Friday, August 29, 2014

اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَا تُهُ
Saudara muslimku calon penghuni sorga, kali ini kita akan membahas tentang Daulah Umayyah di Damaskus dan Andalusia. Semoga artikel ini bermanfaat, aamiin.

Daulah Umayyah di Damaskus dan Andalusia

Daulah Umayyah di Damaskus (661-750M)


Daulah Umayyah berdiri pada tahun 40 – 132 H / 661 – 750 M selama 90 tahun. Pendiri Daulah Umayyah bernama Muawiyah bin Abi Sufyan bin Harb bin Umayyah. Daulah Umayyah menjadikan kota Damaskus sebagai pusat pemerintahannya. Saat ini Damaskus menjadi ibukota negara Suriah. Sebagai pendiri Daulah Umayyah, Muawiyah bin Abi Sufyan sekaligus menjadi Khalifah pertama kekhalifahan tersbut. Adapun secara lengkap para khalifah Bani Umayyah sebagai berikut:

a. Muawiyah bin Abu Sufyan (Muawiyah I), tahun 660 -680 M. (41-61 H )
b. Yazid bin Muawiyah (Yazid I), tahun 680-683 M. (61-64 H)
c. Muawiyah bin Yazid (Muawiyah II), tahun 683-684 M. (64-65 H)
d. Marwan bin Hakam (Marwan I), tahun 684-685 M. (65-66 H)
e. Abdul Malik bin Marwan, tahun 685-705 M. (66-86 H)
f. Al-Walid bin ‘Abdul Malik (al-Walid I), tahun 705-715 M. (86-97 H)
g. Sulaiman bin ‘Abdul Malik, tahun 715-717 M. (97-99 H)
h. Umar bin ‘Abdul ‘Aziz (‘Umar II), tahun 717-720M. (99-102 H)
i. Yazid bin ‘Abdul Malik (Yazid II), tahun 720-724 M. (102-106 H)
j. Hisyam bin ‘Abdul Malik, tahun 724-743 M. (106-126 H)
k. Walid bin Yazid (al-Walid III), tahun 743-744 M. (126-127 H)
l. Yazid bin Walid (Yazid III), tahun 744 M. (127 H)
m. Ibrahim bin al-Walid, tahun 744 M. (127 H)
n. Marwan bin Muhammad (Marwan II al-Himar), tahun 745-750 M. (127- 133 H)

Pada saat Daulah Umayyah diperintah oleh al-Walid bin Abdul Malik, keadaan negara sangat makmur, tenteram, dan tertib. Umat Islam merasa nyaman dan hidup bahagia. Pada masa pemerintahannya yang berjalan kurang lebih 10 tahun itu tercatat suatu perluasan wilayah dari Afrika Utara menuju wilayah barat daya, benua Eropa, yaitu pada tahun 711 M. Setelah Aljazair dan Maroko ditundukkan, Tariq bin Ziyad, memimpin pasukan Islam menyeberangi selat yang memisahkan antara Maroko (magrib) dengan benua Eropa, Tariq bin Ziyad mendarat di suatu tempat yang sekarang dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Thariq). Setelah tentara Spanyol dapat dikalahkan, Spanyol menjadi daerah perluasan selanjutnya. Ibu kota Spanyol, Cordoba, dapat dikuasai dengan cepat. Setelah itu kota-kota lain seperti Sevilla, Elvira dan Toledo juga ditaklukkan.

Di zaman pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz, perluasan wilayah dilakukan ke Perancis melalui pegunungan Pirenia. Misi tersebut dipimpin oleh Abdurrahman bin Abdullah al-Ghafiqi. Dengan keberhasilan memperluas wilayahnya ke beberapa daerah, baik di timur maupun barat, wilayah kekuasaan Islam masa Bani Umayyah ini menjadi betul-betul sangat luas. Daerah-daerah itu meliputi Spanyol, Syria, Palestina, Afrika Utara, Jazirah Arab, Irak, sebagian Asia Kecil, Persia, Afganistan, daerah yang sekarang disebut Pakistan, Uzbekistan, Turkmenistan, dan Kirgistan di Asia Tengah.

Di samping perluasan wilayah Islam, Bani Umayyah juga telah banyak berjasa dalam pembangunan di berbagai bidang. Muawiyah bin Abu Sufyan mendirikan dinas pos dan tempat-tempat tertentu dengan menyediakan kuda-kuda yang lengkap dengan peralatannya di sepanjang jalan. Dia juga berusaha menertibkan angkatan bersenjata dan mencetak mata uang. Pada masanya, jabatan khusus seorang qadi (hakim) mulai berkembang menjadi profesi tersendiri. Qadi adalah seorang spesialis di bidang kehakiman. Abdul Malik bin Marwan mengubah mata uang Bizantium dan Persia yang dipakai di daerah-daerah yang dikuasai Islam. Untuk itu, Abdul Malik bin Marwan mencetak uang tersendiri pada tahun 659 M dengan memakai kata- kata dan tulisan Arab. Khalifah Abdul Malik bin Marwan juga berhasil melakukan pembenahan-pembenahan administrasi pemerintahan dan memberlakukan bahasa Arab sebagai bahasa resmi administrasi dalam pemerintahan Islam.

Keberhasilan tersebut dilanjutkan oleh puteranya al-Walid bin Abdul Malik (705-715 M) meningkatkan berbagai pembangunan, di antaranya membangun panti- panti untuk orang cacat dimana pekerjanya digaji oleh negara secara tetap. Ia juga membangun jalan-jalan raya yang menghubungkan suatu daerah dengan daerah lainnya, ia juga membangun pabrik-pabrik, gedung-gedung pemerintahan dan masjid-masjid yang megah.


Khalifah al Walid bin Abdul Malik adalah putra mahkota Khalifah Abdul Malik bin Marwan. Ia menjadi khalifah menggantikan ayahnya Abdul Malik bin Marwan. Ada perbedaan dalam hal kecakapan di bidang ilmu pengetahuan. Tidak seperti ayahnya yang pandai menguasai bermacam-macam cabang ilmu pengetahuan, termasuk kemampuan bahasa Arab. Al Walid tidak mempunyai keterampilan berbahasa yang cukup baik. Oleh sebab itu, al Walid dikenal sebagai khalifah dari Dinasti Bani Umayyah yang kemampuan bahasa Arabnya kurang baik. Padahal, para penguasa dan khalifah dari Dinasti Bani Umayyah dikenal mempunyai kemampuan bahasa Arab yang cukup baik.

Meskipun ayahnya sudah mendatangkan seorang guru pengajar ilmu nahwu, tata bahasa Arab, tetapi keterampilan bahasa Arab al Walid tidak mengalami perubahan yang berarti. Melihat kenyataan seperti itu ayahnya berkomentar, ”Cinta aku kepada putraku, al Walid sudah membahayakan dirinya.”
Ungkapan ayahnya itu mengandung pengertian bahwa sebab cinta dan sayangnya kepada al Walid, ayahnya tidak tega mengirim al Walid ke Gurun Sahara. Wilayah Sahara atau padang pasir cukup jauh dan termasuk wilayah pedalaman. Di wilayah ini bahasa Arab masih cukup baik sebab belum bercampur oleh bahasa-bahasa lain. Akan tetapi, ayah al Walid agaknya tidak tega membiarkan anaknya tinggal dan menetap di wilayah itu bersama orang-orang Badui.

Menurut penilaian, bahwa bahasa Arab suku Badui atau pedalaman Arab masih murni. Bahasa mereka belum tercemar dengan bahasa suku-suku lain. Kehidupan mereka sebagai bangsa nomaden (berpindah-pindah tempat) bersama ternak mereka membuat mereka jarang kontak dan berhubungan dengan suku-suku lain. Berbeda sekali dengan bahasa Arab orang-orang kota. Bahasa Arab orang-orang kota kebanyakan sudah tercemar sebab banyak dipengaruhi bahasa dari suku-suku lain.
Namun, walaupun al Walid tidak terampil dalam bahasa Arab, tetapi ia seorang khalifah yang mempunyai tekad dan cita-cita yang besar. Ia ingin menyatukan dan memperluas wilayah yang sudah dirintis para pendahulunya menjadi kerajaan yang besar dan tangguh.

Berbekal apa yang sudah dirintis ayahnya, seperti pendirian pabrik-pabrik peralatan perang serta pembuatan kapal-kapal perang. Al Walid berhasil melaksanakan aksi-aksi dan penyerangan-penyerangan militer ke bermacam-macam wilayah, termasuk Eropa, Afrika Utara, Laut Tengah, Jazirah Arab, dan Asia Tengah.

Keberhasilan Khalifah al Walid bin Abdul Malik dalam mempertahankan dan mengembangkan wilayah kekuasaan Dinasti Bani Umayyah juga didukung oleh adanya situasi keamanan dan stabilitas dalam negeri yang cukup aman. Tambah pula para panglima perang yang terampil dan andal.
Menurut catatan, al Hajaj bin Yusuf adalah salah seorang gubernur yang banyak mendukung keberhasilan al Walid. Hajaj sudah lama mengabdikan dirinya menjadi pengikut setia Marwan, kakeknya. Demi Dinasti Bani Umayyah, Hajaj mau melaksanakan apa saja, tidak peduli apakah hal itu bertentangan dengan agama atau tidak. Berkat kesetiaannya kepada Dinasti Bani Umayyah, maka ia berhasil menjadi orang kepercayaan Khalifah Marwan. Lebih dari itu, apa yang menjadi harapan Hajaj selalu dituruti dan dikabulkan.

Kenyataan membuktikan lain, saat Umar bin Abdul Aziz menjadi gubernur Hijaz (kota Mekah dan Madinah) dan berhasil membangun kedua kota itu serta dicintai masyarakat Hijaz, Hajaj menjadi iri. Mengapa? Karena Hajaj juga seorang penguasa, tetapi dia tidak diperlakukan demikian oleh rakyatnya.
Saat itu, Hajaj seorang gubernur. Ia menjadi penguasa wilayah Irak, yang kebanyakan adalah pengikut Ali bin Abi Thalib r.a.. Namun, rakyat Irak tidak suka dengan Hajaj sebab ia sosok yang kejam dan bengis. Ia adalah orang yang bertanggung jawab pada pembunuhan yang dilancarkan kepada keturunan Ali bin Abi Thalib r.a.

Hajaj juga dikenal oleh banyak kalangan sebagai orang yang suka menjilat dan mau melaksanakan apa saja, termasuk fitnah dan pembunuhan. Akibat kekejaman Hajaj, para pemberontak menjadi takut dan menjadikan kondisi negara aman dan stabil. Inilah yang dikatakan Marwan kepada Abdul Malik dan juga cucunya, al Walid bahwa Hajaj itu termasuk orang yang berjasa mendukung Dinasti Bani Umayyah.

Ada seorang panglima perang  bani umayyah yang namanya sangat masyhur pada masa Khalifah al Walid, ia adalah Thariq bin Ziad. Thariq bin Ziad namanya lalu diabadikan menjadi nama sebuah selat di Laut Tengah, Selat Gibraltar yang maknanya Selat Jabal Thariq. Nama selat itu hingga kini masih ada.

Panglima Thariq bin Ziad dikenal tidak saja sebab sangat tangguh dan cakap memimpin pasukan. Akan tetapi, ia juga dikenal sebagai orang yang pandai berdiplomasi dan berpidato. Pidatonya dapat mengobarkan semangat pasukannya, sehingga mereka mempunyai keberanian untuk bertempur hingga titik darah penghabisan.


Selain kemajuan dalam bidang pemerintahan, ilmu pengetahuan juga tak lupa dikembangkan pada masa itu. Perkembangan ilmu pengetahuan tersebut meliputi:
Daulah Umayyah di Damaskus (661-750M)

  1. Ilmu agama, seperti: al-Qur’an, Hadis, dan fiqih. Proses pembukuan hadis terjadi pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz, sejak saat itu hadis mengalami perkembangan pesat.
  2. Ilmu sejarah dan geografi, yaitu segala ilmu yang membahas tentang kisah, perjalanan hidup, dan riwayat. Ubaid ibn Syariyah al-Jurhumi berhasil menulis berbagai peristiwa sejarah.
  3. Ilmu pengetahuan bidang bahasa, yaitu segala ilmu yang mempelajari bahasa, nahwu, saraf, dan lain-lain.
  4. Bidang ilmu filsafat, yaitu segala ilmu yang pada umumnya berasal dari bangsa asing, seperti ilmu mantik, astronomi, ilmu hitung, kimia, dan ilmu yang berhubungan dengan itu, serta ilmu kedokteran.

Daulah Umayyah di Andalusia (756 M – 1031 M)

Daulah Umayyah di Damaskus dan Andalusia

Kekuasaan Bani Umayyah di Damaskus berakhir pada tahun 750 M, kemudian kekhalifahan pindah ke tangan Bani Abbasiyah. Namun, Abdurrahman ad-Dakhil yang merupakan salah satu penerus Bani Umayyah dapat meloloskan diri pada tahun 755 M. Ia dapat lolos dari kejaran pasukan Bani Abbasiyah dan masuk ke Andalusia (Spanyol). Di Spanyol sebagian besar umat Islam saat itu masih setia dengan Bani Umayyah. Ia kemudian mendirikan pemerintahan sendiri dan mengangkat dirinya sebagai amir (pemimpin) dengan pusat kekuasaan di Cordoba.

Adapun amir-amir Bani Umayyah atau Daulah Umayyah yang memerintah di Andalusia (Spanyol) sebagai berikut:

a. Abdurrahman ad-Dakhil (Abdurrahman I), tahun 756-788 M.
b. Hisyam bin Abdurrahman (Hisyam I), tahun 788-796 M.
c. Al-Hakam bin Hisyam (al-Hakam I) , tahun 796-822 M.
d. Abdurrahman al-Ausat (Abdurrahman II) , tahun 822-852 M.
e. Muhammad bin Abdurrahman (Muhammad I) , tahun 852-886 M.
f. Munzir bin Muhammad, tahun 886-888 M.
g. Abdullah bin Muhammad, tahun 888-912 M.
h. Abdurrahman an-Nasir (Abdurrahman III) , tahun 912-961 M.
i. Hakam al-Muntasir (al-Hakam II) , tahun 961-976 M.
j. Hisyam II, tahun 976-1009 M.
k. Muhammad II, tahun 1009-1010 M.
l. Sulaiman, tahun 1013-1016 M.
m. Abdurrahman IV, tahun 1016-1018 M.
n. Abdurrahman V, tahun 1018-1023 M.
o. Muhammad III, tahun 1023-1025 M.
p. Hisyam III, tahun 1027-1031 M.

Cordoba menjadi pusat berkembangnya ilmu pengetahuan pada masa pemerintahan Daulah Umayyah di Andalusia (Spanyol). Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan terjadi pada masa pemerintahan amir yang ke-8 dan ke-9, yakni Abdurrahman an-Nasir dan Hakam al-Muntasir.

Kemajuan ilmu pengetahuan dan kebudayaan di Cordoba ditandai dengan adanya Universitas Cordoba. Universitas tersebut memiliki perpustakaan dengan koleksi buku mencapai 400.000 judul. Pada masa kejayaannya, Cordoba memiliki 491 masjid dan 900 pemandian umum. Karena air di kota ini tidak layak minum, pemerintah kemudian berinisiatif untuk membangun instalasi air minum dari pegunungan sepanjang 80 km.

Berkembangnya ilmu pengetahuan di Cordoba menciptakan berbagai inisiatif dan inovasi dalam rangka membuat kehidupan lebih sejahtera, aman dan nyaman. Didirikannya masjid-masjid yang megah dan indah menunjukkan bahwa saat itu kesadaran untuk meningkatkan ketaqwaan dan keimanan juga sangat tinggi.

Daulah Umayyah di Damaskus dan Andalusia memperlihatkan kemajuan dan kejayaan Islam di jaman dahulu, sampai saat ini Islam terus berkembang, sebagai seorang muslim, kita harus meneruskan kemajuan tersebut dengan berusaha terus untuk mengerjakan hal-hal yang bermanfaat dan sesuai dengan petunjuk agama Islam. 

Kebesaran yang sudah diraih oleh Bani Umayyah selama kurang lebih 90 tahun ternyata tidak mampu menahan kehancurannya akibat kelemahan-kelemahan internal dan semakin kuatnya tekanan dari fihak luar. Adapun faktor-faktor yang membawa kehancuran Bani Umayyah dapat dibaca pada artikel ini.




1 comment:

Note: Only a member of this blog may post a comment.