Saturday, September 24, 2016

اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَا تُهُ
Saudara muslimku calon penghuni sorga, kali ini kita akan membahas tentang Sejarah Perkembangan Wakaf Di Indonesia. Semoga artikel ini bermanfaat, aamiin.

Sejarah Perkembangan Wakaf Di Indonesia

Sejarah perkembangan wakaf di Indonesia dapat dibagi dalam 3 kurun waktu, yaitu :

1. Sejarah  Wakaf Sebelum Kemerdekaan Republik Indonesia :


Wakaf merupakan suatu lembaga ekonomi Islam yang eksistensinya sudah ada semenjak awal kedatangan Islam. Wakaf adalah lembaga Islam kedua tertua di Indonesia setelah (atau bersamaan dengan) perkawinan. Sejak zaman awal telah dikenal wakaf masjid, wakaf langgar / surau dan wakaf tanah pemakaman di berbagai wilayah Indonesia. Selanjutnya muncul wakaf tanah untuk pesantren dan madrasah atau wakaf tanah pertanian untuk membiayai pendidikan Islam dan wakaf-wakaf lainnya.

Pada mulanya lembaga wakaf di Indonesia sering dilakukan oleh umat Islam, sebagai konsekuensi logis banyaknya kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia. Sekalipun lembaga wakaf merupakan salah satu pranata Islam, tetapi seolah-olah sudah merupakan kesepakatan diantara para ahli hukum bahwa pewakafan merupakan masalah dalam Hukum Adat Indonesia, sebab diterimanya lembaga berasal dari suatu kebiasaan dalam pergaulannya. Sejak itu persoalan wakaf telah diatur dalam Hukum Adat yang sifatnya tidak tertulis dengan mengambil sumber dari Hukum Islam.

Sewaktu Belanda mulai menjajah Indonesia lebih kurang tiga abad yang lalu, maka wakaf sebagai lembaga keuangan Islam telah tersebar di berbagai persada nusantara Indonesia. Dengan berdirinya Priesterrad (Rad Agama / Peradilan Agama) berdasarkan Staatsblad Nomor 152 pada tahun 1882, maka dalam praktek yang berlaku, masalah wakaf menjadi salah satu wewenangnya, di samping masalah perkawinan, waris, hibah, shadaqah dan hal-hal lain yang dipandang berhubungan erat dengan agama Islam.

Pengakuan Belanda ini berdasarkan kenyataan bahwa penyelesaian sengketa mengenai masalah wakaf dan lain-lain yang berhubungan dengan hukum Islam diajukan oleh masyarakat ke Mahkamah Syar’iyyah atau Peradilan Agama lokal dengan berbagai nama di berbagai daerah di Indonesia.
Pada masa ini (baca juga penjajah), telah dikeluarkan berbagai peraturan yang mengatur tentang wakaf, antara lain :
  1. SE Sekretaris Govememen pertama tanggal 31 Januari 1905 Nomor 435 sebagaimana termuat dalam Bijblad 1905 Nomor 6196 tentang Toezicht op den bouw van Mohammaedaansche bedehuizen.
  2. SE Sekretaris Govememen tanggal 4 Juni 1931 Nomor 1361 yang termuat dalam Bijblad 1931 Nomor 125/3 tentang Toezicht van de Regeering op Mohammaedaansche, Vridagdiensten en wakaf.
  3. SE Sekretaris Govememen pertama tanggal 24 Desember 1934 Nomor 3088/A sebagaimana termuat dalam Bijblad tahun 1934 Nomor 13390 tentang Toezicht van de Regeering op mohammaedaansehe bedehuize, Vrijdag diensten en wakafs.

2. Perkembangan Wakaf Pasca Kemerdekaan Republik Indonesia :

Peraturan-peraturan tentang perwakafan yang dikeluarkan pada masa penjajah Belanda, sejak Proklamasi Kemerdekaan RI tanggal 17 Agusus 1945 masih tetap berlaku berdasarkan bunyi pasal II Aturan Peralihan UUD 1945.  Maka untuk menyesuaikan dengan Negara Republik Indonesia dikeluarkan petunjuk Menteri Agama RI tanggal 22 Desember 1953 tentang Petunjuk-petunjuk mengenai wakaf, menjadi wewenang Bagian D (Ibadaha Sosial), Jawatan Urusan Agama, dan pada tanggal 8 Oktober 1956 telah dikeluarkan SE Nomor 5/D/1959 tentang Prosedur Perwakafan Tanah.

Dalam rangka penertiban dan pembaharuan sistem Hukum Agraria, masalah wakaf mendapat perhatian yang lebih dari pemerintah nasional, antara lain melalui Departemen Agama RI. Selama lebih tiga puluh tahun sejak tahun 1960, telah dikeluarkan berbagai Undang-undang, Peraturana Pemerintah, Peraturan Menteri, Insturksi Menetri / Gebernur dan lain-lain yang berhubungan karena satu dan lain hal dengan masalah wakaf.

Dalam pasal 5 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960, yang pada intinya menyatakan benda wakaf adalah hukum agama yang diakui oleh hukum adat di Indonesia, di samping kenyataan bahwa hukum adat (al-‘uruf) adalah salah satu sumber komplementer hukum Islam. Sehingga dalam pasal 29 ayat (1) UU yang sama dinyatakan secara jelas tentang hak-hak tanah untuk kepelruan suci dan sosial. Wakaf adalah salah satu lembaga keagaaan dan sosial yang diakui dan dilingdungi oleh UU ini.

3.  Perkembangan Wakaf di Era Peraturan Perudang-undangan Republik Indonesia :

Sebagaimana yang diketahui peraturan tentang perwakafan tanah di Indonesia masih belum memenuhi kebutuhan maupun dapat memberikan kepastian hukum, dari sebab itulah seuai dengan ketentuan pasal 49 ayat (3) UUPA, pemerintah pada tanggal 17 Mei 1977 menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik. Dengan berlakunya peraturan ini maka semua peraturan perundang tentang perwakafan sebelumnya yang bertentangan dengan PP Nomor 28 Tahun 1977 ini dinyatakan tidak berlaku.

Dalam rangka mengamankan, mengatur dan mengelola tanah wakaf secara lebih baik maka pemerintah mengeluarkan Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam yang di dalamnya juga mengatur masalah wakaf, sehingga setelah munculnya Inpres ini, kondisi wakaf lebih terjaga dan terawat, walaupun belum dikelola dan dikembangkan secara optimal.

Sejarah Perkembangan Wakaf Di IndonesiaPada tanggal 11 Mei 2002 Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa yang membolehkan wakaf uang (cash wakaf/ waqf al nuqud) dengan syarat nilai pokok wakaf harus dijamin kelestariannya. Dan atas dukungan political will Pemerintah secara penuh salah satunya adalah lahirnya  Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf dan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang pelaksanaannya (UU Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf).

Dari pasal undang-undang ini telah mewacana yang mengemuka tentang wakaf tunai dan realitas respon dari berbagai kalangan menjadi dasar pemikiran pentingnya penyusunan Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf yang di dalamnya memuat aturan tentang wakaf tunai. Karena Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977, sebagai satu-satunya peraturan perundang-undangan tentang wakaf sama sekali tidak mengcover masalah tersebut, Undang-undang ini diharapkan dapat memberikan optimisme dan keteraturan dalam pengelolaan wakaf secara umum dan wakaf tunai secara khusus di Negara Kesatuan Republik Indonesia ke depan.

sumber: bwi.or.id dan sumber-sumber lain



اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَا تُهُ
Saudara muslimku calon penghuni sorga, kali ini kita akan membahas tentang Sejarah Singkat Wakaf pada Zaman Rasulullah saw. Semoga artikel ini bermanfaat, aamiin.

Sejarah Singkat Wakaf pada Zaman Rasulullah saw

Dalam sejarah Islam, Wakaf dikenal sejak masa Rasulullah SAW karena wakaf disyariatkan setelah nabi SAW Madinah, pada tahun kedua Hijriyah. Ada dua pendapat yang berkembang di kalangan ahli yurisprudensi Islam (fuqaha’) tentang siapa yang pertama kali melaksanakan syariat wakaf. Menurut sebagian pendapat ulama mengatakan bahwa yang pertama kali melaksanakan wakaf adalah Rasulullah SAW ialah wakaf tanah milik Nabi SAW untuk dibangun masjid.

Pendapat ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Umar bin Syabah dari ‘Amr bin Sa’ad bin Mu’ad, ia berkata: Dan diriwayatkan dari Umar bin Syabah, dari Umar bin Sa’ad bin Muad berkata: “Kami bertanya tentang mula-mula wakaf dalam Islam? Orang Muhajirin mengatakan adalah wakaf Umar, sedangkan orang-orang Anshar mengatakan adalah wakaf Rasulullah SAW." (Asy-Syaukani: 129).

Rasulullah SAW pada tahun ketiga Hijriyah pernah mewakafkan ketujuh kebun kurma di Madinah; diantaranya ialah kebon A’raf, Shafiyah, Dalal, Barqah dan kebon lainnya. Menurut pendapat sebagian ulama mengatakan bahwa yang pertama kali melaksanakan Syariat Wakaf adalah Umar bin Khatab. Pendapat ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan Ibnu Umar ra, ia berkata: Dari Ibnu Umar ra, berkata : “Bahwa sahabat Umar ra, memperoleh sebidang tanah di Khaibar, kemudian Umar ra, menghadap Rasulullah SAW untuk meminta petunjuk, Umar berkata : “Hai Rasulullah SAW., saya mendapat sebidang tanah di Khaibar, saya belum mendapat harta sebaik itu, maka apakah yang engkau perintahkan kepadaku?”

Rasulullah SAW. bersabda: “Bila engkau suka, kau tahan (pokoknya) tanah itu, dan engkau sedekahkan (hasilnya), tidak dijual, tidak dihibahkan dan tidak diwariskan. Ibnu Umar berkata: “Umar menyedekahkannya (hasil pengelolaan tanah) kepada orang-rang fakir, kaum kerabat, hamba sahaya, sabilillah, Ibnu sabil dan tamu. Dan tidak dilarang bagi yang mengelola (nazhir) wakaf makan dari hasilnya dengan cara yang baik (sepantasnya) atau memberi makan orang lain dengan tidak bermaksud menumpuk harta” (HR.Muslim).