahami pikiran orang, perasaan orang, dan selalu menuntut orang untuk mengikuti pendapatnya. Pribadi egois juga pribadi yang mementingkan dirinya sendiri, ia tidak bisa mempertimbangkan kebutuhan orang, senantiasa mengedepankan kebutuhannya di atas kebutuhan orang lain.

Dapat disimpulkan bahwa pribadi yang egois adalah pribadi yang susah sekali untuk tulus, sebab ujung-ujungnya untuk kepentingannya sendiri.

Ada beberapa tips untuk menghilangkan sifat egois:

  1. Selalu berpikiran baik (husnudzhon) pada orang lain, jangan biarkan pikiran negatif masuk kepikiranmu.
  2. Jangan suka membanding-bandingkan diri kita dengan orang lain.
  3. Kembangkan empati kita pada orang lain.
  4. Kembangkan sikap melayani dan mendahulukan kepentingan orang lain.
  5. Perbanyaklah senyum, ingat selalu bahwa senyum itu ibadah.


Sekali lagi, semua kembali ke diri kita masing-masing. Dan jangan lupa berdo’a kepada Allah agar hati kita dapat di kontrol dan kita selalu diberikan hidayah-Nya. Karena hanya Allah yang dapat membolak-balikkan perasaan manusia.

Penutup
Egois adalah sifat yang tumbuh alami dari dalam diri manusia. Karena saking alaminya, sampai manusia tidak menyadari kehadiran sifat egois itu sendiri. Sampai sekarang pun belum ada obat yang bisa menghilangkan sifat egois dari dalam diri manusia.  Obat yang dicari adalah bukan obat berbentuk kapsul atau tablet, bukan pula berbentuk sirup yang diberikan oleh sang dokter.

Rasûlullâh SAW bersabda : "Kita baru kembali dari satu peperangan yang kecil untuk memasuki peperangan yang lebih besar...’, yang membuat para Sahabat terkejut dan bertanya, "Peperangan apakah itu wahai Rasûlullâh ?"Rasûlullâh berkata, "Peperangan melawan hawa nafsu." (Riwayat Al Baihaqi)

Perang melawan hawan nafsu adalah perang yang sesungguhnya. Filsafat kuno juga menyebutkan, musuh terbesar adalah diri sendiri. Karena  dalam diri manusia terdapat sifat-sifat buruk. Amarah, dendam, iri, dan benci adalah contoh sifat manusia buruk. Begitu juga dengan egois. Untuk itu, melawan musuh yang ada dalam diri sendiri sangat sulit.

Maka sebenarnya, saat ini secara tidak langsung kita sedang berperang melawan diri sendiri. Berperang melawan sifat sifat buruk yang timbul secara alami di dalam diri kita. Mungkin hanya kebesaran iman kitalah yang mampu melawan itu semua. Hanya imanlah yang mampu menjadi obat penawarnya untuk melawan egois itu. Abu  Bakar Al-Warraq berkata :“Jika hawa nafsu mendominasi, maka hati akan menjadi kelam, Jika hati menjadi kelam, maka akan menyesakkan dada. Jika dada menjadi sesak, maka akhlaknya menjadi rusak. Jika akhlaknya, maka masyarakat akan membencinya dan iapun membenci mereka”.

Dengan mengedepankan iman, tentu sifat-sifat egois yang terdapat dalam diri kita akan bisa diredam. Bantuan Allâh swt lah yang menjadi tumpuan terakhir agar kita terbebas dari sifat-sifat buruk itu, dan selalu dalam bimbingan-NYA. Semoga kita termasuk kedalam hamba-hamba yang mendapat perlindungan Allâh swt. Amîn

Sumber :
http://pesantren.uii.ac.id
https://hidayah18.wordpress.com

Ketentuan Puasa Wajib dan Sunnah dalam Islam

PUASA WAJIB

A. Ketentuan Puasa Wajib

1. Pengertian Puasa
Secara bahasa Puasa artinya menahan diri dari segala sesuatu, seperti manahan makan, minum, nafsu, menahan berbicara yang tidak bermanfaat. Sedang menurut istilah puasa ialah menahan diri dari sesuatu yang membatalkannya, satu hari lamanya sejak mulai terbit fajar sampai terbenam matahari dengan niat dan beberapa syarat dan rukunnya.

2. Hukum Melaksanakan Puasa
Dalam Islam hukum melaksanakan puasa ada beberapa macam seperti wajib, sunah, haram dan makruh. Puasa yang hukum melaksanakannya wajib yaitu : puasa ramadhan, puasa kifarat dan puasa nazar. Yang termasuk puasa sunah, seperti : puasa setiap hari senin – kamis, puasa hari A’rafah, puasa ‘asyura dan sebagainya. Yang termasuk puasa haram seperti : puasa pada hari raya idul fitri dan idul adha dan puasa hari tasyri’.

Ketentuan Puasa Wajib dan Sunnah dalam Islam3. Syarat Wajib Puasa
Syarat artinya sesuatu yang harus dipenuhi sebelum melakukan sesuatu. Adapun syarat wajibnya puasa adalah :
a. Islam
b. Baligh
c. suci dari haid dan nifas (bagi wanita).
d. Dalam waktu yang diperbolehkan berpuasa


4. Rukun Puasa
Rukun ialah sesuatu yang harus dipenuhi atau dikerjakan saat melaksanakan sesuatu. Sedang rukun puasa ialah sesuatu yang harus dilaksanakan seseorang yang sedang melaksanakan puasa. Jika rukunnya tidak dipenuhi puasanya tidah sah.
Rukun puasa ada dua macam yaitu :
a. Niat berpuasa pada malam hari.
Sabda Rasulullah SAW.

(قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص.م. مَنْ لَمْ يُبَيِّتُ الصِّيامُ قَبْلَ اْلفَجْرِ فَلاَ صِيَامَ لَهُ (رواه ابوداود والترمذى والنساء
Artinya :
“Barang siapa tidak berniat puasa malam hari sebelum terbit fajar, maka tidak sah puasanya”.(H.R. Abu Dawud, Tirmidzi, Nasai)
b. Menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa mulai terbit fajar sampai terbenam matahari.

5. Hal-hal yang membatalkan Puasa
Adapun hal-hal yang membatalkan puasa sebagai berikut :
a. makan dan minum dengan sengaja
b. bersetubuh disiang hari
c. keluar mani (sperma) dengan sengaja
d. keluar haid atau nifas
e. muntah dengan sengaja
Rasulullah SAW bersabda.

(عَنْ اَبىِ هُرَيْرَةَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص.م. مَنْ ذَرَ عَهُ الْقَيْئَ وَ هُوَ صَا ئِمٌ فَلَيْسَ عَلَيْهِ قَضَاءً وَ اِ نِ اسْتَقَاءَ فَلْيَقَضِ (رواه الخمسة
Artinya : “Dari Abi Hurairah, Rasulullah SAW bersabda: Barang siapa muntah tidak sengaja dalam keadaan berpuasa maka tidak wajib baginya untuk mengganti puasanya (qadha), akan tetapi jika muntahnya disengaja maka baginya wajib mengqadha”.
f. hilang akalnya sebab gila atau mabuk disiang hari
g. menurut para ulama’ masuknya sesuatu ke dalam tubuh lewat lobang (hidung, mulut, telinga, dubur atau qubul) baik sengaja atau tidak juga membatalkan puasa.

B. Macam - Macam Puasa Wajib
Puasa wajib artinya puasa yang harus dikerjakan memperoleh pahala, jika tidak dikerjakan maka berdosa. Adapun macam-macam puasa wajib adalah :
1. Puasa Ramadhan
Puasa ramadhan ialah puasa yang dilaksanakan pada bulan ramadhan. Hukum melaksanakan puasa ramadhan adalah wajib bagi setiap orang yang telah memenuhi syarat wajibnya.
Firman Allah Swt.
(يَا أَيُّهَا الَّذِ يْنَ ءَامَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ (البقرة:183
Artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa.”
(Q.S. Al Baqarah [2] : 183)

Puasa ramadhan mulai diwajibkan kepada umat Islam pada tahun kedua hijriyah. Dalam puasa ramadhan niat untuk berpuasa harus dilaksanakan malam hari sebelum puasa. Sedang untuk puasa sunah boleh dilaksanakan siang hari saat puasa sebelum matahari condong ke barat (masuk waktu dhuhur) asal sejak terbit fajar belum makan atau minum sama sekali.

Hal-hal yang disunahkan saat berpuasa antara lain :
a. memperbanyak membaca Al Qur’an.
b. Segera berbuka jika sudah waktunya tiba.
c. Ketika berbuka dengan makanan atau minuman yang manis, lebih utama berbuka dengan kurma.
d. Berdoa lebih dahulu saat akan berbuka.
Doanya sebagai berikut :

اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَبِكَ آمَنْتُ وَعَلَى رِزْ قِكَ اَفْطَرْتُ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

Artinya :
“Ya Allah, untuk-Mu saya berpuasa, kepada-Mu beriman dan dengan rizki-Mu saya berbuka. Dengan rahmat-Mu ya Tuhan yang Maha Pengasih.”

e. Mengakhirkan makan sahur kira-kira 15 menit sebelum waktunya imsak (habis).
f. Memberi makan untuk berbuka atau sahur kepada orang yang berpuasa.
g. Memperbanyak ibadah, sedekah dan infak.

2. Puasa Kifarat
Puasa kifarat yaitu puasa sebagai denda pada orang yang bersetubuh pada saat berpuasa (pada siang hari) bulan ramadhan. Adapun denda (kifarat) bagi yang bersetubuh di siang hari bulan ramadhan yaitu:
a. puasa dua bulan berturut-turut, atau
b. memerdekakan seorang budak muslim, atau
c. memberi makan orang miskin sebanyak 60 (enam puluh) orang.

3. Puasa Nazar
Puasa nazar ialah puasa yang dilakukan sebab pernah berjanji untuk berpuasa jika keinginannya tercapai. Misalnya seorang murid bernazar: “jika saya memperoleh rangking pertama maka saya akan puasa dua hari”. Jika keinginannya itu tercapai maka puasa yang telah dijanjikan (dinazarkannya) harus (wajib) dilaksanakan. Hukum nazar sendiri adalah mubah tetapi pelaksanaan nazarnya jika hal baik wajib dilaksanakan, tetapi jika nazarnya jelak tidak boleh dilaksanakan, misalnya jika tercapai keinginannya tadi akan memukul temannya maka memukul temannya tidak boleh dilaksanakan.

C. Orang-Orang Yang Diperbolehkan Tidak Berpuasa

Orang yang diperbolehkan tidak berpuasa pada bulan ramadhan adalah :
1. Orang yang sedang sakit. Wajib mengganti yang ditinggalkannya saat sembuh.
Firman Allah :
(وَمَنْ كَا نَ مَرِيْضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّ ةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ. (البقرة : 184
Artinya :
“Maka barang siapa di antara kalian ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu dia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.” (Q.S. Al Baqarah  : 184)

2. Orang yang sedang bepergian jauh (musafir) tidak memiliki tujuan untuk maksiat. Maka setelah selesai ramdhannya wajib mengganti (mengqadha) sejumlah puasa yang telah ditinggalkannya.

3. Orang yang telah lanjut usia (pikun) atau sakit menahun
Yaitu orang yang sudah tua dan tidak mampu berpuasa serta kemungkinan untuk mengqadha juga sudah tidak mungkin. Maka sebagai pengganti puasanya dia wajib membayar fidyah yaitu memberi makan seorang miskin setiap harinya selama tidak berpuasa . Ukuran fidyah yaitu kurang lebih ¾ liter beras atau makanan yang bisa membuat kenyang.
Firman Allah :
(وَعَلَىالذِّ يْنَ يُطِيْقُونَهُ فِدْ يَةٌ طَعَامُ مِسْكِيْيْنَ (البقرة : 184
Artinya :
“…. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. ….”
(Q.S. Al Baqarah : 184)

4. Orang yang sedang hamil atau menyusui
Orang yang sedang hamil atau menyusui jika tidak kuat maka boleh tidak berpuasa tetapi wajib mengganti (mengqadaha) puasanya pada kesempatan lain dan wajib membayar fidyah.
Hadis Rasulullah SAW .
عَنْ اَنَسٍ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص.م. اِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ وَضَعَ عَنِ الْمُسَا فِرِ الصَّوْ مَ وَشَطَرَ الصَّلاَةَ وَ عَنِ الْحُبْلَى وَالْمُرْضِعِ الصَّوْ مَ (رواه الخمسه
Artinya:
“Dari Anas Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla memberi (keringanan) puasa dan (kemudahan) salat bagi musafir, dan keringanan puasa kepada wanita hamil dan menyusui.” (H.R. lima pakar hadis).

D. Fungsi Puasa Wajib Dalam Kehidupan
1. Sebagai sarana untuk mencapai derajat ketakwaan kepada Allah. Firman Allah :
يَاأَيُّهَا الَّذِ يْنَ ءَامَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ (البقرة : 183
Artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa.” (Q.S. Al Baqarah : 183).
2. Sebagai sarana pendidikan dan latihan yaitu latihan meningkatkan disiplin, membiasakan bertindak benar, melatih sifat sabar, menanamkan tekat yang kuat dalam menahan hawa nafsu.
3. Menumbuhkan sifat kasih sayang, peduli dan peka pada kehidupan fakir miskin.
4. Menjauhkan diri dari sifat tamak, rakus, riya dan menuruti hawa nafsu.
5. Menumbuhkan semangat bersyukur atas nikmat yang telah diterimanya tanpa dapat dihitung jumlahnya. Firman Allah :
وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللهِ لاَ تُحْصُوْهَاإِنَّ اْلإِ نْسَانَ لَظَلُوْ مٌ كَفَّا رٌ. (ابراهيم : 34
Artinya :
“Dan jika kalian menghitung ni`mat Allah, tidaklah dapat kalian menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (ni`mat Allah).” (Q.S. Ibrahim: 34)
6. Puasa adalah cara terbaik untuk menjaga keselarasan, keindahan, dan kesehatan tubuh.

PUASA SUNAH

A. Pengertian puasa sunah
Puasa sunah adalah puasa yang boleh dikerjakan dan boleh tidak, puasa sunah sering disebut dengan puasa Tathawu’ artinya apabila dilakukan memperoleh pahala dan apabila tidak dilakukan tidak berdosa.

B. Macam-macam puasa sunah
Ada beberapa macam puasa sunah yang waktu pelaksanaannya berbeda-beda, antara lain;
a. Puasa Syawal, Yang dimaksud dengan puasa Syawal adalah puasa enam hari di bulan Syawal setelah tanggal 1 di bulan Syawal, yang pelaksanaannya boleh secara berturut-turut dan boleh selang-seling yang penting sejumlah enam hari.
Nabi Muhammad saw. bersabda ;

عَنْ اَبِي اَيُّوْبِ اْلأَ نْصَارِيْ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتَّبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامُ الدَّ هْرِ (رواه مسلم

Artinya :
“Diriwayatkan dari Abu Ayyub Al Anshari r.a. bahwa Rasulullah SAW. pernah bersabda: Barang siapa berpuasa Ramadhan, lalu disusul dengan berpuasa 6 (enam) hari di bulan Syawal, maka (pahalanya) bagaikan puasa setahun penuh.” (H.R Muslim)
b. Puasa hari Arafah, Puasa sunah hari arafah adalah puasa sunah yang pelaksanaannya dilakukan pada tanggal 9 Dzuhijjah. Puasa sunah hari arafah dapat menghapus dosa selama 2 (dua) tahun, yakni setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.
Nabi Muhammad saw. bersabda ;

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ: أَحْتَسِبُ عَلَى اللهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى بَعْدَهُ . . . (رواه مسلم
Artinya :
“ Puasa hari Arafah itu dihitung oleh Allah dapat menghapus (dosa) dua tahun, satu tahun yang lalu dan satu tahun yang akan datang.” (HR Muslim)

c. Puasa Asyura, Puasa sunah pada bulan Asyura, ada tiga tingkatan, yaitu :
1. berpuasa tiga hari yaitu, tanggal 9, 10 dan 11 di bulan Syura atau Muharam
2. berpuasa dua hari yaitu, tanggal 9 dan 10 di bulan Syura atau Muharam
3. berpuasa satu hari yaitu, tanggal 10 Syura atau Muharam
Bulan Syura adalah bulan kemenangan nabi Musa as dan Bani Israil dari musuh, barang siapa berpuasa As Syura dihapus (dosanya) satu tahun yang lalu.
Nabi Muhammad saw. bersabda ;

صِيَامُ يَوْمَ عَاشُوْرَاءِ: أَحَتسِبَ عَلَى الله أَنْ يُكَفِرَ السَّنَةِ الَّتِى قَبْلَهُ (رواه مسلم
Artinya :
“ Puasa pada hari As Syura menghapus (dosa) selama satu tahun yang lalu.” (H.R. Muslim)

d. Puasa bulan Sya’ban
Puasa di bulan Sya’ban ini tidak ada ketentuan, apabila dalam mengerjakan puasa di bulan Sya’ban lebih banyak daripada di bulan lain adalah lebih baik.
Nabi bersabda :
كاَنَ يَصُوْمُ شَعْبَانَ كُلَّهُ, كَانَ يَصُوْمُ شَعْبَانِ اِلاَّ قَلِيْلاً (أخرجه البخارى
Artinya :
“ Rasulullah pernah berpuasa penuh di bulan sya’ban, juga pernah berpuasa di bulan sya’ban tidak penuh (dengan tidak berpuasa pada hari-hari yang sedikit jumlahnya)” (H.R. Bukhari)

e. Puasa Senin dan Kamis
Allah Swt pada setiap Senin dan kamis mengampuni dosa-dosa setiap muslim, supaya kita diampuni dosanya oleh Allah, maka berpuasalah.
Rasulullah saw. bersabda ;
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: تُعْرَضُ اْلأَ عْمَالِ كُلَّ اثْنَيْنِ وَ خَمِيْسِ فَأَحَبُّ اَنْ يُعْرَضَ عَمَلِى وَاَنَا صَائِم (رواه أحمد والترمذى)
Artinya :
“ Rasulullah saw. bersabda : Ditempatkan amal-amal umatku pada hari Senin dan Kamis, dan aku senang amalku ditempatkan, maka aku berpuasa.” (HR Ahmad dan Tirmidzi).
Hadis diriwayatkan dari Aisyah, Nabi SAW. bersabda:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمِ يَتَحَرَّى صِيَامُ اْلاِ ثْنَيْنِ وَالْخَمِيْسِ (رواه الترمذى
Artinya :
“Dari Aisyah ra. Dia berkata: Bahwasanya Nabi SAW selalu memilih puasa hari senin dan hari kamis.” (H.R. Tirmidzi)

f. Puasa pada pertengahan bulan Qomariyah
Puasa pertengahan bulan ini dilakukan setiap tanggal 13, 14 dan 15 Qamariyah.
Sabda Rasulullah saw.
عَنْ اَبِى ذَرٍّ مَنْ صَامَ ثَلاَ ثَةَ اَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ فَقَدْ صَامَ الدَّ هْرَ كُلَّهُ (اخرجه احمد والترمذى
Artinya :
“ Dari Abu Dzar, : Barang siapa puasa tiga hari setiap bulannya maka sungguh dia telah puasa selama satu tahun penuh.” (HR Ahmad dan Tirmidzi)
Hadis Abu Dzar yang lain menjelaskan:
اِذَا صُمْتُ مِنَ الشَّهْرِ ثلاَ ثَةَ فَصُمَّ ثَلاَثَ عَشَرَةَ وَاَرْبَعَ عَشَرَةَ وَخَمْسَ عَشَرَةَ (اخرجه احمد والترمذى وابن حبان
Artinya :
“Ketika kalian ingin puasa setiap bulan tiga hari maka puasalah setiap tanggal 13, 14 dan 15 setiap bulannya. (H.R. Ahmad,Tirmidzi dan Ibnu Hiban)

g. Puasa Daud
Puasa Daud yaitu puasa yang dilakukan dengan cara sehari berpuasa sehari berbuka (tidak berpuasa).
Nabi SAW. bersabda :

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمِ: اِنَّ أَحَبَّ الصِّيَامِ اِلَى اللهِ صِيَامُ دَاوُدَ, وَأَحَبَّ الصَّلاَةِ اِلَى اللهِ صَلاَةُ دَاوُدُ عَلَيْهِ السَّلاَمِ: كَانَ يَنَامُ نِصْفَ اللَّيْلِ, وَيَقُوْمُ ثَلَثَهُ , وَيَنَامُ سُدُسَهُ, وَكَانَ يَصُوْمُ يَوْمًاوَيُفْطِرُ يَوْمًا (اخرجه البخارى
Artinya :
“Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya puasa (sunah) yang paling disenangi oleh Allah adalah puasa Nabi Dawud, dan salat (sunah) yang paling disenangi oleh Allah adalah salat Nabi Dawud, Nabi Dawud tidur separuh malam, lalu salat sepertiga malam, lalu tidur lagi seperenam malam, dan beliau berpuasa sehari lalu berbuka sehari (selang-seling)” (H.R. Bukhari)

C. Waktu-waktu yang diperbolehkan dan diharamkan puasa

Waktu-waktu yang diperbolehkan puasa yaitu pada bulan Ramdhan (puasa wajib) dan waktu-waktu seperti di atas sebab Allah Swt pada saat itu akan menurunkan rahmatNya kepada manusia. Ada beberapa waktu yang dilarang untuk berpuasa, larangan itu semata-mata untuk memberi kesempatan umat Islam agar dapat mengambil manfaat di dalamnya.
Adapun hari yang dilarang untuk berpuasa dalam satu tahun ada 5 hari, yaitu ;
a. dua hari raya yaitu hari raya idul fitri dan hari raya idul adha.
b. tiga hari tasyrik yaitu, tanggal 11, 12 dan 13 Dzulhijjah.

Rasulullah saw bersabda :
عَنْ اَنَسٍ أَنّ النَّبِيَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ صَوْمِ خَمْسَةِ اَيَّامٍ مِنَ السَّنَةِ: يَوْمُ اْلفِطْرِ وَيَوْمُ النَّخْرِوَثَلاَ ثَةُ اَيَّامِ التَّشْرِيْقِ (رواه الدرقطنى
Artinya :
“ Dari An Nas, bahwasannya nabi saw . telah melarang berpuasa dalam lima hari setahun yaitu : a. hari raya Idul Fitri , b. hari raya Idul Adha dan c. hari Tasyriq (tanggal 11, 12 dan 13 Dzulhijjah).” (HR Daru Quthni)

4 Hikmah puasa sunah
a. jiwa akan menjadi bersih
b. badan menjadi sehat
c. mendapatkan pahala
d. melatih displin, kejujuran dan kesabaran dalam melaksanakan tugas
e. mendidik agar kita dapat mengendalikan nafsu
f. mendidik rasa kasih sayang pada fakir miskin
g. adalah tanda syukur kepada Allah Swt atas segala nikmatNya.

sumber : http://ariffadholi.blogspot.com

Saturday, March 7, 2015

Jujur, Santun dan Malu dalam Islam


Sikap jujur, santun dan malu dalam Islam adalah tiga hal yang tidak terpisahkan. Dalam bahasa Arab, kata jujur sama maknanya dengan “ash-shidqu” atau “shiddiq” yang berarti nyata, benar, atau berkata benar. Lawan kata ini adalah dusta, atau dalam bahasa Arab ”al-kadzibu”. Secara istilah, jujur atau ash-shidqu bermakna: (1) kesesuaian antara ucapan dan perbuatan; (2) kesesuaian antara informasi dan kenyataan; (3) ketegasan dan kemantapan hati; dan (4) sesuatu baik yang tidak dicampuri dengan kedustaan. Hal itu lebih mendalam dapat dibaca pada artikel Arti dan Makna Kejujuran dalam Islam

Sopan Satun dalam Islam

Allah SWT berfirman dalam Al Qur’an : “Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kalian dari seoranglaki -laki dan seorang perempuan dan menjadikan kalian berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kalian saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kalian disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.”

Pergaulan adalah fitrah manusia sebagai makhluk sosial yang tidak mungkin bisa hidup sendirian. Manusia juga mempunyai sifat tolong-menolong dan saling membutuhkan satu sama lain. Interaksi dengan sesama manusia juga menciptakan kemaslahatan besar bagi manusia itu sendiri dan juga lingkungannya. Berorganisasi, bersekolah, dan bekerja adalah contoh-contoh aktivitas memiliki manfaat besar yang melibatkan pergaulan antar manusia.

Namun, pergaulan tanpa dibentengi iman yang kokoh akan mudah membuat seorang Muslim terjerumus. Kita lihat di zaman sekarang. Betapa banyak kejadian tidak bermoral yang membuat kita mengelus dada. Pergaulan bebas, video mesum, perkosaan, dan berbagai bentuk perilaku menyimpang lainnya. Semua itu bersumber dari pergaulan yang salah dan tidak dilandaskan pada kepatuhan pada ajaran Al Quran yang mengatur soal pergaulan Islami.
Jujur, Santun dan Malu dalam Islam
Oleh karenanya, adalah satu hal yang penting mengetahui sopan santun pergaulan dalam Islam. Bagi sebagian orang yang tidak terbiasa dengan tata cara pergaulan dalam Islam ini, mereka pasti akan merasa canggung atau barang kali malah merasa tertekan sebab pergaulan dalam Islam itu terlihat begitu kaku dan tidak seperti pergaulan yang umum ditemui di masyarakat.

Sopan santun pergaulan dalam Islam itu sebenarnya bukan untuk membatasi namun untuk menjaga harkat dan martabat manusia itu sendiri agar tidak sama dengan tata cara dan tatanan para satwa dalam bergaul. Bila satu tuntunan itu diambil dengan kerendahan hati dan keinginan untuk berbakti kepada Ilhai, maka tidak ada satu hal sulit untuk mengikuti tuntunan baik itu. Terkesan sulit sebab melihatnya dari sisi nafsu dan kepentingan duniawi.

Bila memang belum mampu menjalankan tuntunan yang sebenarnya, jangan ditantang tuntunan itu. Cukup camkan dalam hati bahwa diri akan berusaha sekuat tenaga mengikuti aturan yang sesungguhnya. Kalau menentang atau bahkan menantang, itulah tanda kesombongan diri di hadapan Sang Kuasa. Tentunya hal ini kurang baik untuk kesehatan hati dan kalbu.

Islam mengatur batasan-batasan pergaulan antara lelaki dan perempuan. Batasan-batasan itu tidak dibuat untuk mengekang kebebasan manusia, namun adalah salah satu wujud kasih sayang Allah pada umat manusia sebagai makhluk paling mulia.

Sebagai Muslim yang beriman, hendaknya kita senantiasa memerhatikan beberapa adab sopan santun pergaulan yang diatur dalam Al Quran. Adab-adab itu dibuat untuk membuat harkat dan martabat manusia tetap tinggi dimata Allah Swt. Di antara adab sopan santun pergaulan dalam Islam itu, adalah:

1. Menutup aurat
Aurat adalah bagian tubuh yang tidak boleh ditampakkan kecuali kepada muhrimnya. Wanita atau pria mempunyai batasan-batasan aurat. Khusus wanita, aurat ibarat perhiasan yang sangat berharga. Ini sesuai firman Allah SWT dalam Al Qur’an : “Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang  nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah Menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki -laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayanlaki -laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti mengenai aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kalian sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kalian beruntung.” (Q.S. An Nur : 31)

Dalam Ayat itu memerintahkan wanita Muslimah agar tidak menampakkan perhiasan , kecuali kepada suami, ayah, dan beberapa pihak lain yang termasuk dalam pengecualian. Allah juga melarang para wanita bertabaruj. Tabaruj adalah berhias diri secara berlebihan, sehingga mengundang syahwat kaum Adam. Yang termasuk perilaku tabaruj juga adalah memakai wangi-wangian yang baunya dapat tercium orang lain di tempat umum. Memakai perhiasan (gelang, kalung, dan lain-lain) secara berlebihan dan mencolok mata juga termasuk tabaruj.

2. Menjaga interaksi antara lelaki dan perempuan
Allah melaranglaki -laki dan perempuan yang bukan muhrim untuk saling berpandangan secara berlebihan, apalagi saling bersentuhan. Dalam Al Quran surat An-Nuur ayat 31 Allah bahkan secara khusus mengingatkan kaum lelaki agar menjaga pandangan dan memelihara kemaluannya. Artinya, tidaklah temasuk lelaki beriman jika matanya suka jelalatan dan bergonta-ganti pasangan seperti berganti pakaian.

Pandangan mata secara berlebihan serta persentuhan antara lelaki dan perempuan yang bukan muhrim juga bisa menimbulkan zina. Allah berfirman dalam Al Quran : “Dan janganlah kalian mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan buruk.” .

Dalam ayat ini Allah melarang kita mendekati zina, sebab zina adalah perbuatan yang sangat keji. Pandangan mata dan persentuhan tubuh adalah salah satu tindakan mendekati zina. Jika mendekati zina saja haram dan memperoleh larangan keras, Anda tentu bisa menyimpulkan sendiri, betapa berdosanya perbuatan zina yang sekarang demikian merajalela dan dilakukan manusia tanpa rasa bersalah!

3. Menjaga aurat suara
Baik perempuan ataulaki -laki, hendaknya tidak mengeluarkan kata-kata secara mesra atau berlebihan kepada lawan jenis selain istri atau suaminya. Hal ini tertuang dalam firman Allah SWT : “Hai isteri-isteri Nabi, kalian sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kalian bertakwa. Maka janganlah kalian tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah Perkataan baik,

Dalam ayat ini, secara khusus Allah mengingatkan istri-istri Nabi agar jangan melembutkan suara saat bicara sehingga membangkitkan nafsu lelaki yang mendengarnya. Walaupun ayat itu ditujukan kepada para istri Nabi, tidak ada salahnya kita meneladani ajaran Al Quran yang selalu mempunyai hikmah tersendiri bagi pengikutnya. Sebagian ulama juga berpendapat bahwa ayat itu juga berlaku untuk wanita biasa.

4. Larangan berdua-duaan
Allah swt. melaranglaki -laki dan perempuan yang bukan muhrimnya saling berdua-duaan, kecuali disertai mahramnya atau orang ketiga. Menurut Rasulullah saw., jika lelaki dan perempuan berdua-duaan, maka akan muncul pihak ketiga, yakni setan. Apa akibatnya jika setan ikut “nimbrung” di antara dua manusia yang berlainan jenis? Anda tentu sudah tahu jawabannya, bukan?

Demikian beberapa adab sopan santun pergaulan dalam Islam yang harus diperhatikan setiap umat Islam yang mengaku beriman. Islam tidak pernah melarang pergaulan dengan siapa pun. Bergaul bahkan sangat dianjurkan sebagai upaya meningkatkan ukhuwah Islamiyah. Yang dilarang adalah pergaulan secara bebas antara lelaki dan perempuan yang bukan muhrim. Pergaulan yang tidak mematuhi norma-norma agama.


Malu dalam Islam

Salah satu yang membedakan manusia dengan makhluk lain seperti satwa terletak pada rasa malu, kalaulah satwa punya rasa malu tentu ia akan memakai gaun yang indah dan menutup auratnya, kalaulah satwa punya rasa malu, tidak kita temui kerbau, sapi dan kambing yang memakan tanaman tetangga, bila satwa punya rasa malu maka tidak kita temui adegan pulgar mereka melepaskan nafsu biologisnya di sembarang tempat dan sembarang pasangan, itulah makanya bila satwa melakukan hal itu tidak ada yang protes, sebab semuanya itu dianggap wajar, satwa itu tidak punya malu. Beda dengan manusia, ia punya rasa malu tinggi, bila berlaku sebagaimana satwa maka tidak beda dengan jenis ini.

Seorang teman, sedang memamerkan foto bersama sang kekasihnya di laman Facebook dan jejaring sosial. Foto-fotonya yang nampak mesra ditampilkan begitu sangat terbuka dan bisa dilihat atau diakses pihak lain. “Aku jika punya pacar selalu aku publish, “ujarnya suatu saat ditanya alasannya. Padahal, mereka belum terikat sebagai pasangan suamu istri yang sah.
Suatu kali seorang pejabat tinggi di Jawa Timur pernah berangkat haji dengan rombongan besar. Bersama istri, anak, keluarga dan kerabatnya mengunjungi tanah suci,ia tanpa malu menggunakan fasilitas negara yang diambil dari pajak rakyatnya.

Di TV masyarakat sering menyaksikan, di ruangan rapat anggota DPR  banyak yang kosong. Sebagian sering menguap sebab ngantuk, bahkan ada yang tidur-tiduran. Sedih juga melihatnya. Padahal digaji besar dari uang rakyatnya, namun dia tak merasa malu disaksikan jutaan orang. Masih di TV, seorang terdakwah koruptor kelas kakap, yang telah menilap dan merugikan uang negara masih bisa tersenyum saat para wartawan TV menyorot wajahnya.

Di akhir zaman seperti ini, istilah malu mungkin hanya slogan. Orang yang masih mempunyai rasa malu mungkin sangat langka. Yang ada justru sebaliknya. Yang dapat kita jumpai di nyaris semua lapisan sosial, baik, individu, keluarga, masyarakat atau institusi sosial atau dalam hidup bernegara.

Tiap hari, kita disuguhkan dengan cerita, pemandangan dan laporan yang seolah telah menguras habis naluri dan perasaan kita. Karyawan yang sudah mempunyai pasangan suami-istri tugas berdua dengan teman sekantor, kakek melecehkan cucunya, ayah menghamili anaknya, kakak bersingkuh dengan adik iparnya, Bupati atau mantan ketua organisasi besar melakukan korupsi, anak-anak para pejabat mabuk harta saat orantuanya sedang berkuasa, para penegak hukumnya mudah disuap, semua telah ada nyata di depan mata kita. Boleh dikata, kejahatan moral berjalan secara sistematis dari kamar-kamar keluarga hingga ke ruang-ruang Istana.

Dr. Saad Riyadh dalam bukunya berjudul Jiwa Dalam Bimbingan Rasulullah Saw, menyatakan mengenai Memiliki Rasa Malu ;
Rasulullah saw, bersabda,”Iman itu mempunyai dari enam puluh cabang dan rasa malu adalah salah satu cabangnya” [HR. Bukhari].
Dalam hadits lain disebutkan bahwa suatu hati Rasulullah saw, lewat di hadapan seoranglaki -laki dari golongan Anshar yang sedang menasehati temannya dalam hal malu. Beliau lalu bersabda,”Biarkan saja dia. Sesungguhnya malu itu bagian dari iman.” [HR. Abu Dawud].

Abu Mas’ud Uqbah bin Amr al-Anshari al-Badri ra, berkata, Rasulullah Shallahu alaihi wa salam bersabda, “ Sesungguhnya sebagian yang masih diingat orang dari ajaran para Nabi terdahulu, “Jika tidak malu, berbuatlah sesukamu”.

Makna malu adalah mencegah dari melakukan segala sesuatu yang tercela, maka sesungguhnya mempunyai malu, pada dasarnya, seruan untuk mencegah segala maksiat dan kejahatan. Rasa malu adalah ciri khas kebaikan, yang senantiasa diinginkan oleh manusia. Mereka melihat bahwa tidak mempunyai rasa malu adalah aib. Rasa malu adalah bagian dari kesempurnaan iman. “Malu adalah bagian dari keimanan”, dan dalam hadist lainnya “Rasa malu selalu mendatangkan kebaikan”. .

Imam Ahmad dan Tirmidzi meriwayatkan secara marfu’, bahwa Ibnu Mas’ud, “Merasa malu kepada Allah adalah dengan menjaga kepala dan apa yang dipikirkannya, perut dan apa yang ada didalamnya, dan selalu mengingat mati dan cobaan. Barangsiapa yang menghendaki akhirat, maka akan meninggalkan perhiasan dunia. Dan siapapun yang melakukan hal itu itu dia telah mempunyai rasa malu kepada Allah”.
Jika dalam diri manusia tidak ada lagi rasa malu, baik yang bersifat bawaan atau yang diusahakan, maka tidak ada lagiyang menghalangi untuk melakukan perbuatan keji dan hina. Bahkan menjadi seperti orang yang tidak mempunyai keimanan sama sekali, sehingga tidak berbeda degan golongan syetan.
Seperti dikatakan Baginda Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam, “Jika tidak malu, berbuatlah sesukamu”. Ini menggambarkan betapa orang yang tidak mempunyai lagi malu, pasti ai akan berbuat dan bertindak sesuka hatinya, tanpa lagi mempedulikannya.

Berdusta, berbohong, berkhianat, memberikan wala’nya  kepada musuh-musuh Allah, seraya mengatakan sebaagai kemenangan. Menerima sogok dan suap, diangap sebagai shadaqah dan jariyah. Uang-uang yang suhbhat dianggapnya sebagai yang halal. Bahkan, yang haram pun dianggapnya sebagai halal, yang dapat digunakan untuk mencapai tujuannya, terutama menggapai kenikmatan dunia,

Kita harus menempatkan rasa malu itu pada tempatnya yang benar agar tidak salah kaprah, apakah dapat dikatakan malu orang yang tidak mau melakukan kebaikan sebab disindir sebagai orang yang shaleh, apakah dapat dikatakan malu kalau menyampaikan kebenaran sebab mendengar ocehan orang yang menyatakan dan memanggilnya ustadz, inilah sebuah godaan dari lingkungan manusia untuk menciutkan semangat orang yang berbuat baik.

sumber :
http://gemirasolok.blogspot.com/2013/10/26-memiliki-rasa-malu.html
https://www.facebook.com/permalink.php?id=491142294258787&story_fbid=625362094170139

Optimis, Ikhtiar dan tawakal dalam Islam

Optimis, Ikhtiar dan tawakal dalam Islam merupakan satu mata rantai yang tak dapat dipisahkan. Manusia hidup didunia ini pastilah mempunyai harapan, tanpa adanya harapan manusia tidak mempunyai arti sebagai manusia.

Pendefinisian harapan sering disamakan dengan definisi dari cita-cita. Padahal keduanya mempunyai arti yang berbeda dimana harapan adalah keinginan yang belum terwujud. Sedangakan cita-cita mempunyai definisi sebagai keinginan yang ada dalam hati seseorang. Cita-cita mungkin bisa tercapai atau tidak, agar cita-cita itu dapat dikabulkan oleh Allah ada beberapa faktor yang harus dipenuhi yaitu berdoa dan berbakti kepada Allah serta bekerja keras.Dalam bekerja keras tentulah manusia memerluka sikap optimisme sehingga termotivasi untuk mencapai harapan dan cita-cita yang diinginkan.

Dilihat dari segi bahasa optimisme berasal dari bahasa latin yaitu “Optima” yang berarti terbaik Menjadi optimis, dalam arti khas kata, pada akhirnya berarti satu harapkan untuk mendapatkan hasil terbaik dari situasi tertentu. Menurut Inggris Oxford Dictionary mendefinisikan optimisme sebagai mempunyai "harapan dan keyakinan mengenai masa depan atau hasil yang sukses dari sesuatu; Kecenderungan untuk mengambil pandangan positif atau penuh harapan". Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia “optimis” adalah orang yg selalu berpengharapan  baik dl menghadapi segala hal.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwasanya optimisme adalah suatu sikap penuh dengan keyakinan tinggi dalam mengahadapi permasalahan kehidupan didunia ini, dan dimasa depan akan meraih kesuksesan yang telah dicita-citakan sebelumnya. Optimisme adalah sebuah sikap yang akan mendorong seorang individu untuk terus berusaha pantang menyerah guna mencapai tujuan dan cita-cita yang diinginkan, walaupun seberat apapun problematika yang dihadapi namun dengan adanya keteguhan dan sikap optimisme akan menjadikan seseorang dapat menghadapinya dan mencari problem solving.

Namun dalam bersikap optimis yang berlebihan akan membawa sesorang kedalam kesombongan dan akan membawanya dalam jurang kehancuran. Dengan demikian haruslah kita bersikap optimis dengan mengimbanginya dengan usaha keras serta berserah diri kepada Allah SWT. Apabila seorang hanya bersikap optimis tanpa diikuti oleh tindakan yang nyata dan kerja keras tujuan yang diinginkan tak akan tercapai, setelah bersikap optimis dan bekerja keras haruslah kita tetap berserah diri kepada Allah SWT, sebab hanya ditangan Allah lah yang akan menetukan hasil kerja keras kita.

Dengan bersikap optimis dalam mengahadapi persoalan kehidupan akan menjadikan seorang muslim lebih bersikap bahagia, sebab dapat mencapai apa yang telah dicita-citakan baik cita-cita dunia atau akherat. Selain hal itu menurut pakar yang telah melakukan riset menyatakan bahwasanya orang yang bersikap optimis akan mempunyai badan yang sehat dan lebih panjang umur dari pada orang-orang yang bersikap pesimistis. Para peneliti juga memperhatikan bahwa orang yang optimistis lebih sanggup menghadapi stres dan lebih kecil kemungkinannya mengalami depresi.

Sebagai seorang muslim, kita harus optimis dalam menghadapi ujian atau cobaan, semua persoalan kita serahkan kepada ALLAH disertai usaha semaksimal mungkin, sebab hanya ALLAH tempat meminta dan tempat berlindung.bagi makhlukNya.

Orang Islam tidak punya kata pesimis dalam kamus hidupnya, sebab pedoman yang telah dipegang teguh adalah al-Quran dan al-Hadits. Pernahkah terpikir oleh kita bahwa segala rintangan, kesulitan yang dihadapi menjadikan kita kian pakar dan bertambah pengalaman dalam segala hal? Sungguh indah ayat cintaNya tentang sikap optimis yang harus ditanamkan dalam diri kita, Alam Nasyrah, “… karena. sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan.”

Sebagai contoh, dahulu sebab Rasulullah dan para sahabat yakin bisa merubah peradaban dengan peradaban Islam, walaupun dengan berbagai kekurangan pada awalnya baik harta, pengikut, atau sarana yang lain, tetapi dengan keyakinan yang kuat dan usaha yang optimal, juga doa yang senantiasa dipanjatkan ke hadirat Allah Swt, Islam bisa memegang peradaban. Yakinlah, bahwa setiap keyakinan akan menghasilkan sesuatu, bisa 100%, bisa lebih, dan juga bisa kurang, tetapi selalu ada hasilnya.

1. Pengertian Ikhtiar

Kata ikhtiar berasal dari bahasa Arab  yang berarti memilih. Ikhtiar diartikan berusaha sebab pada hakikatnya orang yang berusaha berarti memilih.
Adapun menurut istilah, berusaha dengan mengerahkan segala kemampuan yang ada untuk meraih suatu harapan dan keingina yang dicita-citakan, ikhtiyar juga juga dapat diartikan sebagai usaha sungguh-sungguh yang dilakukan untuk mendapatkan kebahagiaan hidup, baik di dunia atau di akhirat.

2. Perintah untuk Berikhtiar
Dalil-dalil yang mewajibkan kita berikhtiar, antara lain :
  1. Surat al-Jumu’ah ayat 10 yang artinya :”Apabila salat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kalian di bumi, carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak agar kalian beruntung”.
  2. H.R. al-Bukhori nomor 1378 dari Zubair bin Awwam r.a yang artinya : “Sungguh, jika sekiranya salah seorang diantara kalian membawa talinya, lalu ia kembali dengan membawa seikat kayu di atas punggungnya, lalu dia jual sehingga Allah mencukupi kebutuhannya(dengan hasil itu) adalah lebih baik daripada meminta-minta kepada manusia, baik mereka(yang diminta) member atau menolaknya.

3. Bentuk-bentuk Ikhtiar
Sebagai muslim kita harus mengenali bentuk-bentuk perilaku ikhtiar, agar kelak dapat mengamalkannya dalam kehidupan sehari-sehari, di antaranya sebagai berikut :
a. Mau bekerja keras dalam mencapai suatu harapan dan cita-cita.
b. Selalu bersemangat dalam menghadapi kehidupan.
c. Tidak mudah menyerah dan putus asa.
d. Disiplin dan penuh tanggung jawab.
e. Giat bekerja dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup.
f. Rajin berlatih dan belajar agar bisa meraih apa yang diinginkannya.

4. Dampak Positif Ikhtiar
Banyak nilai positif yang terkandung dalam perilaku ikhtiar, di antaranya sebagai berikut :
a. Terhindar dari sikap malas.
b. Dapat mengambil hikmah dari setiap usaha yang dilakukannya.
c. Memberikan contoh tauladan bagi orang lain.
d. Mendapat kasih sayang dan ampuna dari Allah SWT.
e. Merasa batinnya puas sebab dapat mencukupi kebutuhan hidupnya.
f. Terhormat dalam pandangan Allah dan sesame manusia sebab sikapnya.
g. Dapat berlaku hemat dalam membelanjakan hartanya.

5. Membiasakan Diri Berikhtiar
Sikap perilaku ikhtiar harus dimiliki oleh setiap muslim agar mampu menghadapi semua godaan dan tantangan dengan kerja keras dan ikhtiar. Untuk itu hendaklah perhatikan terlebih dahulu beberapa hal berikut :
a. Kuatkan iman kepada Allah SWT.
b. Hindari sikap pemalas.
c. Jangan mudah menyerah dan putus asa.
d. Berdo’a kepada Allah agar diberi kekuatan untuk selalu berikhtiar.
e. Giat dan bersemangat dalam melakukan suatu usaha.
f. Tekun dalam melaksanakan tugas, Pandai-pandai memanfaatkan waktu.
g. Tidak mudah putus asa, selalu berusaha memajukan usahanya.

Bertawakal kepada Allah merupakan perintah yang banyak terdapat dalam Al-Qur’an, di samping perintah-perintah lainnya seperti bertaqwa, bersabar, beristiqomah, ikhlas dan beribadah, ridho dalam menerima ketetapan Tuhan, berlaku adil, berjihad pada jalan-Nya, berkurban dan lain-lain.

Di antara perintah-perintah yang terpokok dan terutama sekali adalah perintah untuk ber-IBADAH kepada-Nya. Oleh sebab itulah maka tugas utama manusia di dunia ini tidak lain beribadah kepada-Nya sebagai mana ditegaskan oleh-Nya : ” Wamaa kholaktul jinna wal insa illa liya’buduuni ”  A.Q.S. 51:56.

Arti dan Makna Tawakal

Tawakal artinya BERSERAH DIRI DAN BERPEGANG TEGUH KEPADA ALLAH. Di sini terdapat dua unsur pokok yaitu, pertama berserah diri dan kedua berpegang teguh. Kedua-duanya adalah kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Tidak dapat dikatakan tawakal kalau belum berserah diri secara ikhlas. Tidak dapat pula dikatakan tawakal kalau belum berpegang kepada-Nya, belum kokoh atau belum bulat pada tingkat haqqul yakin kepada kekuasaan-Nya yang tidak terbatas, keadilan-Nya, kebijaksanaan-Nya, kasih sayang-Nya untuk mengatur segala sesuatu dengan sesempurna-sempurnanya.

Menjaring dan menjemput ’keran rezeki' yang telah ditetapkan Allah SWT, adalah kewajiban seorang muslim. Dalam menjemput rezeki, secara teknis kita akan berhadapan dengan zona rezeki baik dan rezeki yang tidak baik, yang halal dan rezeki yang tidak halal. Hal itu sebagaimana Alloh kemukakan dalam al-Quran surat al-Baqoroh ayat 57 yang artinya, "Makanlah makanan baik-baik yang Kami berikan kepadamu."

Ayat di atas, secara tersirat menjelaskan, sesungguhnya rezeki yang disebar terdiri atas rezeki baik dan rezeki yang tidak baik, dan kita diperintahkan untuk menjemput rezeki baik dan dengan cara baik pula.

Tergelincirnya seseorang menikmati rezeki yang tidak baik disebabkan sebab faktor ketakutan, kegelisahan, dan tidak yakin pada jatah yang telah ditetapkan Allah. Mereka takut miskin, padahal perasaan itu hanyalah bisikan setan sebagaimana firman Allah, "Setan itu menakut-nakuti kalian dengan kemiskinan dan menyuruh melakukan perbuatan yang keji." . Sesungguhnya Allah dalam al-Quran telah bersumpah akan menjamin rezeki makhluknya, "Dan di langit terdapat rezekimu dan apa-apa yang dijanjikan kepadamu. Demi Tuhannya langit dan bumi, sesungguhnya apa yang dijanjikan itu adalah benar, seumpama perkataanmu." (QS. adz-Dzariyat: 22-23)­


Tawakal dalam Menjemput rezeki

Kunci utama dalam menjemput rezeki yang halal adalah ikhtiar dan tawakal. Sikap tawakal tidak identik dengan pasrah, apa adanya, kumaha engke, atau malas. Tawakal menurut bahasa berasal dari kata 'wakala' artinya menyerahkan ”sesuatu.” Itulah sebabnya, Yusuf Qordhowi mengemukakan, tawakal adalah cabang iman kepada Allah SWT., yang menyerukan kepada penyerahan diri kepada Allah SWT., semata tanpa mengabaikan sebab.

Seiring dengan ungkapan itu, Abu Turab an-Nakhsyaby menjelaskan, tawakal adalah gerakan untuk ubudiyah, menggantungkan hati kepada penanganan Allah, ketenangan kepada qodho dan qodar Allah SWT., kedamaian menerima kecukupan dari Allah, bersyukur jika diberi dan bersabar jika ditahan.

Tawakal adalah pancaran dari sikap optimis yang dibuktikan dengan kekuatan do’a dan kekuatan ikhtiar secara optimal. Dengan kata lain, tawakal adalah usaha yang dilakukan sepenuh hati dan dibuktikan dengan kesungguhan secara fisik.

Sikap tawakal seorang muslim bukan pada hasil tetapi pada proses. Ketika seekor kuda diikat atau ditambatkan pada sebatang pohon agar tidak lepas adalah sebuah proses tawakal. Toh, nanti ternyata setelah kuda diikat dengan kuat tetapi tetap bisa kabur itu adalah semata-mata kehendak Allah SWT. Demikian makna tawakal yang diajarkan panutan kita, Rasulullah Saw.

Konsep tawakal yang diajarkan Rasulullah mempunyai keutamaan yang sangat erat dengan pola hidup seorang muslim di antaranya, pertama sikap tawakal sangat disukai Allah. Hal itu sebagaimana tertulis dalam al-Quran surat al-Imron ayat 159, "Karena itu maafkanlah mereka, mohonkan ampun bagi mereka dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kalian telah membulatkan tekad, maka tawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya."

Kedua, dengan sikap tawakal Allah akan mencukupkan keperluan kita. Hal itu sesuai dengan janji Allah SWT dalam surat At-Tolaq ayat 3. Ketiga, sikap tawakal adalah bukti iman yang benar. Firman Allah, "Dan hanya kepada Allah hendaknya kalian bertawakal, jika kalian benar-benar orang yang beriman." . Keempat, dengan tawakal Allah akan memudahkan urusan rezeki kita dengan mudah. Rasulullah bersabda, "Sekiranya kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakal, niscaya Ia akan memberi kalian rezeki, sebagaimana Ia memberi rezeki kepada burung yang pergi dalam keadaan kosong perutnya dan kembali lagi dalam keadaan kenyang."(HR. Tirmidzi).

Beranjak dari keutamaan tawakal, maka dapat dipastikan dalam setiap gerak langkah saat menjemput rezeki akan selalu lahir rasa optimis tinggi. Kondisi ini sejalan dengan hakikat kedatangan rezeki, yakni dari mana mendapat rezeki dan bagaimana membelanjakan rezeki itu. Soal banyak sedikit rezeki yang diperoleh bukan masalah. Bukankah posisi kita dalam kaitan rezeki hanya sebagai pemegang amanah bukan pemilik.